Peningkatan Kualitas Sumber Daya
Manusia
Sumber Daya Manusia merupakan penentu yang sangat penting
bagi keefektifan berjalannya kegiatan di dalam organisasi, sedemikian
pentingnya peran SDM maka kualitas SDM harus senantiasa dijaga, dipelihara,
bahkan ditingkatkan demi tercapainya tujuan dari organisasi. Menurut Sonny
Sumarsono “SDM adalah menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk
memberikan jasa atau usaha kerja dalam suatu proses produksi”[1]. Dengan demikian mampu
bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai kegiatan ekonomis,
yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi
kebutuhan atau masyarakat.
SDM sangat erat hubungannya dengan tenaga kerja, dimana
tenaga kerja adalah seluruh penduduk yang dianggap mempunyai potensi untuk
bekerja secara produktif[2]. Kualitas tenaga kerja
dapat ditingkatkan melalui latihan dan pendidikan. Berkaitan dengan latihan,
peningkatan kualitas tenaga kerja dilakukan melalui Balai Latihan
Ketenagakerjaan (BLK). Berdasarkan data
tahun 2017 ada 301 BLK yang tersebar di seluruh Indonesi. Sebanyak 17 BLK
merupakan milik pemerintah pusat atau disebut BLK Unit Pelaksanaan Teknis Pusat
(UPTP). Selebihnya adalah milik Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota
atau dikenal sebagai BLK Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)[3]. Namun kondisi BLK banyak
yang terkesan tidak terurus, hal tersebut dapat dilihat dari peralatan seperti
mesin-mesin pelatihan sudah out of date
dan tidak lengkap[4].
Hal ini terjadi karena BLK belum menjadi prioritas pembangunan pemerintah
daerah dan kondisi internal BLK sendiri yang diisi oleh personel yang tidak
memiliki latarbelakang mengenai BLK.
Kondisi demikian menyebabkan peran BLK tidak optimal, padahal peran BLK
sangat penting dalam menyiapkan tenaga kerja yang kompeten dan berdaya saing
tinggi serta tersertifikasi sehingga cepat diserap industri.
Dibidang pendidikan, peningkatan kualitas tenaga kerja
dilakukan melalui pendidikan vokasi yang bertujuan mempersiapkan peserta didik
untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara
dengan program sarjana[5]. Kondisi saat ini Pendidikan
vokasi di Indonesia hanya sekitar 16% serta jumlah guru/tenaga pendidik vokasi
belum cukup karena lembaga pendidik dan tenaga kependidikan (LPTK) belum banyak
menyiapkan tenaga guru vokasi[6]. Padahal kebutuhan pasar
tenaga kerja yang membutuhkan keterampilan sangat banyak dan tidak bisa diisi
secara baik oleh lulusan SMK atau Politeknik.
Saat ini dunia tengah memasuki era Revolusi Industri ke-4.
Ini merupakan tantangan bagi tenaga kerja Indonesia. Revolusi Industri ke-4
adalah era teknologi digital, semua serba digital dan otomatisasi. Pengaruhnya adalah terhadap karakter dunia
kerja, dimana teknologi banyak menghilangkan jenis pekerjaan, namun pada saat
yang sama teknologi digital juga menghadirkan jenis pekerjaan baru. Disinilah
letak pentingnya peningkatan kualitas SDM melalui peningkatan keterampilan (skill) dalam menghadapi era Revolusi
Industri ke-4.
Era Revolusi Industri ke-4
Era Revolusi Industri ke-4 atau Revolusi Industri 4.0, menjadikan
teknologi informasi sebagai basis dalam kehidupan manusia. Segala hal menjadi
tanpa batas (borderless) dengan
penggunaan daya komputasi dan data yang tidak terbatas (unlimited), karena dipengaruhi oleh perkembangan internet dan
teknologi digital yang masif sebagai tulang punggung pergerakan dan
konektivitas manusia dan mesin. Era ini juga akan mendisrupsi berbagai
aktivitas manusia, termasuk di dalamnya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek)
serta pendidikan tinggi[7].
Revolusi Industri ke-4 menimbulkan tantangan dalam hal
menyiapkan dan memetakan SDM yang berkualitas dalam bentuk tenaga kerja. Tenaga
kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan
barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk
masyarakat[8]. Badan Pusat Statistik
(BPS) menyebutkan jumlah angkatan kerja Indonesia pada Februari 2017 sebanyak
131,55 juta[9].
Dari jumlah tersebut, 60% dari total tenaga kerja hanya lulusan sekolah dasar
dan sekolah menengah pertama, hal ini menunjukkan masih sangat rendahnya
kualitas tenaga kerja kita[10]. Merujuk riset
McKinsey Global Institute,
Indonesia akan menjadi negara ekonomi terbesar ke-7 di dunia pada tahun 2030
dengan kebutuhan 113 juta tenaga kerja terampil. Padahal, Badan Pusat Statistik
menyebutkan, pada tahun 2015 Indonesia baru memiliki 56 juta tenaga kerja
terampil. Dengan demikian, hingga tahun 2030, tiap tahun dibutuhkan 3.7 juta
tenaga terampil baru[11], sedangkan karakteristik
pekerjaan dari tahun ke tahun akan semakin dinamis berkembang sesuai dengan
perkembangan Iptek, sehingga keterampilan (skill)
yang dibutuhkan akan juga terus berkembang dan bervariasi.
Berkaca dari tantangan era Revolusi Industri ke-4 dan
perkembangan Iptek, maka diperlukan peningkatan SDM yang berkualitas yang
melibatkan pemerintah, swasta dan individu.
Pemerintah
dibidang pelatihan keterampilan (skill)
memaksimalkan peran BLK dengan konsep Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK),
menjadikan BLK sebagai prioritas dalam pembangunan SDM, menyelenggarakan pelatihan
keterampilan yang tidak memungut biaya dalam rangka menyiapkan secara masif
tenaga kerja. Pada sektor regulasi dan kebijakan pemerintah menyusun dan
melaksanakan program-program yang mendukung tercapainya sistem ketenagakerjaan
yang ideal dan menjurus sesuai kebutuhan industri. Pada bidang pendidikan memperbanyak
kuantitas lulusan pendidikan vokasi melalui penambahan jumlah sekolah/lembaga
pendidikan, dan meningkatkan kualitas dengan mendorong penguatan kompetensi
guru/tenaga pendidik serta perbaikan kurikulum.
Pihak
Swasta melakukan kerja sama dengan lembaga pendidikan dalam
rangka memberikan kesempatan magang kepada peserta didik (calon tenaga kerja)
dan mendirikan vocational training
untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja yang sudah ada.
Individu
melakukan peningkatan kemampuan dan kualitas dalam hal bahasa, keterampilan,
serta wawasan. Hal ini dilakukan dalam rangka adaptasi terhadap karakteristik
pekerjaan yang ditimbulkan oleh Revolusi Industri, seperti lingkungan pekerjaan,
prosedur, fasilitas, dll.
[1] Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia
dan Ketenagakerjaan, Sonny Sumarsono, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2003, hal. 4
[2] Materi
Pokok Bidang Studi Demografi, Lemhannas RI, 2018, hal. 39
[3] https://nasional.kompas.com/read/2017/07/21/22421521/melalui-balai-latihan-kerja-kemnaker-harap-indonesia-tak-kalah-saing.
[4] http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/02/20/miikdo-kondisi-balai-latihan-kerja-memprihatinkan.
[5] UU No. 20 Tahun 2003 tentang
Sisdiknas, Pasal 15
[6]
http://mediaindonesia.com/read/detail/42777-kembangkan-pendidikan-vokasi-pemerintah-harus-siapkan-guru.
[7]
https://www.ristekdikti.go.id/pengembangan-iptek-dan-pendidikan-tinggi-di-era-revolusi-industri-4-0/.
[8] UU No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan, Bab I pasal 1 ayat 2
[9]
https://bisnis.tempo.co/read/872547/angkatan-kerja-februari-2017-meningkat-sebanyak-13155-juta.
[10] https://www.wartaekonomi.co.id/read128271/menaker-kualitas-tenaga-kerja-ri-masih-rendah.html.
[11] Ibid