27.8.09

TERORISME, part two

TERORISME ADALAH EXTRA ORDINARY CRIME

Terorisme merupakan kejahatan terhadap kemanusiaan dan peradaban serta merupakan salah satu ancaman serius terhadap kedaulatan setiap negara.
(Perpu No.1 tahun 2002)



Terorisme seharusnya di NKRI negeri tercinta kita ini tidak sekedar dijadikan sebagai TINDAK PIDANA terorisme.

Namun UU RI No. 15 Tahun 2003 tentang Terorisme yang kita miliki yang merupakan produk legal yuridis formal menyatakannya seperti tersebut diatas. Hal inilah yang kemudian sedikit mengganjal " upaya pengoptimalan pemberantasan terorisme " di NKRI, khususnya yang berhubungan dengan turut sertanya TNI untuk mengatasi terorisme.


Mengapa mesti TNI harus ikut juga memberantas terorisme
, padahal terorisme berdasarkan UU RI No. 15 tahun 2003 dinyatakan sebagai tindak pidana terorisme, sehingga secara otomatis menjadi kewenangan legal dari pihak kepolisian, dan bukankah di negara demokrasi seperti NKRI tercinta penggunaan militer khususnya TNI merupakan upaya terakhir, karena sifat dan ciri pengerahan militer yang sangat berbeda dengan penegakan hukum atau Law and Order yang dimiliki oleh pihak kepolisian.

Inilah dilema yang dihadapi oleh TNI, karena ternyata secara yuridis formal, TNI juga mempunyai kewajiban untuk turut mengatasi aksi terorisme, sesuai dengan amanat UU juga, dalam hal ini UU RI No. 34 tahun 2004 tentang TNI.

Menyikapi hal tersebut diatas, maka sudah seharusnya bangsa Indonesia, terutama para praktisi hukum dan legislatif perlu meninjau ulang tentang definisi terorisme, dan sudah selayaknya terorisme saat ini sesuai dengan perkembangan jaman dan tehnologi serta bentuk ancaman yang ditimbulkannya, tidak lagi sekedar di masukkan kedalam golongan tindak pidana atau kriminal biasa.

TERORISME SUDAH WAKTU UNTUK DIKATEGORIKAN SEBAGAI EXTRA ORDINARI CRIME (EOC).

Kenapa digolongkan kedalam kategori EXTRA ORDINARY CRIME, mari kita tinjau beberapa alasan yang bisa memperkuat pendapat tersebut.

Terorisme dikatakan EOC karena :

1. Aksi terorisme tidak mengenal belas kasihan sama sekali, bahkan jauh sekali dari pengertian dan pemahaman tentang HAM. Hal ini dikarenakan para pelaku aksi terorisme memandang korban hanya sebagai sarana mencapai tujuan. Semakin banyak korban dan semakin spektakuler dampak aksi mereka maka semakin berhasil sasaran utk mencapai tujuan akhir...
Dgn kata lain, teroris memandang nyawa manusia hanya sekedar hitungan angka, bukan jiwa yg harus dihargai.


2. Sasaran teroris disamping nyawa manusia biasa kadang juga menyasar kepada simbol-simbol suatu negara /pemerintahan, bahkan Kepala negara juga merupakan sasaran mereka, maka dalam hal ini apabila sudah berkenaan dengan simbol dan kepala negara maka sudah sewajarnya kalau terorisme bukan sekedar lagi kejahatan kriminal/pidana biasa, tapi sudah lebih dari itu, yaitu EOC.

3. Aksi terorisme dampaknya lebih kepada kredibilitas dan hakekat keberadaan serta ancaman utuh dan tegaknya NKRI, jadi bukan semata masalah keamanan, namun juga sudah masuk ke ranah PERTAHANAN, itulah sebabnya penanganan tentang terorisme juga diwadahi dalam UU NO. 34 TH 2004 tentang TNI.

4. Terorisme dengan segala aksi terornya sekarang ini lebih merupakan Kejahatan Internasional, hal ini sejalan dengan perkembangan jaman dan teknologi, maka pelaku aksi teror saat ini boleh saja warga negara sendiri atau dilakukan didalam negeri, namun dana dan otak dari Organisasi Terorisme bisa saja berasal dari luar negeri, atau bahkan pelakunya adalah WNA dan menjadikan negara lain sebagai ajang aksi terornya. Ini berarti bahwa adanya intervensi asing terhadap kedaulatan NKRI.

5. Kita mengenal adanya teror by state, yaitu tindakan aksi terorisme yang sepenuhnya didukung oleh pemerintah yang berkuasa, dalam hal ini menjadi suatu prasangka besar bahwa aksi aksi terorisme di dalam negeri dengan melihat kapasitas pendanaannya yang begitu besar, besar kemungkinan ada pihak asing atau bahkan negara asing yang menjadi dalang dalam aksi terorisme didalam negeri.

Mengacu kepada hal seperti ini maka yang disasar oleh aksi terorisme adalah kedaulatan NKRI dan adanya pihak luar yang menyerang ke dalam negeri, maka dapat diartikan adanya ANCAMAN DARI LUAR yang berarti sudah mengarah kepada ranah PERTAHANAN, bukan lagi kejahatan kriminal atau pidana biasa.


Yang menjadi permasalahan sekarang adalah perlunya kebijakan politik dari pemimpin nasional yang didukung penuh oleh legislatif dan lembaga pemerintahan lain untuk adanya semacam PP atau JUKLAK yang mengatur secara tegas dan jelas tentang sejauhmana, kapan dan bagaimana tataran kewenangan yang dimiliki oleh TNI untuk terlibat dalam mengatasi aksi terorisme.

Karena UU telah mengamnatkan peran serta TNI dalam penanganan aksi terorisme, jadi amanat tersebut harus dilaksanakan, kalau tidak maka TNI merasa mampu tapi tidak bisa berlaku,

Mengacu kepada permasalahan tentang perlunya kebijakan lanjutan dalam pengerahan TNI untuk terlibat dalam mengatasi aksi terorisme, maka apabila nantinya juklak atau Kepres atau PP, dsb harus menjelaskan apa arti permohonan bantuan dan kewajiban mutlak yang dimiliki TNI sesuai UU.

Tapi sekali lagi untuk dapat melangkah maju ke arah kebijakan tersebut, pertama-tama yang paling terpenting adalah adanya kesamaan cara pandang dan persepsi dari seluruh penyelenggara negara bahwa memang terorisme itu sudah bukan lagi tindak pidana, namun lebih mengarah kepada Extra Ordinary Crime.

salam,

24.8.09

TERORISME, part one

MENANGANI TERORISME, MENJADI KEWENANGAN SIAPA

Maraknya aksi terorisme di tanah air saat ini, disamping menimbulkan kecaman dan aksi-aksi kutukan terhadap tindakan mereka yang brutal dan tidak berperikemanusiaan, juga menimbulkan perdebatan tentang siapa saja yang berhak untuk menangani aksi terorisme.


Kalau jawabannya adalah seluruh komponen bangsa, memang betul demikian adanya, karena memang terorisme adalah musuh bersama, sehingga keberadaan terorisme dengan segala aksi teror dimanapun ia berada harus dilawan dan dibasmi sampai keakar-akarnya.


Namun dalam penanganannya dilapangan, masih menyisakan sedikit pertanyaan :

SIAPAKAH YANG PALING BERHAK UNTUK MENANGANI DAN MENUMPAS AKSI-AKSI TERORISME YANG ADA DI TANAH AIR SAAT INI ?


Pertanyaan ini terkesan semacam pertanyaan yang bodoh dihadapkan dengan pernyataan sebelumnya yang menyatakan bahwa terorisme adalah musuh bersama, sehingga penanganannya menjadi kewajiban seluruh komponen bangsa, namun ternyata apabila kita telisik lebih dalam, pertanyaan tersebut ada benarnya juga, kenapa demikian ?


Hal ini ternyata berawal dari operasi 18 jam yang digelar oleh Densus 88 Anti Teror Polri, dimana operasi tersebut di tayangkan secara live langsung dibeberapa mass media elektronik. Kesuksesan Densus 88 Anti Teror Polri ternyata kemudian menyisakan beberapa pertanyaan dan polemik di masyarakat. Hal ini terjadi karena masyarakat menanyakan tentang lamanya waktu dan hasil yang diperoleh oleh Polri, dihadapkan dengan pengerahan sekian banyak Polisi (600 personel..?) dan munisi (600 pers x 5 btr x 18 jam = …..butir peluru ? ) serta waktu dengan hasil yang ternyata Cuma 1 (satu) orang yang ditembak mati (yang ternyata bukan NMT ??) dan ternyata tidak diketemukan adanya bomb di dalam rumah yang dikepung tersebut selama sekian jam.


Pertanyaan masyarakat yang kemudian berujung kepada keraguan boleh jadi karena masyarakat sekarang lebih pintar dan lebih melek tentang ilmu pengetahuan. Sajian live yang ditayangkan langsung oleh beberapa TV swasta menjadikan masyarakat dapat mengikuti secara langsung pula dari jam ke jam, dari menit ke menit serta dari satu adegan ke adegan lain, yang kemudian berakhir dengan diusungnya sesosok mayat dalam kantung mayat, yang ditengarai sebagai NMT yang kemudian ternyata bukan.


18 jam dengan sekian ratus personel Polisi dan ribuan amunisi yang terhambur, namun hanya 1 orang saja teroris yang tertangkap dan tertembak mati pula, menjadikan suatu pertanyaan besar bagi kalangan awam, apakah perlu selama itu ?..... Apakah perlu sejumlah besar polisi ?..... dan Apakah tidak mubazir ribuan munisi yang ditembakkan ?.... Kenapa tidak bisa ditangkap hidup-hidup ?.. toh teroris sudah terkepung dan tidak bisa melarikan diri kemana-mana. Kalau tertangkap hidup khan bisa di interogasi untuk mengetahui jaringannya yang lain. Kalau Cuma akhirnya tertembak mati juga kenapa perlu lama-lama dan sekian ratus orang serta sekian ribu peluru.


Ternyata dibalik kesukseskan Operasi Temanggung tersebut, menimbulkan banyak sekali Apa..?, Kenapa..? dan Kalau dari masyarakat awam.


Ujung dari berbagai pertanyaan yang tidak terjawab tersebut kemudian menimbulkan rasa sangsi disebagian masyarakat, Keberhasilan Polisi menggelar Operasi Temanggung memang perlu diapresiasi dan dihargai, namun menurut mereka hasil tersebut bisa saja akan lebih besar dan optimal hasilnya apabila komponen bangsa yang lain juga dilibatkan, terutama untuk yang bersifat penindasan di lapangan, masih ada satuan penindak yang dimiliki oleh TNI dapat dilibatkan, karena TNI juga memiliki Satuan Anti Teror di setiap matra yang juga mempunyai kemampuan untuk Penanggulangan Teror yang siap di kerahkan dengan spesialisasi dan keahliannya.


Ya…. Sebagian masyarakat, sebagian pengamat militer, kaum dan praktisi intelijen mengingatkan kembali akan arti Satuan Penanggulangan Teror milik TNI yang sampai saat ini tidak juga dikerahkan untuk kegiatan-kegiatan penanggulangan teror, padahal mereka telah berlatih dan mempersiapkan diri untuk diberi tugas dan tanggung jawab untuk turut serta menanggulangai aksi-aksi terorisme yang makin marak di tanah air.


Namun, ternyata tidak mudah untuk melibatkan Satuan Penanggulangan Teror TNI, karena pelibatan mereka membutuhkan adanya keputusan politik, karena pengerahan Satua Penanggulangan Teror adalah pengerahan aksi militer, dan biasanya aksi atau operasi militer mempunyai dampak bawaan yang tidak kecil pula.


Disamping, itu ternyata sementara ini kewenangan untuk mengatasi aksi terorisme di tanah air masih menjadi kewenangan dari Polisi karena UU No 15 tahun 2003 tentang Terorisme yang menjadi landasan aparat memerangi terorisme menyatakan bahwa aksi terorisme adalah tindakan kriminal atau pidana. Dasar inilah yang menjadikan kelegalan, keabsahan dan kewenangan sepenuhnya pihak Polri menangani aksi-aksi terorisme. UU ini menjadikan Polisi sebagai satu-satunya aparat yang berwenang dalam penyidikan dan penanganan aksi terorisme.


Sementara itu, UU No 34 tahun 2004 tentang TNI juga mengamanatkan tentang tugas OMSP dari TNI yang salah satunya adalah penanganan aksi terorisme…. Inilah yang kemudian menjadikan Satuan Penanggulangan Teror TNI masih eksist sampai saat ini, mereka terus berlatih dan berlatih dan menunggu untuk dipanggil menjalankan tugas untuk ikut menangani aksi terorisme.


Namun ternyata panggilan tugas itu tidaklah kunjung datang jua…. Karena alasan yuridis tentang penafsiran UU yang berbeda antara UU No 15 tahun 2003 dan UU no 34 tahun 2004 maka sampai saat ini terjadi kebuntuan dilapangan tentang siapa yang berwenang untuk menangani aksi teroris.


Disatu sisi Polisi mengantungi UU dan mempunyai kewenangan penuh menangani aksi terorisme (dan ini berhasil Polisi lakukan dengan berbagai macam penangkapan dan pengungkapan jaringan terorisme) di sisi yang lain Satuan Penanggulangan Teror TNI tetap berlatih dan siap untuk kapan saja dikerahkan guna mengamankan amanat UU juga.


Kita sadar dan mengetahui bahwa aksi terorisme tidak akan menunggu selesainya perdebatan tentang siapa yang paling berwenang atau siapa saja yang bisa dilibatkan dalam penanganan aksi terorisme. Teroris dengan aksi-aksi teror mereka akan tetap berlanjut dan mencarai kelengahan aparat untuk kembali menggelar aksi mereka. Namun penanganan 18 jam kembali membuahkan pertanyaan tersendiri di kalangan masyarakat tentang Densus 88 Anti Teror Polisi dan keberadaan Satuan Penanggulangan Teror TNI.


Padahal di dalam dunia yuridis kita mengenal yang namanya Asas Adagium
“Lex Posteriore derogat legi priori” yaitu asas yang mengatakan apabila ada pertentangan antara dua UU maka yang berlaku adalah UU yang terbit belakangan, dalam hal ini akankah UU No.15 tahun 2003 dapat di abaikan dan UU No. 34 tahun 2004 lebih dapat digunakan.


Wallahualam.

Salam,

Imung


22.8.09

MARHABAN YA RAMADHAN


Bagi seorang Muslim yang Beriman,....
maka................

Perkataan yang paling indah untuk dilafalkan adalah "ALLAH"
Ketika ia mendengar dan bersenandung, tiada yang dapat mengalahkan merdunya suara "ADZAN"
Tiada buku dan kitab yang paling lengkap dan benar ajarannya kecuali "ALQUR'AN"

Cara hidup sehat adalah Hidup yang bisa membatasi segala hawa nafsu dan godaan dan mengandung makna untuk mengetahui sedikit penderitaan orang lain....
Maka cara hidup yang demikian tiada lain dan tiada bukan selain "PUASA"

Tiada cara membersihkan diri yang paling sempurna kecuali "WUDHU"
Perjalanan mencari jati diri yang paling dicari dan diminati adalah "HAJI'
Ketika merenung dan memikirkan akan dirinya tiada bukan selain tentang "DOSA & TAUBAT"

Ketika ia menyadari betapa masih jauhnya ia akan pahala akhirat.
Ketika ia menyadari betapa banyaknya dosa yang telah diperbuat.
Maka sudah waktunya ia untuk membangun kembali pahala yang dirajut melalui
SHOLAT dan DZIKIR

Waktu untuk menambah pahala telah tiba
Waktu untuk memperbanyak amal dan ibadah telah tiba
Waktu dimana segala kebaikan amal dan pahala akan dilipatgandakan telah tiba
Songsong dan sambutlah RAMADHAN.

Selamat menunaikan Ibadah Puasa di Bulan Ramadhan 1430H


15.8.09

HIDUP BUKANLAH KE SIA-SIA AN



Hidup di dunia memang harus punya tujuan.

Mencapai tujuan harus dengan perjuangan.

Perjuangan membutuhkan pengorbanan.

Selama pengorbanan itu sepadan maka hidup tidak akan sia-sia.


Perjuangan untuk mencapai tujuan memang tidak akan merubah takdir.

Namun dengan usaha, manusia bisa merubah nasib.

Nasiblah yang membedakan manusia yang satu dengan manusia yang lain.

Karena itu, hidup haruslah berarti.


ALLAH SWTpun mengatakan....
Sebaik-baiknya manusia di dunia adalah...
MANUSIA YANG BERGUNA BAGI YANG LAIN.
Ini mengandung maksud
Keberadaan kita harus BERARTI bagi ORANG LAIN.

Sejelek-jeleknya orang.
Serendah-rendahnya jabatan orang.
Tapi apabila KEBERADAANnya mengandung ARTI
Maka MANUSIA itu adalah Mahluk yang berharga
DI MATA DUNIA
dan
DI MATA AKHIRAT

Hidup dan Kehidupan adalah suatu kesatuan
Suatu Ekosistem yang saling membutuhkan.
Maka Kehidupan seseorang haruslah berarti bagi lingkungannya.
Dan, Kematian seseorang tentunya mempunyai makna bagi orang lain.
Karena tidak ada manusia yang abadi
Tidak ada manusia yang akan hidup selamanya..

Hidup dan Mati adalah Takdir.
Sedangkan Kesenangan dan Penderitaan adalah Nasib.
Perjuangkanlah Nasib tersebut.
Rebutlah kehidupan,
Nikmatilah kesenangan,
Namun, jangan pernah jauh dari petunjukNYA

Karena itu, Manusia haruslah BER-IMAN.
Agar TUJUAN HIDUPnya ada landasan.
Landasan Iman yang mengajarkan CINTA, KASIH SAYANG dan KEDAMAIAN.
Bukannya KETAKUTAN, KEHANCURAN dan KEMATIAN.

Manusia diciptakan ALLAH SWT untuk menjadi KAFILAH di bumi.
Untuk MEMBANGUN, MENCIPTA dan MEMELIHARA PERDAMAIAN
bukannya MENEBAR KEBENCIAN, TEROR dan KEMATIAN.

Manusia dilahirkan di dunia oleh ALLAH SWT untuk BERIBADAH
Beribadah itu hanya bisa dilakukan hanya Jika kita HIDUP
Jadi, manalah mungkin kita beribadah apabila kita MATI
MATI dengan kesengajaan dan sekaligus membawa KESENGSARAAN
MATI bunuh diri sebagai PENGANTIN BOM
adalah .... SUATU KE SIA SIA an
Karena setelah mati... IBADAH itu akan terhenti.
Hidup akan terhenti
Perjuangan akan terhenti.

Karenanya......
HARGAILAH HIDUP
BERJUANGLAH untuk HIDUP
CAPAILAH TUJUAN
RUBAHLAH NASIB
INSYAALLAH apabila memang TUJUAN kita MULIA
dan BERARTI bagi Orang Lain.
maka, PADA AKHIRNYA
PERJUANGAN KITA TIDAKLAH SIA SIA

MARI HARGAI HIDUP dan KEHIDUPAN
Hidup dan Kehidupan yang merupakan MILIK KITA dan juga MILIK MEREKA,
Karena, sekali lagi
SEBAIK BAIKnya MANUSIA adalah IA YANG BERGUNA BAGI ORANG LAIN.

13.8.09

ANUGRAH GUSTI ALLAH

"Anugerah Gusti Allah"

Sering kali aku berkata,
Ketika orang memuji milikku,
Bahwa sesungguhnya ini hanya titipan,
Bahwa mobilku hanya titipanNya,
Bahwa rumahku hanya titipanNya,
Bahwa hartaku hanya titipanNya,
Bahwa putraku hanya titipanNya,

Tetapi,
Mengapa aku tak pernah bertanya,
Mengapa Dia menitipkan padaku?
Untuk apa Dia menitipkan ini padaku?
Dan kalau bukan milikku,
Apa yang harus kulakukan untuk milikNya ini?
Adakah aku memiliki hak atas sesuatu yang bukan milikku?
Mengapa hatiku justru terasa berat,
Ketika titipan itu diminta kembali oleh-Nya?

Ketika diminta kembali,
Kusebut itu sebagai musibah,
Kusebut itu sebagai ujian,
Kusebut sebagai petaka,
Kusebut dengan panggilan apa saja
untuk melukiskan bahwa itu adalah derita.

Ketika aku berdoa,
Kuminta titipan yang cocok dengan nafsuku,
Aku ingin lebih banyak harta,
Ingin lebih banyak mobil,
Lebih banyak popularitas,
Dan kutolak sakit,
Kutolak kemiskinan,
Seolah semua ”derita” adalah hukuman bagiku,
Seolah keadilan dan kasihNya harus berjalan seperti matematika:
Aku rajin ibadah, maka selayaknya derita menjauh dariku,
Dan nikmat dunia kerap menghampiriku.

Kuperlakukan Dia seolah mitra dagang,
Dan bukan kekasih.
Kuminta Dia membalas ”perlakuan baikku”,
Dan menolak keputusanNya yang tak sesuai keinginanku.

Gusti,
Padahal tiap hari kuucapkan ,
Hidup dan matiku hanyalah untuk beribadah... .

”Ketika langit bumi bersatu,
bencana dan keberuntungan sama saja”

(WS Rendra)