24.5.09

BENCANA, KEMANA ENGKAU AKAN BERLABUH


KECELAKAAN ALUTSISTA TNI, SEBUAH BENCANA ATAU SEKEDAR PERISTIWA

Bencana demi bencana telah bertubi-tubi menimpa TNI, bahkan tahun 2009 ini saja dari mulai april sampai dengan mei telah terjadi 3 kali kecelakaan alutsista TNI ( 6 April 09 Foker, 6 Mei 09 dan 20 Mei 09 Hercules ) sehingga dapat dikatakan dalam kurun waktu 44 hari telah terjadi korban (sia-sia) sekitar 124 prajurit TNI dari mulai pangkat prajurit sampai dengan Marsma. Sungguh dasyat derita TNI dan para prajuritnya, mereka adalah prajurit bhayangkara negara yang bersumpah akan membela NKRI sampai dengan titik darah penghabisan, membela negara tercinta dengan rela mengorbankan jiwa raganya, tapi akankah pengorbanan ini ada harganya bagi negara kita.

Memperingati Hari Kebangkitan Nasional TNI telah kehilangan paling tidak 100 prajuritnya. Kalau kita menggunakan perhitungan matematika yang simpel, maka didapatkan hasil yang sungguh luar biasa, yaitu setiap 15 hari sekali 1 alutsista TNI mengalami kecelakaan dan setiap harinya 2 sd 3 prajurit TNI meninggal dunia karena kecelakaan alutsista. Berapa besarnya kerugian yang diderita negara khususnya TNI dengan adanya peristiwa demi peristiwa tersebut.

Bencana yang datang sudahkah kita evaluasi dengan seksama ?
pertanyaan yang sederhana ini akan menimbulkan jawaban yang berbeda. Kenapa dikatakan berbeda, karena tindak lanjut dan penanganan pasca bencana akan berbeda pada setiap levelnya, pada level setingkat pemerintah dan politisi yang memegang kewenangan kebijakan, tindak lanjut dari bencana selama ini hanya sebatas simpati, dan mengatakan bahwa kondisi keuangan negara yang masih terbatas dan lagi negara kita saat ini sedang menghadapi krisis keuangan global belum memungkinkan untuk menindak lanjuti pembenahan sektor keuangan.
Kesimpulan kecilnya bertahanlah wahai TNI ku


Pada level Mabes TNI yang memegang kebijakan pengelolaan anggaran dan penggunaan alutsista, tindak lanjut dari bencana yang lalu ( medio april 09 ) adalah pemeriksaan menyeluruh dari kesiapan alutsista yang ada, dan grounded sementara alutsista sejenis yang mengalami naas, namun langkah ini tidak bisa lama-lama ditempuh karena akan sangat berpengaruh pada dukungan operasional baik administrasi maupun kesiapan operasi satuan.
Langkah lain yang ditempuh adalah membentuk Tim Pemeriksa Kecelakaan Alutsista untuk evaluasi dan pemberitaan kepada publik tentang penyebab kecelakaan tersebut. Tapi kalau kemudian kita menyitir pernyataan dari Kadispenau bahwa hasil dari pemeriksaan akan disampaikan kepada publik dengan tetap memperhatikan faktor-faktor pertimbangan kebijakan komando, yang berarti bahwa tidak semua hasil penyelidikan akan menjadi konsumsi publik, padahal publikpun (sebenarnya atau bahkan memang seharusnya) berhak tahu apa yang menjadi penyebab kecelakaan tersebut, karena pembelian alutsista TNI berasal dari APBN yang notebene juga berasal dari pajak rakyat.
Sementara waktu evaluasi dan penyelidikan berjalan, anggaran yang diterima sekarang ini yang sedang dikelola sebagian besar prosentasenya untuk belanja rutin, sisanya yang prosentasenya kecil untuk sekedar pemeliharaan dan sangat terbatas untuk latihan. Anggaran yang terbatas itupun masih dipotong lagi sekian persen untuk kepentingan negara yang lain, inilah dilema kebijakan yang harus dibijaki oleh Mabes TNI.
Kesimpulan kecil bagian ini adalah, wahai negaraku .... pertahanan-ku telah sampai pada GPA ( Garis Pertahanan Akhir )

Kemudian pada level pelaksana lapangan yaitu dari Koops TNI AU, Skuadron, tehnisi pemelihara alutsista sampai dengan prajurit yang menggunakan alutsista tersebut.. yang menjalankan kebijakan Komando Atas, menindak lanjuti bencana dengan berusaha sekuat tenaga dengan memeras otak, memeras tenaga dan memeras keringat mereka untuk dapat menyiapkan alutsista agar dapat digunakan untuk mengawal dan mengamankan negara tercinta. Banyak sekali langkah yang ditempuh, Para Panglima dan unsur komandan berolah pikir dan berolah rasa agar perintah yang keluar dari kewenganan mereka dapat dilaksanakan oleh prajurit. Para tehnisi berolah karya bahkan kalau perlu sistem kanibal, sedangkan para prajurit ber-olahyudha agar kemampuan mereka tetap terjaga, walaupun antara keringat yang keluar dengan asupan gizi yang masuk belum tentu setara. Tetapi mereka adalah prajurit negara yang berjuang tanpa pamrih, yang bahkan rela mengeluarkan koceknya sendiri untuk kelancaran dan tercapainya tugas yang diembankan kepada mereka. Kondisi yang serba cekak, serba terbatas serta dihadapkan pada tuntutan kehidupan pribadi dan keluarga yang harus juga dipenuhi dari mulai mengebulnya dapur sampai dengan uang jajan anak sekolah harus dapat terjawab... lengkaplah sudah (derita) kehidupan prajurit baik kehidupan kedinasan maupun kehidupan keluarga dan keseharian.
Kesimpulan kecil pada bagian ini, Komandan,..... KDP ( kemungkinan daerah penerobosan) telah berhasil diterobos oleh musuh.

Kalau musuh sudah berhasil menerobos KDP maka
Komandan akan mengerahkan pasukan cadangannya untuk melaksanakan serbal
.... demikianlah kira kira teori pertahanan yang kita terima dan pahami.
Maka mari kita tengok implementasi serbal yang dimaksud dalam kehidupan nyata saat ini. Negeri tercinta kita saat ini sedang menghadapi tahapan demokrasi yang penting yaitu selesainya pemilu legeslatif dan berlanjut kepada persiapan pemilu presiden dan wakil presidennya.

Coba kita tengok tanggapan mereka akan bencana terbaru (alutsista) TNI yang mengakibatkan paling tidak 100 prajurit menjadi korban. JK sebagai wakil presiden menyatakan bahwa peristiwa demi peristiwa yang menimpa TNI adalah akumulasi dari minimnya anggaran TNI yang secara logis menyebabkan tingkat kesiapan TNI menurun pula. Sedangkan SBY sebagai orang nomor satu di republik tercinta menyatakan, bahwa memang anggaran TNI minim, tetapi minimnya tersebut diarahkan kepada pembatasan dibidang latihan dan pengadaan alutsista, jadi peristiwa kecelakaan yang menimpa TNI bukan semata-mata masalah anggaran.

Alangkah ironisnya bencana yang dihadapi oleh TNI, ibarat pepatah mengatakan...sudah jatuh tertimpa tangga pula.

Ironi yang pertama, Orang nomor satu dan nomor dua di republik ini mempunyai sikap yang berbeda dalam menanggapi bencana, terlepas dari bahwa pernyataan mereka adalah sikap politis saat ini yang saling berseberangan dalam rangka pemilu mendatang, tapi seharusnya di ingat bahwa SBY - JK saat ini adalah presiden dan wakit presiden yang resmi dan diakui oleh seluruh rakyat, SBY-JK adalah perwakilan dari pemerintah yang sedang berjalan, tapi bagaimana mungkin satu peristiwa, satu ( dua dan tiga ) bencana ditanggapi berbeda. Mana yang harus di percaya... janganlah rakyat dan TNI dibuat bingung oleh mereka. Bencana yang ada seharusnya menyadarkan kita semua, bahwa pada akhirnya yang rugi bukan hanya TNI karena kehilangan para prajurit terbaiknya, tetapi juga negara karena kehilangan alutsista berharga untuk mengawal dan mengamankan negara, sudah (alutsistanya) terbatas berkurang lagi jumlahnya. Dan juga rakyat mengalami kerugian pula, karena bencana tersebut telah merengut anggota keluarga mereka pula dan pada akhirnya menjadi beban negara untuk pemenuhan / pengadaan berikutnya baik personel maupun alutsista, yang ujung-ujungnya adalah pajak rakyat juga yang digunakan.

Ironi yang kedua
, Sepertinya mereka-mereka para pemegang kebijakan dan kewenangan dalam sektor pertahanan, menganggap bahwa kejadian-kejadian yang menimpa TNI adalah (sekedar) peristiwa atau rangkaian satu peristiwa ke peristiwa berikutnya. Kejadian tersebut dianggap (saat ini) bukanlah bencana, atau belum pada tingkat bencana bagi TNI. Karena kejadian demi kejadian tersebut baru dianggap peristiwa bukanlah bencana bagi TNI, maka keseriusan mereka untuk menanganinya-pun belumlah pada tingkatan emergensi atau keharusan. Bahwa penanganan alutsista TNI masih bisa dikesampingkan toh ancaman yang dihadapi oleh TNI belum begitu nyata.... mungkin demikian pola pikir mereka. Sedangkan TNI jelas - jelas menyatakan bahwa kondisi saat ini adalah bencana bagi sektor pertahanan negara. Pola pikir (mereka) yang demikian mungkin akan berbeda kalau suatu saat nanti sanak saudara atau bahkan anak mereka sendiri yang menjadi korban dalam bencana tersebut. Tapi akankah kita menunggu sampai ada korban (anak petinggi negeri) berikutnya.
Ironi yang ketiga, Kesejahteraan prajurit telah diatur dalam UU, dengan sangat jelas dan gamblang UU tentang TNI mensyaratkan apa yang dimaksud dengan profesionalitas dan kesejahteraan TNI, namun apa mau dikata yang di undang-undangkan saja belum bisa dipenuhi apalagi yang bersifat kebijakan. Lengkaplah sudah penderitaan dan bencana bagi TNI, kemana lagi TNI harus menyandarkan dirinya, mungkin sudah waktunya para musisi menciptakan lagu baru yang berjudul there is no shoulder to cry on for them.
Ironi yang keempat, Krisis global keuangan telah melanda dunia, negeri kita tercinta-pun tidak terlepas dari imbas krisis global ini. Bahkan jauh sebelum krisis melanda, anggaran sektor pertahanan pun sudah terbatas, apalagi saat ini krisis sedang melanda maka anggaran sektor pertahanan yang sudah terbatas tersebut pun akan semakin dipertimbangkan untuk ditingkatkan,, bahkan untuk mencapai kebutuhan minimalpun masih akan sangat jauh.
Namun disisi yang lain dalam kehidupan demokrasi kita, ratusan milyard telah digelontorkan oleh pemerintah dalam rangka mendukung dan memenuhi kebutuhan dana rangkaian kegiatan pemilu. Coba liat hasil dari kegiatan tersebut, milyaran rupiah yang ditanamkan ke bagian tehnologi informasi KPU ternyata juga tidak bisa memberikan hasil yang real time seperti yang dipresentasikan. DPT tidak bisa dipertanggung jawabkan, karena ternyata jutaan pemilih yang berhak tidak terwadahi dan terdaftar. Milyaran rupiah tersebut apakah sudah setara antara nilai dengan hasil ? .. Wallahualam... hanya KPU dan pemerintah yang tahu. Coba saja kalau saja pemerintah mau menyisihkan dana milyaran tersebut untuk pemeliharaan atau pemenuhan sektor pertahanan, bisa jadi ceritanya akan lain.

Bencana itu telah datang, seperti sifat umum dari bencana, mereka bisa datang dengan tiba-tiba, tapi pada dasarnya manusia dapat mengeleminir korban dan mencegah bencana yang akan terjadi dengan membuat semacam early warning system.
Dalam kaitannya dengan TNI maka early warning system tersebut adalah bahwa :
bencana itu memang ada
bencana itu bisa dicegah

SADARI ITU, TINDAK LANJUTI DENGAN KEBIJAKAN YANG PRO SEKTOR PERTAHANAN, BENAHI DAN PENUHI KEBUTUHAN MINIMAL TNI.

Dengan demikian maka bencana yang ada akan berlabuh di pelabuhan profesional dan kesejahteraan TNI, bukannya akan berlabuh dipelabuhan yang lain.

salam,
S 78514 H

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas perhatian anda, silahkan tinggalkan pesan dan kesan anda