di Indonesia,
penyelenggaraan
negara
harus
berdasarkan hukum (rechtsstaat)
dan
bukan berdasarkan
kekuasaan (machtstaat)
Politik
Pembangunan Hukum di Indonesia
Negara Indonesia adalah
negara hukum[1].
Dari pernyataan tersebut maka konsekuensinya adalah segala aspek
penyelenggaraan negara harus berdasarkan hukum (rechtsstaat) dan bukan
berdasarkan kekuasaan (machtstaat) dengan Pancasila sebagai sumber dari
segala sumber hukum negara dan UUD NRI Tahun 1945 sebagai hukum dasar dan
hierarki tertinggi dalam peraturan perundang-undangan. Hukum mempunyai banyak
definisi, salah satunya menurut Mr. J.C.T. Simorangkir & Mr. Woerjono
Sastropranoto mendefinisikan bahwa hukum adalah peraturan-peraturan yang bersifat memaksa, yang menentukan tingkah laku
manusia dalam kehidupan masyarakat yang dibuat oleh badan-badan resmi yang
berwajib, pelanggaran mana terhadap peraturan-peraturan tadi berakibatkan
diambilnya tindakan, yaitu dengan hukuman tertentu[2]. Dengan demikian maka hukum diperlukan dalam
rangka mewujudkan suatu keteraturan dan ketertiban dalam pelaksanaan kehidupan berbangsa
dan bernegara.
Hukum
mempunyai kaitan erat dengan politik, karena didalam politik terkandung adanya
kekuasaan, sedangkan hukum itu sendiri merupakan produk dari kekuasaan.
Idealnya antara kekuasaan dan hukum berimbang dan berjalan pada dua sisi secara
berdampingan, namun pada realitanya tidak demikian adanya, karena ditemukan masih
adanya penegakan hukum tercemar
dan dikooptasi oleh kepentingan politik. Sebagai contoh kasus pemilihan Ketua
DPD RI pasca tertangkapnya Irman Gusman oleh KPK dalam kasus suap gula impor
yang dianggap cacat menurut hukum, kasus
penegakan
hukum Mahkamah Konstitusi atas uji materiil hak angket DPR terhadap
KPK ke Mahkamah Konstitusi, terkait dengan apakah KPK merupakan objek dari
angket DPR ? dan apakah juga KPK merupakan bagian dari kekuasaan kehakiman atau
kekuasaan eksekutif sehingga bisa diangket ?. Serta kasus penegakan hukum atas
uji materiil Perppu Ormas No. 2 tahun 2017 ke MK merupakan bukti nyata konfigurasi
hukum dan politik mewarnai dalam sistem penegakan hukum saat ini, sehingga
menjadi pertaruhan apakah marwah Indonesia sebagai negara hukum atau negara
kekuasaan[3]. Untuk itu diperlukan
politik hukum, yang menempatkan hukum diatas kekuasaan.
Politik
hukum adalah kebijakan penyelenggara negara tentang apa yang dijadikan kriteria
untuk menghukumkan sesuatu. Dalam hal ini kebijakan tersebut dapat berkaitan
dengan pembentukan hukum, penerapan hukum dan penegakannya sendiri[4]. Fungsi hukum sebagai alat
politik menjadikan sistem hukum di Indonesia menempatkan peraturan
perundang-undangan merupakan produk bersama antara DPR dengan Pemerintah,
sehingga antara hukum dan politik menjadi sulit dipisahkan. Namun demikian agar
konstitusi dapat tetap tegak dan dipedomani, maka pembangunan politik hukum
Indonesia diarahkan kepada tiga hal. Pertama,
pembangunan substansi hukum, baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis diarahkan
untuk membentuk hukum nasional yang lebih baik sesuai dengan kebutuhan
pembangunan dan aspirasi masyarakat. Kedua,
penyempurnaan struktur hukum yang lebih efektif dan terus berlanjut, dan ketiga, pelibatan seluruh komponen
masyarakat yang mempunyai kesadaran hukum tinggi untuk mendukung pembentukan
sistem hukum nasional yang dicita-citakan.
Dengan politik hukum yang
benar sesuai marwahnya maka konsep negara hukum (rechtsstaat/the rule of law)
dapat terwujud dengan ditopang 3 pilar utamanya, yaitu substansi (substance),
struktur (structure), dan budaya/kultur (culture).
Meningkatkan
Efektivitas Sistem Nasional
Negara Hukum yang ideal
adalah negara hukum yang berdasarkan pengakuan kedaulatan ditangan rakyat yang
mewujudkan Indonesia sebagai negara hukum yang demokratis dan sekaligus negara
demokrasi berdasarkan hukum. Untuk
mewujudkan cita-cita tersebut perlu didukung dengan adanya kesadaran hukum yang
tinggi oleh masyarakat dan terutama para penyelenggara negara. Aturan-aturan
dasar dalam konstitusi harus bisa dipraktekan dan dilaksanakan dalam kehidupan
berbangsa dan bernegara. Dalam artian setiap tindakan penyelenggara negara
serta warga negara harus dilakukan berdasarkan dan di dalam koridor hukum
sesuai wewenang, hak dan kewajiban konstitusionalnya. Apabila setiap pejabat
dan aparat penyelenggara negara telah memahami Pancasila dan UUD NRI 1945 serta
melaksanakan wewenangnya berdasarkan hukum, maka kebijakan dan tindakan yang
dihasilkan adalah bentuk pelaksanaan Pancasila sebagai sumber dari segala sumber hukum negara dan UUD
NRI Tahun 1945 sebagai hukum dasar dan hierarki tertinggi dalam peraturan
perundang-undangan.
Pada umumnya kesadaran hukum
dikaitkan dengan ketaatan hukum atau efektivitas hukum. Dengan perkataan lain,
kesadaran hukum menyangkut apakah ketentuan hukum tertentu benar-benar
berfungsi atau tidak dalam masyarakat . Kesadaran hukum masyarakat dan
penyelenggara negara yang masih rendah dapat menjadi salah satu sebab belum
tegaknya prinsip-prinsip negara hukum Indonesia. Hal ini disebabkan antara
lain: 1) kurang mengetahui adanya ketentuan hukum dan kurang memahami hukum; 2)
cenderung kurang menghargai dan mempercayai proses penegakan hukum yang sedang
berlangsung; 3) faktor integritas dan moral yang rendah; dan 4) faktor sarana
dan prasarana yang masih belum memadai[5].
Menyadari akan kondisi
rendahnya kesadaran ini, maka diperlukan upaya meningkatkan kesadaran hukum
bagi masyarakat dan penyelenggara negara agar terwujudnya sistem nasional yang
efektif. Upaya-upaya yang dapat dilakukan
untuk meningkatkan kesadaran hukum masyarakat dan pemerintah dapat dilakukan
melalui: 1) melakukan penyuluhan hukum kepada masyarakat secara menyeluruh dan
berkesinambungan; 2) melakukan pembaharuan hukum; 3) proses hukum tidak boleh
didasarkan pada motivasi politik; 4) menjunjung tinggi hak asasi manusia serta
tidak diskriminatif; dan 5) melakukan pembenahan dalam rangka memperkuat
institusi pemerintahan yang menghadirkan lembaga-lembaga penegak hukum[6].
[1] UUD NRI Tahun 1945, Pasal 1 Ayat (3)
[2] Mr. J.C.T. Simorangkir & Mr.
Woerjono Sastropranoto. Pelajaran Hukum Indonesia. 1957. Penerbit: Gunung
Agung. Jakarta
[3] Wahyu Nugroho, SH. MH. Refleksi 3 (tiga) tahun Penegakan Hukum Era
Presiden JokowiJK. 2017. The 2nd National Conference of Post Graduate
Student of Law 2017 (NCoPSLaw-2017).
Seminar Pascasarjana Ilmu Hukum Universitas Muhammadiyah Malang.
[4] Padmo Wahyono. Indonesia Negara Berdasarkan Atas Hukum. 1986. Ghalia Indonesia.
Jakarta: hal.160
[5] Atang Hermawan Usman. Kesadaran Hukum Masyarakat dan Pemerintah
Sebagai Faktor Tegaknya Hukum di Indonesia. 2014. Jurnal Wawasan Hukum,
Vol. 30 No. 1 Februari 2014:hal.52
[6] Ibid