28.3.10

HAKEKAT ILMU

Sebaik bainya ILMU, adalah
Ilmu yang berguna untuk kebaikan

Karena Ilmu dapat digunakan untuk :
1) Menuduh suatu kesalahan
2) Menguraikan suatu kebenaran
R) Membenarkan suatu kesalahan

Karenanya,
Pandai pandailah menggunakan Ilmu yang dimiliki

Salam,

20.3.10

PERAN BINTER DALAM MEWUJUDKAN SISHANTA


Tidak ada satupun negara didunia yang tidak memiliki doktrin Pertahanan Negara, karena Pertahanan Negara diperlukan dalam rangka mempertahankan kedaulatan, keutuhan wilayah suatu negara dan melindungi keselamatan segenap bangsa dari ancaman dan gangguan baik yang muncul di dalam negeri maupun luar negeri. Bagi Indonesia Pertahanan Negara merupakan upaya nasional yang melibatkan seluruh potensi dan kekuatan nasional yang diselenggarakan secara terpadu, terarah, efektif dan efesien berdasarkan pada sistem pertahanan negara yaitu Sistem Pertahanan Rakyat Semesta.


Dalam aplikasinya, Pertahanan Negara diselenggarakan oleh seluruh komponen bangsa secara terpadu dan komprehenif, khusus dalam menghadapi ancaman militer menempatkan TNI sebagai komponen utama dengan didukung oleh komponen cadangan dan komponen pendukung. Dalam konteks TNI AD, dimana TNI AD bertanggung jawab melaksanakan Pertahanan Negara di matra darat, maka salah satu perwujudan Sishanta dilaksanakan dengan menyelenggarakan Pembinaan Teritorial yang dilaksanakan oleh Kowil sesuai dengan jenjang dan tataran kewenangannya.


Kowil dalam melaksanakan pembinaan teritorial bertugas untuk membantu dan memberikan masukan kepada Pemda dalam memanfaatkan sumber daya alam / buatan dan sumber daya manusia serta sarana dan prasarana dengan berbagai bentuk dan karakteristiknya untuk kepentingan pertahanan, dengan mensinergikan antara kepentingan kesejahteraan yang menjadi domain Pemda dengan kepentingan pertahanan yang menjadi domain TNI. Peran tersebut belum dapat diselenggarakan secara optimal yang dapat ditengarai dari belum sepenuhnya Kowil mampu membantu pemerintah menyiapkan potensi nasional yang ada di daerah menjadi kekuatan pertahanan yang dipersiapkan. Mengingat pentingnya Sishanta karena merupakan kepentingan nasional, dan Binter yang merupakan tugas terkandung TNI AD, maka tulisan ini bermaksud membahas tentang : Bagaimana peran Binter dalam mewujudkan Sishanta melalui Peran dan fungsi Binter ? serta Bagaimana mewujudkan komponen pertahanan wilayah sebagai salah satu komponen Sishanta ?


Untuk menjawab pertanyaan diatas, maka dipakai kerangka analisis sebagai pisau analisisa, dengan pendekatan pembinaan teritorial sebagai salah satu fungsi TNI AD. Dalam pengertian TNI AD, Pembinaan Teritorial adalah segala usaha, pekerjaan, kegiatan yang berhubungan dengan perencanaan, pengorganisasian dan pelaksanaan serta pengendalian potensi wilayah yang diselenggarakan bersama-sama dengan seluruh komponen bangsa lainnya dalam rangka menjadikan wilayah darat sebagai Ruang, Alat dan Kondisi Juang yang tangguh guna kepentingan Pertahanan Negara aspek darat.


Peran dan Fungsi Binter

Berdasarkan pengertian diatas dapat dilihat bahwa Binter adalah suatu rangkaian kegiatan yang dilaksanakan secara bersama. Konotasi bersama adalah suatu “unity” atau “persatuan-kesatuan”. Suatu persatuan-kesatuan hanya dapat menimbulkan efek apabila didalamnya terdapat koordinasi dan sinergitas yang dipahami antara satu sama lain. Demikian pula halnya dengan Binter yang dilaksanakan oleh Kowil, yang intinya adalah mengedepankan kepentingan pertahanan dihadapkan dengan Pemda yang mempunyai wilayah dengan domainnya adalah kepentingan kesejahteraan, maka Sishanta yang ingin dicapai juga memerlukan adanya koordinasi dan sinergitas program yang baik.


Secara eksplisit, jelas – jelas dalam UU RI No. 34 tahun 2004 tentang TNI telah mengatur tugas-tugas OMSP TNI, termasuk didalamnya adalah tugas membantu pemerintah daerah, namun dalam pelaksanaan dilapangan dimana Kowil menyelenggarakan Binter sebagai salah satu aplikasi tugas membantu Pemda tersebut masih sering menghadapi kendala berupa : 1) belum sepenuhnya UU tentang TNI dipahami oleh masyarakat ataupun pejabat Pemda, 2) belum adanya juklak atau PP sebagai penjabaran UU tentang TNI, dan 3) arogansi aparat Kowil sendiri yang menganggap diri atau institusinya yang paling mampu. Ketiga kendala tersebutlah yang kemudian menjadikan peran dan fungsi Binter untuk mewujudkan Sishanta tidak dapat tercapai secara optimal.


Menyadari bahwa Binter adalah tugas terkandung dari TNI AD, dimana Binter dalam penggunaan pada OMSP mempunyai 2 (dua) sasaran yaitu : 1) terhadap pemerintah, terciptanya dukungan dari pemerintah terhadap TNI dalam melaksanakan tugas pokoknya, dan 2) terhadap masyarakat, meningkatnya dukungan masyarakat terhadap TNI sehingga terwujudnya kemanunggalan TNI-Rakyat dalam rangka tercapainya tugas pokok TNI AD. Dari kedua sasaran tersebut terlihat jelas Peran dan Fungsi Binter. Agar peran dan fungsi Binter ini benar-benar dapat tercapai sesuai dengan tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, maka diperlukan langkah-langkah yang nyata agar Binter dan permasalahannya dapat lebih dipahami secara baik dan benar oleh masyarakat dan Pemda.


Terhadap permasalahan belum sepenuhnya UU tentang TNI dipahami oleh masyarakat ataupun pejabat Pemda, langkah yang bisa diambil adalah satuan kowil mengoptimalkan pelaksanaan pembinaan satuannya yang meliputi pembinaan personel, materil, pangkalan, piranti lunak dan latihan yang ditujukan terutama untuk tugas-tugas yang berkaitan dengan fungsi dan peran pembinaan teritorial dalam mewujudkan sistem pertahanan semesta. Kenapa hal ini perku dilakukan, karena hal tersebut selaras dengan pola pembinaan Binter TNI AD, yaitu kegiatan yang disiapkan serta ditata secara sistimatis dan terpadu melalui pembinaan kemampuan, kekuatan dan gelar yang dititik beratkan pada pembinaan struktur, personel, materiil dan peranti lunak.


Terhadap permasalahan belum adanya juklak atau PP sebagai penjabaran UU tentang TNI, langkah yang bisa ditempuh adalah Satuan Kowil dapat bertindak proaktif untuk melaksanakan koordinasi dan mengajukan draft, konsep ataupun protap yang isinya mengatur secara jelas tentang tugas dan tanggung jawab serta peran Kowil dan Pemda dalam pelaksanaan program Binter yang ditujukan terhadap perwujudan Sishanta di daerah. Draf, konsep ataupun protap ini diupayakan sifatnya aplikatif, mudah mengerti dan dapat mengikat keduabelah pihak, dengan demikian baik Kowil maupun Pemda dapat secara maksimal melaksanakan tugasnya dalam rangka mewujudkan Sishanta.


Terhadap permasalahan arogansi aparat Kowil yang menganggap diri atau institusinya yang paling mampu, langkah yang bisa diambil adalah tindakan korektif kedalam yang dilakukan aparat Kowil, terutama para unsur pimpinannya untuk memberikan penjelasan dan gambaran yang utuh kepada anggotanya, bahwa penyelenggaraan Sishanta adalah tugas semua komponen bangsa, bukan hanya tugas TNI semata. Apalagi apabila perwujudan Sishanta tersebut dilaksanakan dengan metode Binter, maka perwujudannya adalah usaha bersama antara Kowil dan Pemda, bukannya salah satu pihak lebih penting dari pihak lainnya dan hal inipun selaras dengan reformasi internal TNI, yaitu Reposisi, Redefinisi dan Reaktualisasi.


Binter dalam mewujudkan komponen pertahanan di wilayah.

Kowil dalam penyelenggaraan ketahanan wilayah bertujuan agar masyarakat memiliki jiwa yang tangguh dan keuletan dalam menghadapi setiap kondisi maupun pengaruh negatif yang berkembang di wilayah serta tidak mudah terhasut atau terprovokasi oleh keadaan lingkungannya. Pertimbangan mendasarnya adalah bahwanya pengaruh globalisasi serta lingkungan strategis yang begitu dinamis berdampak pada segala lini kehidupan, hal tersebut dimungkinkan oleh pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi yang menjadikan seakan-akan dunia dalam genggaman dan batas wilayah suatu negara menjadi begitu absurb. Berita dan informasi dapat diterima kapan saja dan dimana saja , bahkan hampir tiada “delay” yang berarti.


Menyadari hal tersebut maka kepekaan, kesadaran dan partisipasi masyarakat dalam menangkal potensi ancaman adalah yang sangat berperan dalam membentuk pertahanan diwilayah, karena dalam Binter masyarakatlah komponen yang disasar dalam upaya mewujudkan sishanta di daerah.


Dalam kaitannya dengan premis diatas, maka langkah-langkah implementatifnya adalah sebagai berikut, pertama : dibidang Sumber Daya Manusia, mengembangkan kesadaran berbangsa dan bernegara serta wawasan nasional kepada masyarakat, melalui : 1) pendataan potensi sumber daya manusia, 2) sosialisasi tentang pembinaan wilayah, dan 3) penataran dan pelatihan belanegara. Untuk dapat menciptakan sumber daya manusia yang tangguh dan tidak rentan menghadapi ancaman dan pengaruh dari luar, maka sudah tepatlah peran Binter yang diterapkan Kowil melalui metode-metode binter yang ada, karena memang sasaran akhir binter terhadap masyarakat adalah menciptakan kemanunggalan TNI dengan rakyat dalam rangka tercapainya tugas pokok TNI AD.


Kedua, dibidang Sumber Daya Alam, yang merupakan komponen pendukung dalam Sishanta, Peranan Kowil adalah : 1) mendorong Pemda untuk menerbitkan regulasi yang jelas tentang penggunaan, pengelolaan dan pelestarian Sumber Daya Alam yang ada didaerah untuk digunakan sebesar-besarnya untuk kepentingan rakyat dan disiapkan untuk mendukung program ketahanan wilayah, 2) berpartisipasi aktif dalam program-program pelestarian alamnya Pemda, dengan memberi masukan yang positif agar program Pemda tersebut dapat diselaraskan dengan kepentingan pertahanan, dan apabila mampu dan memungkinkan 3) menjadi pelopor dan menjadi contoh baik bagi Pemda maupun masyarakat dengan melakukan kegiatan yang pro lingkungan hidup dan pelestarian alam. Langkah-langkah tersebut agar gema dan pengaruhnya dapat mengena dihati rakyat maka perlu diberitakan melalui media massa daerah, bekerja sama dengan media cetak ataupun media siaran. Dan yang paling penting dalam hal ini adalah berita harus dikemas sedemikian mungkin agar tidak terkesan pesan sponsor belaka. Dengan langkah-langkah diatas diharapkan Sumber Daya Alam yang ada didaerah benar-benar dapat dikelola dan dipersiapkan guna kepentingan kesejahteraan rakyat dan juga sekaligus kepentingan pertahanan dalam hal ini adalah penyiapan Sishanta.


Ketiga, dibidang Sumber Daya Buatan, yang pada hakekatnya adalah Sumber Daya Alam yang telah ditingkatkan daya gunanya untuk kepentingan pertahanan negara, dengan tujuan agar pembangunan infrastruktur yang ada di daerah benar-benar nantinya dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pertahanan dalam rangka menghadapi ancaman dari luar. Persoalan klasik yang sering muncul disekitar Sumber Daya Buatan khususnya program pembangunan adalah dikatakan Pemda cenderung menggenjot laju pertumbuhan pembangunan daerah semata-mata untuk keuntungan provit semata tanpa mempertimbangkan kepentingan pertahanan. Hal tersebut tidak bisa serta merta menyalahkan Pemda karena memang pada hakekatnya Pemda-lah yang memiliki wilayah, dan memiliki otoritas penuh atas pengelolaannya sesuai dengan kewenangan yang diatur dalam UU Otonomi Daerah. Maka disinilah dibutuhkan peran Kowil melalui program Binternya untuk menjembatani kepentingan Pemda dengan kepentingan TNI agar dapat saling mengisi dan sinergis. Langkah-langkah yang bisa ditempuh adalah : 1) pendataan SDB yang sudah ada untuk dapat diinventarisir dan dikelompokkan kegunaannya dihadapkan pada kepentingan pertahanan, 2) pengamanan SDB yang bersifat strategis bekerja sama dengan instansi terkait, agar SDB tersebut dapat berjalan / beroperasi dengan baik dan optimal yang pada akhirnya akan mendukung kepentingan nasional maupun TNI dalam hal ini kepentingan pertahanan, 3) koordinasi dan saran masukan kepada Pemda tentang RUTR/RUTW agar program-program selanjutnya benar-benar dapat disinergiskan dengan kepentingan pertahanan. Dalam hal ini yang menjadi kunci kesuksesan koordinasi adalah tingkat penguasaan komunikasi sosial yang baik dari aparat Kowil agar saran masukan serta program yang ditawarkan oleh Kowil dapat diterima dan mendapat apresiasi yang baik dari pihak Pemda.


Penutup

Dari pembahasan diatas dapat ditarik suatu kesimpulan bahwa pertahanan negara merupakan kepentingan nasional yang menjadi tanggung jawab seluruh komponen bangsa. Dalam kaitan perwujudan Sishanta, peran Binter adalah mewujudkan dan meningkatkan dukungan pemerintah dan masyarakat agar tugas pokok TNI AD dapat tercapai dengan baik. Dalam konteks penyiapan komponen pertahanan wilayah dihadapkan pada Sishanta, maka langkah-langkah pembenahan ditujukan kepada Sumber Daya Manusia agar masyarakat memiliki jiwa yang tangguh dan keuletan dalam menghadapi ancaman, Sumber Daya Alam agar dapat dikelola dan dipersiapkan untuk kepentingan kesejahteraan masyarakat dan kepentingan pertahanan dan yang terakhir Sumber Daya Buatan yang diarahkan agar pembangunan infrastruktur dapat dimanfaatkan untuk kepentingan pertahanan dalam rangka menghadapi ancaman dari luar.




16.3.10

RELEVANSI OLI DALAM MENGHADAPI SEPARATISME BERSENJATA

Globalisasi dunia telah membawa dampak nyata bagi perubahan dalam berbagai kehidupan berbangsa dan bernegara, termasuk didalalamnya adalah sektor pertahanan dan keamanan. Salah satu isu yang paling krusial dalam fenomena globalisasi adalah penegakan hukum dan HAM, yang berdampak pada pelaksanaan tugas – tugas TNI, khususnya salah satu tugas OMSP TNI yaitu mengatasi gerakan separatisme bersenjata dengan mengerahkan kekuatan militer untuk menegakkan kedaulatan bangsa dan negara.


Seperti diketahui, selama ini dalam menghadapi gerakan separatisme bersenjata TNI AD menggunakan suatu istilah atau taktik yang diberi nama Gerilya Lawan Gerilya (GLG), dimana konotasi gerilya memberikan suatu arti gerakan perlawanan menghadapi agresi dari negara luar. Maka apabila TNI AD menerapkan istilah GLG melawan separatisme bersenjata, menjadikan secara sadar atau tidak sadar TNI AD dalam hal ini pemerintah Indonesia adalah bangsa atau negara penjajah.


Salah satu pelaksana lapangan dalam operasi penumpasan terhadap gerakan separatisme bersenjata adalah satuan tempur, salah satunya Satuan Infanteri, dimana dengan kemampuan dan batas kemampuannya Satuan Infanteri diharapkan dapat dijadikan tulang punggung dalam pelaksanaan pertempuran mengatasi aksi separatisme bersenjata. Menghadapai perubahan paradigma tersebut, timbul suatu pertanyaan : Bagaimana konsep OLI yang relevan sesuai perkembangan jaman saat ini ? Apa dampaknya kepada Satuan Infanteri ? dan Bagaimana peran politik dalam OLI ?


Untuk menjawab pertanyaan diatas, akan dipakai kerangka analisis sebagai pisau analisisa dengan pendekatan kepustakaan. Berdasarkan hanjar, Operasi lawan insurjensi adalah operasi yang melibatkan satuan tempur, aparat teritorial dan intelijen serta unsur Polri, Pemda maupun masyarakat setempat. Operasi ini pada hakekatnya adalah suatu pekerjaan, usaha dan tindakan militer yang terencana untuk memperebutkan / memenangkan hati dan pikiran penduduk setempat yang kemudian dilanjutkan secara fisik mencari dan menghancurkan insurjensi dengan aksi dan pertempuran lawan insurjensi.


Berdasarkan pengertian diatas dapat diambil dua hal yang penting dalam OLI, yaitu yang pertama tindakan militer, yaitu penggunaan angkatan bersenjata beserta seluruh kekuatan / komponennya untuk kepentingan pertahanan negara dan/atau dalam rangka mendukung kepentingan nasional sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan kedua adalah insurjen, yaitu suatu gerakan yang terorganisasi yang bertujuan untuk menggulingkan atau melepaskan diri dari pemerintahan yang sah dengan menggunakan cara subversi atau konflik bersenjata.


Berdasarkan penjelasan diatas, terlihat bahwa dalam menghadapi insurjen, terutama yang menggunakan kekuatan konflik bersenjata, maka penggunaan kekuatan militer menjadi suatu hal yang sah dan dibenarkan oleh Undang Undang, walaupun memang dalam negara yang mengusung penegakan Hukum dan HAM serta demokrasi seperti Indonesia kaidah penggunaan kekuatan militer adalah “last resort” atau usaha terakhir setelah jalan persuasif dan diplomasi menemui jalan buntu.


Yang menjadi persoalannya adalah, bagaimana konsep penggunaan kekuatan bersenjata tersebut dalam pelaksanaan dilapangan tidak menimbulkan ekses hukum dan pelanggaran HAM bagi prajurit, karena perlu disadari bahwa dewasa ini, kaum insurjen dalam menjalankan aksinya lebih banyak beroperasi di lingkungan pemukiman daripada di hutan-hutan seperti dahulu, sehingga kemungkinan timbulnya korban warga sipil dalam pelaksanaan operasi militer menjadi sangat mungkin.


Menghadapi dilematis seperti tersebut diatas, maka yang perlu dibenahi dalam konsep penggunaan OLI kedepan adalah taktik OLI yang lebih mengedepankan pertempuran di pemukiman daripada taktik OLI pertempuran dihutan yang selama ini digunakan oleh satuan tempur. Penggunaan konsep pertempuran di pemukiman ini menjadi penting dihubungkan dengan satuan tempur yang melakukan taktik OLI tersebut, yaitu Satuan Infanteri, karena doktrin dasar dari Infanteri adalah untuk mencari, mendekati dan rnenghancurkan musuh serta merebut, menguasai dan atau mernpertahankan suatu medan .

Dalam melaksanakan tugas tersebut Satuan Infanteri melakukan operasi tempur secara konvensional, dimana daerah operasi dengan batas-batasnya serta musuhnya sudah sangat jelas, yang menjadi sangat berbeda pada saat melawan insurjen dimana daerah operasi dengan batas-batasnya tidak jelas alias melebur dengan daerah pemukiman serta musuh yang harus dihadapi menjadi kabur pula karena mereka bersatu dengan masyarakat.

Dengan demikian perlu adanya pembenahan mendasar dalam penerapan pertempuran oleh Satuan Infanteri, terutama dalam pertempuran di pemukiman yang sangat rawan adanya korban dari warga sipil. Memang dalam operasi militer, pasti akan terjadi korban, tapi apabila korban itu dapat dihindarkan atau diminimalkan, maka keberhasilan suatu operasi militer akan lebih mudah diterima oleh berbagai kalangan daripada keberhasilan yang juga membawa korban jiwa.



Untuk lebih mengoptimalkan hasil yang ingin dicapai dalam penerapan konsep OLI adalah perlunya penanganan insurjen secara terpadu dan komprehensif, bukan sekedar mengedepankan kekuatan militer belaka. Disini sangat diperlukan peran dan pelibatan aktif dari pemerintah pusat dan pemerintah daerah selain dari aparat teritorial dan intelijen serta unsur Polri maupun masyarakat setempat, dalam artian kata seluruh potensi nasional harus dimobilisir dan upaya maksimum ditujukan pada pemaduan kegiatan militer dan politik. Secara umum upaya penanggulangan harus diarahkan pada segenap bidang kehidupan masyarakat yang dapat dimanfaatkan oleh pihak lawan, akan tetapi harus disadari bahwa penyelesaian akhirnya akan sangat tergantung pada pendekatan politik dan juga militer.


Pendekatan politik dan kekuatan militer menjadi kekuatan penentu, karena pada prinsipnya dalam melawan insurjen yang diperebutkan adalah “hati” atau “simpati “ rakyat, karena hanya dengan dukungan rakyatlah, insurjen akan dapat berkembang dan kuat serta mampu mengadakan perlawanan. Sedangkan bantuan dan simpati penduduk tidak dapat dimenangkan tanpa operasi militer yang efektif dan salah satu efektifitas penggunaan kekuatan militer adalah sekecil apapun keberhasilan operasi pasukan sendiri harus disampaikan dan diterima oleh penduduk, maka simpati penduduk akan dapat segera dimenangkan dan moril insurjensi akan turun.

Sedangkan peranan pendekatan politik disini adalah bahwa apapun hasil dari penggunaan militer dalam menghadapi insurjen, selama itu tidak terjadi pelanggaran hukum dan HAM harus didukung penuh oleh pemerintah dan legislatif, karena begitu ada satu saja suara dari pejabat pemerintah atau anggota legislatif yang meragukan atau bertentangan dengan kebijakan penggunaan kekuatan militer akan menjadi “entry point” bagi insurjen untuk melawan pemerintah, menyerang militer bersama operasi militernya dengan membentuk opini baik dimedia massa maupun kehidupan keseharian masyarakat, yang pada akhirnya dapat melemahkan pihak sendiri dan memperkuat pihak lawan.



Dari gambaran diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa menghadapi globalisasi yang membawa dampak pada tuntutan penegakan Hukum dan HAM pada kehidupan demokrasi, maka menjadi relevan tentang perlunya merubah konsep pertempuran dengan mengedepankan pertempuran di pemukiman yang juga berdampak pada satuan infanteri dan peran aktif komponen bangsa lainya dalam hal ini perlunya dukungan pendekatan politik dalam menghadapi insurjen agar operasi melawan insurjen yang dilaksanakan dapat optimal dan berdaya guna. Maka daripada itu diperlukan kebijakan dari Komando Atas yang berkompeten dalam hal ini Kasad, Dankodiklat dan Danpussenif untuk merumuskan kembali taktik OLI agar lebih relevan dengan tuntutan jaman dan paradigma baru.

PERAN KOWIL MEMBANTU PEMDA

Satu dasawarsa setelah reformasi yang bergulir pada tahun 1998 telah menjadikan kehidupan berbangsa dan bernegara rakyat Indonesia lebih demokratis, namun demikian tidak serta merta semua tuntutan reformasi terpenuhi. Hal inilah yang kemudian menimbulkan krisis multidimensional yang mengakibatkan tugas-tugas pemerintahan didaerah tidak berjalan sebagaimana mestinya.


Salah satu dampak dari krisis multi dimensional adalah kerawanan yang identik dengan kelemahan yang menyebabkan tugas pemerintah daerah mensejahterakan rakyat menjadi tidak mudah. Dilain pihak komponen bangsa yang lain, dalam hal ini TNI AD dengan peran Binternya juga menghadapi beberapa permasalahan dilapangan dalam mensinergikan dan melaksanakan metode Binter dalam rangka membantu pemerintah daerah.


Menyadari bahwa Binter adalah tugas terkandung yang harus dilaksanakan oleh Kowil. Dan Kowil adalah bagian integral dari Tripida, maka dengan segala permalahan yang ada maka kowil tetap harus menjalankan kewajibannya untuk berperan aktif membantu tugas Pemda sebagai counterpartnya di daerah. Bertolak dari pemikiran tersebut, maka muncul pertanyaan mendasar kenapa kowil ikut berperan dalam membantu tugas pemerintah di daerah ? , metode apakah yang tepat untuk digunakan kowil dalam membantu pemerintah daerah ? , apa permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan metode Binter dan bagaimana solusinya ?


Pembahasan permasalahan diatas tidak terlepas dari adanya pergeseran pemahaman masyarakat dalam peran serta TNI AD dalam penanganan berbagai masalah di daerah, masyarakat juga menyadari bahwa peran serta TNI AD bukan lagi hanya sekedar penegakan keamanan, tapi ada peran lain yang cukup singnifikan dihadapkan kepada kondisi nyata yang terjadi di daerah yaitu peranannya membantu tugas – tugas pemerintah daerah menciptakan suatu kesejahteraan masyarakat. Peran ini bukanlah suatu peran yang muluk-muluk tetapi suatu peran yang melekat erat pada Komando Kewilayahan disamping peran mewujudkan ketahanan wilayah darat.


Peran Kowil dalam membantu tugas pemerintah daerah

Peran kowil dalam membantu tugas pemerintah daerah tidak terlepas dari makna yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945, dimana secara tersurat pembukaan UUD 1945 menyatakan bahwa negara melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk mewujudkan kesejahteraan umum, mencerdaskan kehidupan bangsa.


Dari pernyataan diatas melindungi dan mewujudkan kesejahteraan umum merupakan tugas dan kewajiban negara, yang dalam hal ini karena begitu besar dan luasnya lingkup tugas dan tanggung jawab negara, maka tugas tersebut didelegasikan menjadi tugas dan tanggung jawab alat dan aparat negara, yang salah satunya diemban oleh TNI AD sebagai alat pertahanan negara dan Pemerintah atau Pemerintah Daerah sebagai aparatur pemerintah yang mengelola dan menjalankan pemerintahan umum.


Khusus tentang peran TNI dalam membantu tugas pemerintah tidak terlepas dari tugas ke 9 yang tercantum dalam tugas OMSP yang diatur dalam UU RI No. 34 tahun 2004 tentang TNI, yakni membantu tugas pemerintahan di daerah. Sehingga memang sudah sewajarnya dan menjadi kewajiban dari TNI untuk turut serta aktif membantu pemerintah didaerah yang pelaksanaanya akan diatur lebih lanjut dengan peraturan pemerintah sesuai dengan kebutuhan dan kondisi daerah masing-masing.


Demikian pula halnya dengan Pemerintah atau Pemerintah Daerah, seyogyanya tidak alergi atau merasa terganggu dengan peranan TNI tersebut, bahwa keberadaan TNI AD yang dalam hal ini di daerah diwakili oleh satuan kowil adalah benar sebagai counterpart dalam bekerja dalam rangka mewujudkan tujuan negara, bukannya mengambil alih atau mencampuri urusan dalam pemerintah daerah, karena pada dasarnya tugas pokok kowil adalah mewujudkan ketahanan wilayah, sedangkan tugas pokok pemerintah daerah adalah mewujudkan kesejahteraan masyarakat.


Kedua tugas pokok tersebut kalau diibaratkan bagaikan dua sisi mata uang yang tidak bisa dipisahkan, yaitu keduanya saling membutuhkan dan saling mengisi untuk pada akhirnya uang tersebut mempunyai nilai. Impelementasi nyatanya adalah, bahwa pembangunan didaerah dalam rangka kesejahteraan rakyat membutuhkan prakondisi aman dan tenteram, demikian pula halnya kekuatan TNI mewujudkan kondisi aman dan tenteram juga ditopang oleh tingkat ekonomi yang baik yang berasal dari kesejahteraan masyarakat.


Dengan menyadari keterkaitan antara tugas TNI dan tugas pemerintah daerah, maka peran kowil dalam membantu tugas pemerintah di daerah menjadi penting dan merupakan bagian integral dari tugas kowil yang tidak dapat dipisahkan. Peran kowil tersebut agar dapat berdaya guna dan tepat sasaran, tentunya perlu dikoordinasikan dan disinegikan dengan program kerja pemerintah daerah.


Menyadari tentang pentingnya koordinasi dan sinergitas seperti disampaikan diatas, hal tersebut dapat dijadikan entry point bagi aparat Kowil untuk berperan aktif membantu pemerintah daerah, yang pelaksanaannya dapat melalui metode Binter agar program yang diajukan oleh Kowil dapat terarah dan dipertanggungjawabkan sesuai dengan aturan yang berlaku.


Binter sebagai metode membantu pemerintah daerah

Binter merupakan salah tugas pokok dari Komando Kewilayahan yang dilaksanakan untuk memberdayakan potensi wilayah menjadi kekuatan wilayah dalam bentuk ruang, alat dan kondisi juang yang tangguh guna penyiapan pertahanan negara


Penyelenggaraan Binter diharapkan dapat mencapai hasil yang optimal agar mampu memberdayakan potensi wilayah menjadi kekuatan yang dapat dijadikan modal untuk membantu Pemda meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pembinaan Teritorial dilaksanakan secara terus menerus dengan melibatkan instansi terkait terutama Pemerintah, Masyarakat atau Lembaga Non Departemen serta TNI AD sebagal inti secara terpadu dengan menggunakan metode binter yang meliputi Bhakti TNI, Pembinaan Ketahanan Wilayah dan Pembinaan Komunikasi Sosial.


Permasalahan dalam Binter

Metode Binter yang meliputi Bhakti TNI, Bintahwil dan Binkomsos yang dilaksanakan oleh aparat Kowil dalam pelaksanaannya membantu pemerintah daerah masih banyak menemui permasalahan ataupun kendala dilapangan, baik yang datang dari intern aparat kowil maupun dari ekstern.


Dalam kaitannya dengan intern aparat kowil itu sendiri, bermuara pada kwalitas dan kwantitas penguasaan mereka terhadap metode binter, yang pada akhirnya berakibat pada tidak optimalnya pelaksanaan binter.


Bhakti TNI

Bhakti TNI merupakan salah satu metode yang dilakukan oleh aparat Kowil untuk dapat membantu Pemda dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Ada dua kendala yang sering ditemui yang berkaitan dengan pelaksanaan Bhakti TNI, yaitu pertama, secara kwalitas aparat Kowil belum terlatih dalam berkoordinasi dan membuat perencanaan Bhakti TNI yang harus di sinkronkan dengan perencanaan pembangunan di wilayah, yang mengakibatkan antara program TNI dengan program Pemda terkesan berjalan sendiri-sendiri, dan kedua, secara kwantitas program Bhakti TNI yang dilaksanakan sangat minim, hal ini terkait juga dengan kurangnya kesempatan yang diberikan oleh Pemda dan minimmya koordinasi yang dilakukan aparat kewilayahan seperti Dandim/ Kasdim di tingkat Kabupaten / Kotamadya dan Danramil/Babinsa di tingkat Kecamatan / desa.


Pembinaan Ketahanan Wilayah

Dalam pelaksanaan pembinaan ketahanan wilayah membantu tugas pemerintah daerah, aparat kowil juga masih sering menghadapi permasalahan yang disebabkan oleh penguasaan aparat kowil itu sendiri baik secara kwalitas maupun kwantitas.


Secara kwalitas kemampuan aparat Kowil dalam berkomunikasi kepada Pemda dan masyarakat untuk menciptakan ketahanan wilayah belum merata. Hal tersebut mengakibatkan menurunnya ketahanan wilayah yang menimbulkan kerawanan tersendiri dalam bentuk gangguan dan ancaman keamanan, yang pada akhirnya akan menghambat pelaksanaan pembangunan diwilayah.


Secara kwantitas tingkat komunikasi antara Kowil dengan Pemda sangat minim, terutama yang berhubungan dengan pelaksanaan Bintahwil, yang pada akhirnya menyebabkan rendahnya pemahamam Pemda dan masyarakat terhadap arti pentingnya Ketahanan wilayah.


Pembinaan Komunikasi Sosial

Permasalahan yang timbul diseputar kemampuan pembinaan komunikasi sosial secara kwalitas adalah kemampuan komunikasi sosial aparat Kowil belum merata dan terlatih betul yang mengakibatkan sulitnya tercipta pemahaman dan penerimaan Binter oleh sebagian kalangan masyarakat. Dan secara kwantitas adalah frekuensi komunikasi yang dilaksanakan oleh aparat Kowil terhadap Pemda , tokoh masyarakat dan tokoh agama masih kurang yang berakibat minimnya partisipasi Pemda dan masyarakat untuk melaksanakan program-program yang dicanangkan oleh pihak TNI.


Solusi permasalahan Binter

Keberhasilan pembangunan daerah, khususnya dalam peningkatan kesejahteraan masyarakat tidak terlepas dari situasi yang kondusif, situasi ini bisa terwujud bila masyarakat mempunyai ketangguhan, keuletan, dan ketahanan dari pengaruh-pengaruh negatif. Dimana hal tersebut dapat dicapai dengan penerapan metode binter yang terencana, tepat dan terarah agar berhasil dan berdaya guna.


Menyadari bahwa metode Binter penting dalam mendukung tugas pemerintah daerah, maka diperlukan langkah yang tepat untuk mengatasi permasalahan yang timbul diseputar Binter, agar aparat kowil dapat mengoptimalkan pelaksanaan tugasnya membantu pemerintah daerah. Langkah yang dapat diambil meliputi :


Pertama, melalui Kebijakan , yaitu perlu adanya regulasi setingkat UU dan PP yang diusulkan kepada pemerintah dengan mencantumkan pelibatan Pemda secara proporsional dalam pelaksanaan Bhakti TNI yang dapat dijadikan dasar acuan baik bagi TNI dalam hal ini Aparat Kowil untuk membantu Pemda. Dengan adanya kebijakan berupa PP tersebut, menjadikan metode Binter yang dilaksanakan oleh Kowil mempunyai kekuatan hukum yang mengikat baik kepada Kowil itu sendiri, maupun Pemda yang dijadikan pegangan dari mulai perencanaan, pelaksanaan sampai dengan pengakhiran program-program kesejahteraan rakyat yang juga disinegikan dengan program membangun ketahanan wilayah di daerah.


Kedua, melalui sosialisasi tentang metode Binter yang meliputi Bhakti TNI, Bintahwil dan Binkomsos kepada Pemerintah Daerah dengan memberikan pemahaman dan penjelasan tentang pentingnya ketiga metode binter tersebut untuk membantu pemda dalam rangka meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dengan adanya pemahaman yang lebih mendalam tentang Binter kepada pemda, akan menjadikan lebih mudah bagi pihak pemda untuk menerima dan mendukung program-program Binter yang ditawarkan oleh pihak Kowil.


Ketiga, melalui latihan dan pendidikan kepada aparat kowil yang berhubungan dengan peyelenggaraaan Bhakti TNI, Bintahwil dan Binkomsos. Materi latihan dititik beratkan pada kemampuan menyelenggarakan administrasi dan koordinasi lintas sektoral serta kemampuan berkomunikasi yang efektif. Latihan dan pendidikan ini dirasa sangat penting sebagai modal dasar aparat Kowil dalam bertugas, karena dari kemampuan orang perorang aparat Kowil inilah dapat merepresentasikan kinerja kowil dalam membantu tugas pemerintah daerah.


Keempat, melalui evaluasi dan revisi piranti lunak yang mengatur tentang penyelenggaraan binter, agar pelaksanaan binter selalu update dengan situasi dan kondisi terkini dengan pengoperaionalnya mencantumkan pelibatan Pemda secara proporsional yang mengoptimalkan mekanisme hubungan kerja antara Pemda dan Kowil yang terkoordinasi dan terintegrasi. Langkah ini menjadi penting, karena perkembangan lingkungan strategis menyebabkan banyak sekali perubahan dan dinamika kehidupan yang perlu diselaraskan satu sama lainnya, demikian pula halnya dengan piranti lunak yang dimiliki oleh Kowil yang dijadikan dasar pegangan mereka merencanakan dan melaksanakan Binter, tentunya juga harus selaras dengan perkembangan dan tuntutan jaman.


Keempat langkah tersebut tersebut membutuhkan peran serta dari Komando Atas dan pelaksana dilapangan. Dalam hal kebijakan, tentunya yang lebih berperan adalah Kasad sebagai pemegang kebijakan tertinggi di TNI AD, sedangkan sosialisasi dapat dilakukan oleh pejabat kowil dari mulai Pangdam s.d Dandim sesuai dengan tataran kewenangannya. Pada bagian pendidikan dan latihan serta evaluasi dan revisi, domain kewenangannya berada pada LKT dalam hal ini adalah Pusterad. Diharapkan dengan menerapkan solusi tersebut diatas, maka permasalahan disekitar Bhakti TNI dapat teratasi dan pelaksanaan Binter akan lebih optimal di masa mendatang.


Dari pembahasan diatas dapat ditarik kesimpulan, bahwa Kowil memang mempunyai peran yang melekat untuk membantu tugas tugas pemerintah daerah melalui Binter yang merupakan tugas terkandung dari TNI AD yang dilaksanakan melalui metode binter. Permasalahan yang timbul dalam pelaksanaan binter membantu tugas pemda mensejahterakan rakyat dapat diatasi melalui kebijakan yang berkaitan dengan regulasi, sosialisasi binter, pendidikan dan latihan serta evaluasi dan revisi piranti lunak. Khusus yang berkaitan dengan regulasi dan revisi pinak memerlukan pelibatan dari pemegang kewenangan yang lebih tinggi, dalam hal ini Komando Atas untuk dapat merealisasikannya guna menunjang tugas Kowil membantu pemerintah daerah lebih optimal dan berdaya guna.


8.3.10

ARE YOU IN A GOOD CONDITION

How do you know IF YOU’RE IN GOOD CONDITION ?


Just simple think to do

Look and beware with your urine

See what colour of your urine

And, it will determine your condition


CLEAR, means : YOU’RE IN GOOD SHAPE

FLAXEN ( LIGHT YELLOW ), means : YOU STILL OK, BUT DRINK MORE WATER, please

FAIR ( MORE YELLOW ), means : YOU ARE BEING DEHIDRATED ! Drink water now

FALLOW ( DARK YELLOW ), means : WARNING, YOUR BODY IN DANGER !!!


Keep Drinking guys ,

But water

Not Alcohol