30.12.09

MENERAWANG DI BALIK BUKU MEMBONGKAR GURITA CIKEAS

Sensasi di akhir tahun 2009

Pernyataan Umum tentang hak hak asasi manusia
Pasal 19

Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hak ini termasuk kebebasan memiliki pendapat tanpa gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan informasi dan buah pikiran melalui media apa saja dan dengan tidak memandang batas-batas (wilayah).





Membongkar Gurita Cikeas
Dibalik Kasus Bank Century
George Junus Aditjondro



Belum ada sepekan Soft Launching buku MEMBONGKAR GURITA CIKEAS, dibalik Kasus Bank Century yang ditulis oleh GJA, kontrovesi tentang buku tersebut sudah merebak dimana-mana.

Kontroversi makin menjadi jadi ibarat Api disiram bensin, ketika sebuah toko buku di Yogyakarta atas permintaan “seseorang” melalui telepon, buku MGC telah ditarik dari pasaran, buku MGC tidak lagi ditemukan, walaupun sempat terjual beberapa copy.

Pernyataan SBY yang tidak menginstruksikan penarikan buku MGC yang dilansir oleh berbagai media massa pun makin menjadikan seru pembahasan tentang MGC.

Benarkah SBY dan kalangan disekitarnya gerah dengan tingkah polah GJA ?
Apa sebenarnya yang dibahas oleh GJA sehingga bukunya menimbulkan kontroversi sedemikian rupa ?
Masih banyak lagi pertanyaan yang muncul seputar peluncuran buku MGC, namun kali ini tulisan ini tidak membahas pertanyaan – pertanyaan seperti itu, biarlah orang lain, entah itu para pakar ilmu komunikasi sosial, para politikus yang menjawabnya.

Lebih baik kita melangkah sedikit lebih kebelakang, berspekulasi sendiri, berandai-andai membayangkan ada apa dibelakang penulisan MGC.

Karena sifat tulisan ini, berandai-andai maka, dasar analisanyapun tidak perlu mendalam sekali, yang biasa saja, sedikit lebih santai tetapi cukup mempunyai kaitan dengan modus penulisan dan penerbitan buku tersebut. Semoga saja.

Hak asasi manusia telah mengatur dan melindungi tentang hak-hak dasar manusia, termasuk didalamnya adalah hak mengeluarkan pendapat seperti yang tercuplik pada bagian awal tulisan ini, yaitu pasal 19 dari Pernyataan Umum tentang hak hak asasi manusia, yang diratifikasi oleh berbagai negara di dunia termasuk oleh Indonesia sendiri.

Mengacu kepada pasal 19 tersebut, maka sebenarnya GJA mempunyai hak yang sepenuhnya untuk berpendapat dan menyampaikan pikirannya yang diimplementasikan dalam bentuk sebuah tulisan atau buku, namun kenapa kemudian haknya tersebut menimbulkan kontroversi, bahkan oleh sebagian kalangan yang disasar oleh tulisan tersebut, GJA sengaja menebarkan fitnah.

Terlepas dari hak asasi seseorang mengimplementasikan pendapat dan pikirannya dalam bentuk tulisan atau buku, maka buku yang ditulis oleh GJA tentunya mempunyai maksud-maksud tertentu, yang tentu saja hanya ia seorang dan Tuhan YME lah yang tahu.

Maksud-maksud tertentu itulah yang perlu dicermati, agar kita lebih waspada dan tidak ikut terjebak dalam polemik dan kontroversi yang timbul tanpa mengetahui benang merah apa yang merangkainya.

Dalam menghadapi suatu permasalahan, sering sekali orang bijak memberikan saran kepada agar, tidak terburu-buru berburuk sangka, berpikir positiflah agar persoalan atau masalah tidak bertambah menjadi keruh karenanya.

Bertolak dari saran orang bijak tersebut, maka mari kita tengok kenapa atau ada apa GJA menulis dan (sengaja) mempublikasikan bukunya, dengan melalui tahapan Soft Launching terlebih dahulu, bukannya langsung saja : tulis, cetak dan terbitkan saja.

Tinjauan dari segi berpikir secara positif :
bahwa GJA menulis bukut tersebut (MGC) pasti dengan maksud memberikan informasi tentang suatu "kebenaran". Keberanian menulis buku seperti itu pasti dilandasi dengan data dan fakta yang dianggap akurat, dapat dipercaya dan diyakini kebenarannya baik dari sisi norma maupun hukum formal yg berlaku. Dengan meyakini bahwa Ia “benar” atau berada dalam jalan yang benar, maka GJApun berani untuk berbantah bantahan disegala media, dari mulai diskusi, bedah buku, wawancara live di TV, debat publik terbuka dengan siapa saja termasuk langsung dengan SBY sampai dengan sidang pengadilan-pun siap dihadapi. Apapun sanggahan dari “penguasa” dan para pembelanya tidak akan mengendurkan dan mengundurkan niatnya untuk segera mempublikasikan secara luas buku MGC akhir desember ini. Ibarat kata pepatah "anjing menggonggong, the show must go on"


Tinjauan dari berpikir secara negatif :
bahwa GJA menulis buku tersebut (pasti) dengan maksud dan agenda tertentu, terlepas apakah ia menulis buku MGC berdasarkan keinginan sendiri atau atas "pesanan" orang lain, maka GJA sangat sadar dan siap dengan segala resiko yang akan dihadapi dan terima. GJA (seolah-olah) sudah siap pasang badan untuk berhadapan dan berperkara langsung maupun tidak langsung dengan "penguasa" yang sedang berkuasa saat ini.

Hal tersebut bisa jadi karena GJA sudah mempunyai jaminan atau penjamin yang akan menanggung yang bersangkutan dan keluarganya secara finansial untuk ongkos berperkara atau bahkan apabila sampai kalah berperkara. Bisa jadi GJA sudah mendapat masukan tentang resiko hukuman terberat yg akan ia terima (kalau tidak salah di republik ini, orang yang membuat buku yang bukan bersifat makar atau bersifat menghasut untuk makar, tidak pernah ada vonis hukuman sampai di vonis mati atau seumur hidup), jadi dengan adanya jaminan dan keyakinan tersebut, maka ya kenapa tidak, lanjutkan saja acara release bukunya.


Tinjauan dari segi nalar dan keberanian :
GJA tentu saja seseorang yang mempunyai nalar dan keberanian. Ia adalah seorang akedimisi lulusan sebuah Universitas luar negeri (walaupun bukan jaminan, namun paling tidak cara pikirnya seharusnya berdasarkan analisisa, bukannya pre-asumsi belaka).

Maka pada saat menulis buku MGC, tentunya nalarnya-pun dipakai untuk mempertimbangkan segala dampak dan resiko yang akan dihadapi. Nalarnyapun dipakai untuk menganalisa tentang benar tidaknya data-data yang dipakai untuk menulis sebuah buku, sudah cukupkah data-dat yang dipakai baik dari segi jumlah dan validitasnya yang akan saling mengait dan membenarkan, apalagi buku tersebut mengarah kepada seseorang.

Tentang keberanian, tidak usah diragukan lagi tentang kadar keberanian yang dimiliki oleh GJA, karena bukan kali pertama ini saja ia menulis, mengkritisi dan berhadapan langsung dengan pihak penguasa. Jaman Orde Baru yang begitu otoriterpun ia berani menulis Yayasan Yayasan yang dimiliki oleh keluarga Cendana, demikian pula dengan penguasa-penguasa berikutnya, jadi bisa dikatakan nalar dan keberaniannya sudah cukup untuk menjadi amunisi dan bahan tersendiri bagi GJA untuk berani menuangkan ide dan pikiran yang ada dikepalanya dalam bentuk tulisan yang sengaja dipublikasikan.


Tinjauan dari Filosofi Recycling :
Sebagian orang mengatakan tulisan GJA tidak lebih dari sekedar sampah belaka. Sampah sebagai sesuatu yang terbuang, bau dan menjijikan, ternyata masih ada gunanya juga setelah DIPILAH dan DIDAUR ULANG. Maka demikian pula halnya dengan tulisan GJA, tinggal kemana kita akan menempatkannya, apakah hanya sekedar sampah bau yang tidak berguna sama sekali, atau ada sesuatu yang bisa kita “pelajari dan gunakan”. Karenanya perlu sekali tulisan tersebut dipilah pilah dulu dengan pintar dan benar untuk kemudian digunakan sebagaimana keperluan atau sebagaimana mestinya.

Namun paling tidak dari dari buku tersebut kita bisa belajar bagaimana GJA menganalisa suatu data untuk kemudian bisa sampai menjadi suatu kesimpulan. Atau(kah) bisa jadi data yang disampaikan dapat dijadikan bahan pembanding dengan data yang lain.

Kalau ternyata ngawur dan tidak bersandar pada fakta, serta tulisan tersebut lebih bersifat (kumpulan) hipotesa daripada analisa data, maka dari tulisan tersebut akan menempatkan si penulis pada derajat dan kualitasnya yang sebenarnya.

Tinjauan segi jurus bisnis penjualan :
suatu barang dalam hal ini buku akan makin dicari dan dibeli apabila mampu menimbulkan kontroversi, entah itu kontroversi dari mulai proses penulisan, rencana publikasinya (soft launching) sampai dengan reaksi setelahnya. Inilah kemungkinan yang sekarang sedang dipakai oleh GJA dan Penerbitnya untuk dapat menempatkan bukunya sebagai Best Seller, yang artinya Cetak Ulang = Uang Mengalir.... ......... .

yang perlu dicermati dari strategi atau jurus penjualan ini adalah, setelah timbulnya kontroversi buku MGC, buku mulai sulit didapat dan hilang dari pasaran, siapa sebenarnya yang mengakibatkan buku tersebut hilang. Apakah pihak penguasa yang disasar oleh si penulis, atau bisa jadi memang sudah permainan dari sipenulis, penerbit dan toko buku, dengan membuat skenario tertentu dalam rangka meraup untung yang berlebih dari kontroversi yang (sengaja) ditimbulkan.

Kenapa dikatakan bisa jadi kesengajaan dari kolusi sipenulis, penerbit dan toko buku, hal tersebut kemungkinan besar tidak lepas dari uang lebih yang akan didapat oleh ketiga pihak tersebut. Bagi penerbit, dengan buku susah dicari atau menjadi Best Seller, maka menjadi alasan logis untuk mencetak ulang lagi lebih banyak buku tersebut, yang berarti adanya pemasukan lagi, bagi toko buku ada kesempatan untuk menjual dengan harga yang lebih tinggi buku tersebut dari harga resmi pasaran, terlebih-lebih bagi si penulis, ia akan mendapat keuntungan triple yaitu, ketenaran, iklan buku secara gratis dan yang terakhir pundi pundi yang semakin banyak saja.


Tinjauan dari segi Opini dan Kontra Opini :
bisa saja buku MGC sengaja ditulis dan direalese dalam rangka cipta kondisi tertentu di masyarakat, dengan harapan setelah buku ini diterbitkan akan muncul tulisan lain ( yang inilah yang sebenarnya yang paling dinanti dan diharapkan ). Tulisan yang bersifat bantahan atau pelurusan atau versi lain dari topik yang sedang dibahas tersebut. Si pencipta kondisi, berdalih bahwa bantahan harus bersifat buku pula, karena tulisan yang dibantah adalah dalam bentuk buku ilmiah yang berdasarkan data dan analisa.

Inilah kelemahan yang akan dibidik sebenarnya, karena tulisan tanggapan yang ditulis secara emosi akan memunculkan celah dan kesalahan (data-data) yang diinginkan si pencipta kondisi untuk kemudian di ekploitir menghantam balik sasaran yang dituju.

Mengapa dikatakan demikian, hal ini tidak terlepas dari sulitnya si penulis / si pencipta kondisi / si dalang untuk mendapatkan (dan mengakses) data-data tentang yayasan-yayasan yang dimaksud. Dengan adanya tulisan bantahan, maka data-data tersebut akan muncul dengan sendirinya, dan apabila data tersebut hanya disampaikan sebagian atau ada yang sengaja disembunyikan, inilah yang diminta untuk dibuka kepada publik dan diaudit.

Data yang disampaikan salah, akan dihantamkan kepada sasaran, dan apabila datanya benar namun ternyata dana yang dikelola cukup besar akan dijadikan pertanyaan darimana dan untuk apa dana tersebut ?, dan masih banyak lagi celah-celah lain yang akan digunakan untuk dijadikan sasaran bidik selanjutnya.

Ternyata cukup njlimet juga, kemungkinan latarbelakang penulisan dan penerbitan buku MGC ini, semoga ini bukannya pengalih perhatian dari hal besar lain yang sedang bergulir dimasyarakat.
Semoga saja.


Karenanya Yoo wis, tunggu lihat dan tunggu dengar sajalah kelanjutan dari epilog sensasi akhir tahun 2009 ini.

Ibarat sebuah buku, sensasi ini baru taraf Kata pengantar atau pendahuluan atau prolog dari si penulis dan tanggapan dari pihak lain yang diminta untuk mengomentari tulisan di buku, belum masuk pada bagian Bab Bab Isi dari buku itu sendiri.

salam,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas perhatian anda, silahkan tinggalkan pesan dan kesan anda