Di ASEAN kita perlu memastikan
kerangka kerja
sama
di
bidang keamanan siber
juga memuat pelindungan data pribadi.
Untuk itu kerja sama siber merupakan
keharusan
(Presiden Joko Widodo)
Rapat Pleno KTT Ke-32 ASEAN di The Istana Singapura
Pendahuluan:
Globalisasi adalah
sebuah fenomena yang tidak bisa dihindari oleh semua bangsa dan negara di
dunia. Globalisasi telah membawa
pengaruh pada keterhubungan dan keterpengaruhan hidup diantara bangsa-bangsa,
dimana globalisasi telah menhadirkan isu-isu kompleks dan berbagai ancaman utama mulai dari bahaya nuklir hingga
terorisme global, ketidaksetaraan gender, kejahatan dunia maya, serta dampak
perubahan iklim parah berupa badai dan banjir di beberapa belahan dunia.[1] Demikian pula halnya dengan Indonesia, salah
satu ancaman utama yang sedang dihadapi adalah ancaman dunia siber yang
dipengaruhi oleh kemajuan teknologi dan informasi.
Kemajuan teknologi
dan informasi dewasa ini bagaikan pedang bermata dua, disatu sisi dunia
maya/siber merupakan sebuah kebutuhan bagi kehidupan manusia dan menjadi
penghubung komunikasi manusia satu dengan yang lain tanpa dibatasai jauhnya
jarak, namun disisi lain terdapat sisi negatif yang ditimbulkannya, dari mulai
yang ringan seperti efek ketergantungan sampai dengan yang berat berkaitan
dengan sektor keamanan suatu negara, berupa ketegangan antar negara-negara dan
mengganggu stabilitas keamanan serta menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan
lingkungan bahkan bisa mengganggu hubungan antar negara.
Asosiasi
Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat sepanjang tahun 2017
dihadapkan dengan populasi penduduk Indonesia yang mencapai 262 juta orang, lebih
dari 50 persen atau sekitar 143 juta orang telah terhubung jaringan internet.[2] Jumlah ini menempatkan Indonesia diperingkat
ke lima pengguna internet dunia dengan total angka 3,8 miliar (RRT 738,5 juta,
India 462,1 juta, US 286,9 juta, Brasil 139,1 juta dan Indonesia 132,7 juta).[3] Namun demikian jumlah yang besar tersebut
juga perlu menjadi perhatian dihadapkan dengan Ketahanan Nasional, karena sifatnya
yang maya tersebut menjadikan serangan siber tidak mudah dideteksi apalagi
kecepatan dan luasnya sebaran serta dampak yang ditimbulkannya sangat
signifikan dan mengerikan.
Permasalahannya: Bagaimana mewujudkan ketahanan
di bidang siber menghadapi tantangan
globalisasi.
Pembahasan
a. Ancaman
Siber.
Informasi, media dan dunia internet dewasa ini sangat
erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari, dengan semakin berubahnya dunia
akibat pengaruh lingkungan strategis mengakibatkan timbul jenis kejahatan baru,
yaitu kejahatan siber (cybercrime).
Dalam hukum siber, cybercrime
didefinisikan sebagai tindak pidana apa saja yang dilakukan dengan memakai
komputer (hardware dan software) sebagai sarana atau alat, komputer
sebagai objek baik untuk memperoleh keuntungan atau tidak, dengan merugikan
pihak lain.[4]
Jenis dan pelanggaran kejahatan siber sangat
beragam sebagai akibat dari penerapan teknologi. Berdasarkan kegiatan yang dilakukannya
kejahatan siber meliputi akses illegal, konten illegal, penyebaran virus,
spionase siber, sabotase, pemerasan, penggunaan kartu (carding), hacking dan cracker, siber terorisme, dll.
Dalam
perkembangannya serangan siber bukan hanya menyerang sekor pribadi atau swasta,
bahkan sudah ada bukti kejahatan siber juga menarget dan menyerang unit-unit
vital negara secara efektif dan masif. Contoh kejahatan yang terkenal karena
efek dahsyatnya adalah Ransomware
Wannacry.
WannaCry adalah sebuah serangan siber yang menyerang seluruh dunia
pada bulan Mei 2017 yang mengakibatkan data vital suatu jaringan komputer terekripsi,
dan meminta tebusan menggunakan Bitcoin untuk mengembalikan data yang telah
dienkripsi.
Di Indonesia WannaCry
menyerang RS Dharmais dan RS Harapan Kita yang menyebabkan data pasien dalam
jaringan komputer tidak bisa diakses. Contoh lain serangan siber adalah;
peretasan terhadap Komisi Pemilihan Umum (Februari 2017); peretasan terhadap
Telkomsel (April 2017); situs Dewan Pers Indonesia dan Kejaksaan Agung (Mei 2017)
yang dampaknya merugikan.
Peretasan
situs KPU medio Februari 2017 yang saat itu tengah sibuk dalam penghitungan
suara Pilkada DKI sempat menjadi isu nasional karena menyangkut kredibilitas
KPU. Jika hasil penghitungan final KPU
nantinya berbeda dengan hasil hitung cepat (quick
count) bisa berakibat penolakan salah satu pihak yang mengarah ketidak
puasan massa dan stabilitas politik nasional, untungnya hal ini segera dapat
diatasi.
Dari beberapa contoh diatas dapat dilihat dampak yang
ditimbulkan oleh serangan siber bisa sangat cepat, meluas, masif, strategis dan
mempengaruhi stabilitas nasional suatu negara sehingga membutuhkan penanganan
yang serius dan terkoordinir oleh stake
holder terkait.
b. Tingkatkan
Ketahanan Nasional di bidang Siber.
Berkaca dari serangan siber yang begitu sangat masif, Indonesia Security Incident Response Team on
Internet Infrastructure (ID-SIRTII) mencatat sejak Januari hingga Juli 2017
terdapat 177,3 juta serangan siber yang masuk ke Indonesia, artinya setiap hari
terjadi 836.200 serangan siber[5]. Maka pada Januari 2018 pemerintah telah
meresmikan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Menurut pemerintah, badan ini
didirikan untuk memperkuat pertahanan siber Indonesia mencegah serangan-serangan
siber yang dilakukan oleh pihak luar.
Pembentukan BSSN merupakan salah satu bentuk aplikasi Ketahanan Nasional,
dimana dalam menyusun suatu Ketahanan Nasional sangat dibutuhkan adanya
informasi, data dan sumber yang menyangkut asta gatra (geografi, sumber
kekayaan alam (SKA), demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya,
serta pertahanan dan keamanan).
Ketahanan Nasional di bidang siber diwujudkan dalam bentuk Keamanan
Siber, sedangkan keamanan siber bertujuan untuk menangkal cyber crime yang menyerang sektor pribadi, swasta dan negara maka
ada tiga aktor utama yang bertanggung jawab untuk meningkatkan Ketahanan
Nasional di bidang siber, yaitu pemerintah, aktor non negara dan individu.
Pemerintah telah membentuk BSSN, namun bukan berarti tugas
pemerintah telah selesai sampai disitu, masih diperlukan adanya penguatan peran
dan fungsi BSSN dihadapkan dengan perkembangan lingkungan strategik yang
demikian dinamis, apalagi perkembangan teknologi berbanding terbalik dengan
pranata hukum yang mengaturnya.
Teknologi informasi dalam hitungan tahun dapat
berkembang sedemikian pesatnya, sedangkan hukum yang mengaturnya seolah-olah
jalan ditempat. Apalagi saat ini
disamping BSSN masih terdapat badan siber lain (Satuan Siber Polri, BIN dan
TNI) yang terlebih dulu terbentuk, sehingga tentunya perlu adanya sinergitas
agar tugas dan fungsinya bisa saling menunjang dan tidak berbenturan di
lapangan.
Aktor non negara juga berperan penting dalam peningkatan Ketahanan
Nasional, karena keamanan siber terbentuk dari adanya kerja sama teknis dan
keamanan internal, sistem yang tangguh dan teruji yang memiliki pola responsif
dan yang paling penting terjalinnya sharing informasi. Untuk itu aktor non negara yang dalam hal ini
bisa dari sektor swasta, perbankan, akademisi dan lain-lain perlu untuk selalu membangun
awareness, dengan cara mengadopsi
perubahan teknologi dan membuat SOP dengan standar keamanan yang tinggi. Karena
seringkali model pengembangan dan manufaktur teknologi yang tersedia seringkali
tidak cukup mempertimbangkan kemungkinan resiko, atau kecepatan peningkatan
ancaman modern yang dihadapi.
Peran individu juga tidak kalah penting, kesadaran publik
akan rentannya mereka dari serangan kejahatan siber perlu dibangun dan ditingkatkan.
Kesadaran ini diarahkan untuk timbulnya prilaku individu yang dapat mengurangi
kegiatan-kegiatan beresiko yang berhubungan dengan kejahatan dunia maya. Baik
yang bisa terjadi karena kealpaan, ketidak tahuan, keingintahuan, ikut-ikutan
ataupun kegiatan dunia maya yang dilakukan secara sadar tapi individu tidak
mengerti akan dampak yang dihasilkan dari tindakannya tersebut bisa merugikan
orang lain. Disinilah peran pemerintah dan swasta hadir untuk ikut serta
memberikan pendidikan siber kepada publik agar keamanan siber bisa terwujud
dalam rangka peningkatan Ketahanan Nasional.
Penutup.
a. Simpulan.
Globalisasi telah membawa perubahan mendasar diberbagai
kehidupan masyarakat, salah satunya pada bidang teknologi informasi dimana
telah terjadi arus informasi yang tidak bisa dibendung. Disatu sisi penggunaan teknologi informasi
adalah kebutuhan hidup tapi disisi lain dapat berdampak merugikan bukan hanya
untuk pribadi tapi juga terhadap keamanan negara. Sehingga diperlukan langkah konkrit berupa
pengenalan ancaman kejahatan siber dan peran serta pemerintah, aktor non negara
dan individu untuk mewujudkan keamanan siber guna meningkatkan Ketahanan
Nasional.
b. Saran.
Mengingat keamanan siber merupakan tanggung jawab
bersama, maka perlu peran Pemerintah untuk memperkuat regulasi yang ada agar
tidak ketinggalan dengan perkembangan teknologi informasi, memperkuat peran dan
fungsi BSSN dan memberikan edukasi kepada publik agar timbul kesadaran
menggunakan internet secara baik dan bertanggung jawab.