Seleksi adalah proses identifikasi dan pemilihan personel dari sekelompok personel yang paling cocok dan yang paling memenuhi syarat untuk kualifikasi, jabatan atau posisi tertentu. Seleksi apabila dikaitkan dengan teori TQM yang merupakan usaha untuk memaksimumkan daya saing organisasi melalui perbaikan terus menerus atas produk, jasa, manusia, proses dan lingkungannya, tentunya seleksi memerlukan banyak pertimbangan untuk memilih personel yang tepat, namun demikian pertimbangan yang dibutuhkan tersebut bukan diwujudkan dengan merubah, mengurangi atau melanggar standar, pedoman, persyaratan ataupun peraturan yang sudah ditentukan.
Kualitas adalah derajat
atau tingkat kesempurnaan, dalam hal ini kualitas adalah ukuran relatif dari
kebaikan[1]. Kualitas sangat
penting bagi organisasi atau perusahaan guna membantu mengembangkan kualitas
produknya. Bagi TNI kualitas yang dimaksud adalah SDM TNI yang merupakan elemen
penting dan utama dalam pengawakan organisasi
yang merupakan komponen utama dalam penyelenggaraan Pertahanan Negara.
Berkaitan antara seleksi dan kualitas,
seharusnya prinsip yang dianut adalah pedomani standar dan aturan yang telah
ditentukan seperti yang menjadi prinsip dari
TQM.
Sekali standar atau pedoman diabaikan, maka kompetensi yang dibutuhkan
untuk menghasilkan keluaran yang bermutu dan berkualitas menjadi
berkurang. Demikian pula halnya dengan
motivasi dan minat yang berkaitan erat dengan kualitas yang ditentukan.
Motivasi dan minat harus kuat dan sejalan dengan visi dan misi organisasi,
dalam hal TNI motivasi dan minat calon prajurit harus benar-benar menggambarkan
pengabdian kepada nusa dan bangsa melalui profesi sebagai bhayangkari negara.
Berkenaan dengan kendala praktik KKN yang
menghambat penerapan TQM, maka diperlukan tindakan tegas dari pimpinan TNI
untuk menegakkan aturan dan pemberian sanksi hukum yang berat untuk menimbulkan
efek jera agar pelanggaran dapat dieliminasi.
Sedangkan berkaitan dengan motivasi dan minat perlu untuk pendalaman
yang lebih lanjut agar dapat diklasifikasi dan dikelompokkan mana
yang masih bisa ditoleransi (dalam artian masih bisa dibentuk sikap mentalnya)
dan mana yang tidak bisa ditolerir dengan keputusan tidak diterima atau
diluluskan.
[1] Hansen, D.R. &
Maryanne M.M. 1999. Management Accounting
(Ancella A.H.,Penerjemah). Jakarta. Edisi 4. Jilid 2. Penerbit Eirlangga: hal. 5