17.10.18

UMKM : MEMBANGUN KEMANDIRIAN EKONOMI BANGSA



Kekuatan UMKM dan Koperasi dalam menghadapi krisis
terbukti saat krisis ekonomi tahun 1998,
96 persen UMKM dapat bertahan.
"Pada saat krisis tahun 1998, para konglomerat
yang selama ini diberikan berbagai fasilitas oleh pemerintah malah kolaps,
tapi 96 persen UMKM  dapat bertahan,"

(Sandiaga Uno ;2009)


Peran UMKM

Usaha mikro,  kecil, dan menengah (UMKM) adalah usaha dengan kekayaan bersih maksimal Rp 10 miliar di luar tanah dan bangunan atau memiliki omzet maksimal Rp 50 miliar per tahun[1]. UMKM memiliki peran penting dalam perekonomian nasional Indonesia, karena UMKM merupakan aktor yang berkontribusi besar dalam pemeliharaan sustainable economy Indonesia, hal ini terbukti pada saat Indonesia dilanda krisis moneter pada tahun 1998[2]. 

Peran penting UMKM dalam mendorong pertumbuhan perekonomian nasional Indonesia terlihat paling tidak pada tiga sektor. Pertama, sebagai sarana mengentaskan masyarakat kecil dari jurang kemiskinan. Data Kemenkop dan UKM pada tahun 2011 lebih dari 55,2 juta unit UMKM mampu menyerap sekitar 101,7 juta orang. Angka tersebut meningkat menjadi sekitar 57,8 juta unit UMKM dengan jumlah tenaga kerja mencapai 114 juta orang.

Kedua, sarana untuk meratakan tingkat perekonomian rakyat kecil. Dengan lokasi yang tersebar di berbagai tempat, UMKM mampu membantu pemerataan ekonomi masyarakat. Keberadaan UMKM di 34 provinsi memperkecil jurang ekonomi antara yang miskin dengan kaya. Selain itu, masyarakat kecil tak perlu berbondong-bondong pergi ke kota untuk memperoleh penghidupan yang layak.

Ketiga, memberikan pemasukan devisa bagi negara. Data Kemenkop dan UKM 2017 menunjukkan tingginya devisa negara dari para pelaku UMKM. Angkanya pun sangat tinggi (Rp88,45 miliar), mengalami peningkatan hingga delapan kali lipat dibandingkan tahun 2016[3].

Dibalik peran penting tersebut, masih terdapat kelemahan UMKM, khususnya pada sektor produktifitasnya yang tidak linier dengan jumlah usaha dan pekerjanya. Dilihat dari sumbangan terhadap produk domestik bruto (PDB), porsi UMKM hanya sekitar 59 persen. Artinya, dengan porsi unit usaha sebesar 99,9 persen, porsi tenaga kerja sebesar 97,3 persen, UMKM hanya bisa menyumbang 59 persen PDB. Sebaliknya, dengan porsi unit usaha hanya 0,01 persen, porsi tenaga kerja hanya 2,7 persen, korporasi besar bisa menyumbang 41 persen PDB. Ini berarti produktifitas UMKM di Indonesia masih sangat rendah.

Rendahnya produktifitas tersebut dikarenakan oleh persoalan efisiensi, efektifitas, kemampuan berusaha, daya saing dan khususnya permodalan. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Maret 2016, posisi kredit UMKM sebesar Rp 738 triliun atau hanya 18,45 persen dibandingkan total kredit perbankan yang mencapai Rp 4.000 triliun. Artinya, dengan porsi pekerja 99,9 persen, porsi kredit yang diterima UMKM hanya 18,45 persen. Sementara korporasi, dengan porsi pekerja hanya 2,7 persen, mendapatkan porsi kredit sekitar 81,55 persen[4]. Ternyata, dari 56,5 juta UMKM, yang mendapatkan kredit sekitar 15,6 juta unit atau hanya 27,6 persen. Artinya, sekitar 40 juta UMKM, yang hampir semuanya tergolong usaha mikro, tidak pernah mendapatkan dukungan permodalan dari bank.

Membangun kemandirian ekonomi bangsa

Kemandirian adalah satu sikap yang mengutamakan kemampuan diri sendiri dalam mengatasi berbagai masalah demi mencapai satu tujuan, tanpa menutup diri terhadap berbagai kemungkinan kerjasama yang saling menguntungkan. Kaitannya dengan perekonomian bangsa, maka kemandirian diarahkan untuk mencapai kondisi ekonomi yang mandiri, berkeadilan dan berdaya saing[5]. Dengan kemandirian ekonomi maka ketahanan nasional dapat terbentuk dan pada akhirnya berdampak pada kedaulatan bangsa.

Era Globalisasi menghadirkan tantangan yang berbeda bagi Indonesia, dimana geo politik, geo strategi dan geo ekonomi yang dihadapi berbeda dengan periode sebelumnya, sehingga dibutuhkan perkuatan internal faktor dalam menghadapi persaingan baik pada tingkat regional maupun global dan memperbaiki faktor kelemahan pada sektor ekonomi itu sendiri.

Daya saing adalah himpunan institusi, kebijakan dan faktor-faktor yang menentukan tingkat produktivitas suatu ekonomi[6], yang pada akhirnya akan menentukan tingkat kemakmuran yang dapat dicapai oleh suatu ekonomi. Daya saing inilah yang menjadi problema bagi UMKM Indonesia. Hasil kajian Pusat Inovasi MKM APEC terhadap studi daya saing global UMKM di 13 negara, termasuk Indonesia, menunjukkan bahwa Indonesia termasuk Negara yang UMKM-nya berdaya saing rendah (skor 3,5 dari nilai skor 1,0 –10,0), sedangkan daya saing UMKM Hongkong-China, Amerika Serikat, Taiwan, dan Australia tergolong tinggi. Sedangkan peringkat daya saing Negara ASEAN lainnya, seperti Singapura, Malaysia, Thailand, dan  Filipina, diatas  peringkat  Indonesia.  Rendahnya daya saing ini dapat terjadi karena: 1) Teknologi Indonesia belum maju untuk pasaran global; 2) Rendahnya keahlian dan kemampuan tenaga kerja; 3) Kurangnya pengetahuan strategi bisnis global; 4) Kurangnya pengetahuan tentang pasar; dan 5) Terbatasnya dalam mengakses modal[7].

Disamping daya saing, faktor lain yang mempengaruhi kemandirian ekonomi adalah lemahnya investasi sektor riil[8]. Hal ini terjadi karena iklim investasi yang belum kondusif, infra struktur yang masih belum memadai dan biaya modal yang dirasakan oleh investor masih terlalu mahal. Ketiga hal ini perlu diperkuat dan menjadi perhatian bagi pemerintah selaku pemegang regulasi agar sektor riil kuat dan perhatian yang lebih terhadap UMKM selaku penggerak sektor riil. Sehingga untuk mewujudkan kemandirian ekonomi bangsa dibutuhkan kerja keras dan strategi yang tepat.

Langkah-langkah yang dapat ditempuh oleh pemerintah khususnya Menteri Koperasi dan UMKM, anggota serta pengurus koperasi di seluruh Indonesia dan para pemilik UMKM untuk mewujudkan kemandirian ekonomi, diantaranya: 1) Penyediaan modal dan akses kepada sumber dan lembaga keuangan; 2) Meningkatkan kualitas dan kapasitas kompetensi SDM. Melalui pendidikan dan pelatihan baik dilakukan oleh pemerintah maupun oleh koperasi atau UMKM itu sendiri; 3) Meningkatkan kemampuan pemasaran UMKM dengan pemberian pendidikan mengenai pemasaran atau dengan cara membuka/merekrut tenaga profesional yang ahli dalam hal pemasaran; 4) Meningkatkan akses informasi usaha bagi UMKM; dan 5) Menjalin kemitraan yang saling menguntungkan antar pelaku usaha (UMKM, Usaha Besar dan BUMN)[9].


[1] Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2008 tentang UMKM
[2] Yuli Rahmini Suci. Perkembangan UMKM di Indonesia. 2017. Jurnal Ilmiah Cano Ekonomos. Vol.6 No.1 Januari 2017: hal.51
[3] http://www.depkop.go.id/berita-informasi/data-informasi/data-umkm/
[5] Materi Pokok BS Ekonomi. 2018. Lemhannas RI: hal. 55
[6] World Economic Forum. 2017. The Global Competitiveness Report 2017-2018
[8] Jusuf Kalla. Sambutan pada perdagangan pertama Pasar Modal Indonesia tahun 2018 di Bursa Efek Indonesia, Jakarta, Selasa, 2 Januari 2018
[9] Ibid. Menembus Badai UMKM: hal. 30-31

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas perhatian anda, silahkan tinggalkan pesan dan kesan anda