25.12.09

JOURNEY TO EAST, part one

KA. Turangga St. Hall Bandung to St. Gubeng Surabaya


Bulan Desember bisa dikatakan sebagai bulan liburan, apalagi bulan Desember 2009 bisa dikatakan sebagai bulan penuh liburan, karena dari 31 hari yang ada terdapat 2 kali liburan Nasional dalam rangka memperingati Hari Besar Keagamaan, yaitu Tahun Baru Islam 1431 H dan Hari Raya Natal, dimana kedua hari besar tersebut kebetulan jatuhnya di hari Jum’at, sehingga menjepit hari Sabtu, dan biasanya liburan pun bisa dimulai lebih awal dari mulai hari kamis dan baru berakhir pada hari minggu.


Demikianlah yang dihadapi saat ini, Tahun Baru Islam 1431 H jatuh pada tanggal 18 Desember 2009, yang menyebabkan liburan dimulai dari Kamis Sore pada 17 Des dan baru berakhir pada hari Minggu, 20 Des, menjadikan minggu ke 3 Desember kita mempunyai Long Week End yang cukup panjang.


Sudah cukup lama tidak menikmati liburan dengan bepergian yang cukup jauh, sebenarnya untuk liburan kali ini, rencananya mau berlibur ke Aceh, namun setelah dipikir-pikir ongkos yang akan dikeluarkan akan cukup besar, mengingat waktu liburan yang sudah mendekati liburan Natal dan Tahun Baru, dimana hampir semua sarana angkutan memanfaatkan moment ini untuk menaikkan tarif, cukup wajar, karena hal tersebut sesuai dengan hukum Ekonomi, dimana pada saat demand meningkat, maka cost suatu barang/jasa akan ikut naik pula.


Akhirnya, diputuskan liburan kali ini, kita tetap liburan di tanah Jawa saja, dan mengarah ke arah timur. Kebetulan sekali bahwa ada teman satu angkatan yang berdinas di P. Madura, tepatnya di Kabupaten paling timur Pulau penghasil garam tersebut yaitu di Kabupaten Sumenep.


Setelah kontak ke teman yang berdinas di Sumenep dan yang bersangkutan bisa untuk dikunjungi, maka keputusan untuk berlibur ke Sumenep pun semakin mantap, sehingga rancangan liburan pun dimatangkan dengan browsing internet di dunia maya untuk mengetahui tempat wisata apa yang bisa dikunjungi di Sumenep.


Hari Kamis, 17 Desember 2009, dengan berbekal tiket Kereta Api Turangga jurusan Bandung – Surabaya yang seharga Rp. 270.000,- berangkatlah kami berdua dengan istri untuk mulai liburan ke Madura dan Surabaya, terutama mau melihat langsung Jembatan Suramadu, yang menjadi kebanggaan Provinsi Jawa Timur, khususnya penduduk Surabaya dan Madura, Jembatan yang diresmikan oleh Presiden SBY pada tahun 2008 ini sekarang telah menjadi ikon tersendiri bagi Surabaya dan Madura.


Liburan kali ini, sengaja hanya berdua saja dengan istri, tanpa membawa serta anak-anak, dengan pertimbangan bahwa, pertama hampir sebagian besar waktu liburan akan ditempuh dengan perjalanan darat yang cukup jauh, yang tentunya akan melelahkan bagi anak-anak dan yang kedua, faktor ongkos juga yang harus diperhitungkan apabila anak-anak semua harus ikut serta.


Sekitar jam 19.00 kereta Turangga mulai meninggalkan Stasiun Kota Bandung, dan perlahan bergerak ke arah timur membelah kegelapan malam menelusuri rel yang tersusun panjang sejauh 699 km, dengan rute Cipeundeuy, Tasikmalaya, Banjar, Kroya, Kutoarjo, Yogyakarta, Solo, Madiun, Jombang – Gubeng.




Gerbong Turangga yang saat ini kami naiki, sudah berubah jauh dengan gerbong Turangga yang pernah ku-naiki pada sekitar April 2008 yang lalu. Sekarang ini gerbong eksekutif Turangga jauh lebih baik, jauh lebih bersih dan lebih dingin dibandingkan yang lalu. Hal ini terlihat dari tempat duduk yang dilapisi dengan jok kulit, kaca jendela yang sudah mati, tidak dapat dibuka tutup lagi, dan yang paling menyolok perubahannya adalah adanya stop kontak tempat untuk men-charge perangkat lisrik dan lampu baca pada setiap tempat duduk yang diatur dua-dua bersebelahan kiri kanan dengan gang yang lumayan lebar.




Sebenarnya, sebelumnya kita sudah persiapan menghadapi dinginnya AC selama perjalanan dari Bandung ke Surabaya dengan membawa kaos kaki, agar kaki lebih hangat, namun ternyata AC di gerbong 6 KA Turangga entah kenapa terasa sangat dingin. Selidik punya selidik ternyata temperature yang terpampang di depan menunjukkan 19 derajat Celcius, pantas saja dingin yang ada di dalam gerbong terasa sangat menusuk, padahal kita sudah mengenakan jaket, kaos kaki dan ditambah balutan selimut yang dibagikan petugas kereta, ternyata semua perlengkapan tersebut belum cukup untuk menahan dinginnya suhu yang ada.




Untung sebelum berangkat, kita sudah makan terlebih dahulu di Hoka Hoka Bento yang ada di Stasiun Kota Bandung, karena ternyata sejak Agustus 2009, pihak Perumka tidak lagi menyediakan makan bagi penumpangnya, walaupun jarak yang ditempuh sangat jauh, menempuh waktu hampir 12 jam lebih dan harga tiket yang cukup mahal, sehingga temperatur yang dingin dan perjalanan yang panjang tidak membuat kita kelaparan.


Sebagai pengganti tidak disediakannya makan dan minum, pihak perumka memang menyediakan layanan makan dan minum bagi penumpangnya, yang sistimnya sudah siap saji, dan para pramuniaga KA bergerak menawarkan makanan dan minuman tersebut dari satu gerbong ke gerbong yang lain. Makanan yang ditawarkanpun cukup bervariasi, tapi berhubung dari awal memang sudah makan dan kitapun membawa bekal snack yang cukup, maka tawaran makanan dan minuman tersebut kami lewatkan saja.


Selama perjalanan, monitor flat TV yang ada di depan, menyajikan hiburan berupa lagu-lagu sebagai penghibur bagi para penumpang yang masih terjaga atau tidak bisa tidur selama perjalanan, menjelang jam 22.00 sajian lagu-lagu diganti dengan sajian film, namun berhubung kantuk sudah mulai datang, maka keinginan untuk menonton film pun memudar, kami lebih memilih untuk istirahat tidur, karena besok pagi, setelah sampai di Stasiun Gubeng, terbayang perjalanan panjang lagi dari Surabaya ke Sumenep, yang katanya menempuh waktu kira-kira 3 jam perjalanan darat.


Menjelang pagi sekitar jam 05.00 saat kereta mulai memasuki Madiun, kami terbangun, karena sentakan kereta yang cukup keras dan kereta berhenti cukup lama yang disertai adanya teriakan para penjaja makanan yang mengambil kesempatan untuk menjajakan makanannya.


Akhirnya mau tidak mau rasa kantukpun hilang berganti dengan rasa lapar yang mulai datang, melihat bahwa Surabaya sebagai tujuan akhir masih cukup jauh, maka sebagai pengganjal sementara rasa lapar, nasi pecel dan peyek lah yang menjadi pilihan sebagai sarapan pagi.


Nasi pecel yang ditawarkan masih hangat dan harganyapun cukup murah meriah, satu bungkusnya dihargai Rp. 6000,- dan peyek sebungkusnya Rp. 2000,-. Tapi kalau soal rasa jangan diharap, manalah mungkin dengan harga segitu dan jajanan yang disajikan secara keliling tersebut memenuhi kategori nikmat, tapi tak apalah, yang penting perut terganjal sementara dan jangan sampai masuk angin sebelum sampai tujuan.


Ternyata KA Turangga tidak bisa menepati jadwal waktu yang tertera di ticket kereta, sesuai dengan buku panduan yang ada di majalah kereta api dan tikcket kereta, bahwa KA Turangga akan sampai di Gubeng Surabaya pada jam 07.18, namun pada saat memasuki Mojokerto jam sudah menunjukkan pukul 07.00.


Sekitar jam 08.00 lewat KA Turangga mulai perlahan memasuki kota Surabaya, kesibukan kota Surabaya walaupun masih pagi sudah terlihat dari lalulalang kendaraan yang terlihat sepanjang jalan yang dilintasi oleh KA Turangga, rupanya benar adanya bahwa Surabaya adalah kota terbesar ke dua di Indonesia setelah Jakarta, kesibukan kota Surabaya walaupun hari Jum’at masih sangat pagi, namun denyut perekonomiannya sudah nyata terlihat, hampir disetiap palang pelintasan KA, terlihat tumpukan kendaraan yang sudah mulai memadat.


KA Turangga jurusan Bandung-Surabaya memasuki Stasiun Gubeng Surabaya sekitar jam 08.15, telat sekitar satu jam dari waktu yang tertera di ticket kereta. Namun hal ini tak mengapa, yang penting bagi kami bahwa, perjalanan darat kami lancar, tidak mengalami gangguan dan kami bisa sampai selamat di Gubeng tanpa kekurangan suatu apapun.


Stasiun Gubeng sebagai pemberhentian terakhir KA Turangga pagi itupun sudah mulai ramai,…….. lanjutkan kalo ada cerita tentang Gubeng. Stasiun Gubeng Surabaya adalah Stasiun KA yang terletak di daerah Gubeng - Surabaya, Jawa Timur dan berada dibawah naungan PT Kereta Api Persero Daerah Operasi VIII. Stasiun KA Gubeng merupakan Stasiun KA terbesar di Surabaya.



Mobil jemputan kami, rupanya sudah sekitar satu jam yang lalu menunggu di stasiun, namun kami tidak segera keluar dari stasiun, terlebih dahulu kami mencari toilet untuk sekedar cuci muka dan gosok gigi, untuk mandi, sepertinya bisa kami tunda dulu, nanti saja sekalian setelah sampai di Sumenep.


Setelah memasukkan semua barang bawaan kami, yang sebenarnya sangat ringkas, yaitu hanya 2 buah ransel backpack dan satu buah tas jinjing ke dalam mobil Toyota Avanza yang sudah menunggu diluar stasiun, kami menyempatkan diri dulu untuk mengambil foto di depan Stasiun Gubeng, yah…. Paling tidak sebagai bukti bahwa benar kami telah pernah menginjakkan kaki di Gubeng Surabaya.



Sekitar jam 08.40 mulailah mobil meninggalkan Stasiun Gubeng dan bergerak menuju ke arah Jembatan Suramadu untuk melanjutkan perjalanan panjang kami yang belum juga sampai di tujuan akhir yaitu Sumenep, kabupaten paling ujung timur dari Pulau Madura, pulau penghasil garam yang terkenal dengan Karapan Sapi dan satenya.


Bersambung……………………..




Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas perhatian anda, silahkan tinggalkan pesan dan kesan anda