5.2.19

PENERAPAN HAK KEKAYAAN INTELEKTUAL


Bangsa yang unggul, berperadaban maju.
Manakala bangsa itu memiliki penghormatan terhadap rule of law
dan juga mengakui serta menghormati yang disebut dengan property rights
Susilo Bambang Yudhoyono (SBY)

Penerapan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) Peneliti dan Perekayasa

Globalisasi telah menghadirkan paradigma baru, yaitu pengetahuan saat ini menjadi landasan dalam pembangunan ekonomi (knowledge based economy). Kemajuan sebuah negara tidak lagi ditentukan oleh berapa besarnya sumber kekayaan alam (SKA) yang dimiliki (comparative advantage), namun ditentukan oleh kemampuan negara untuk bersaing dengan memanfaatkan Iptek dan inovasi untuk menghasilkan nilai tambah bagi SKA yang dimilikinya (competitive advantage)[1].

Dengan demikian maka Iptek harus bisa menghasilkan ide-ide baru yang inovatif dan penemuan-penemuan baru guna mendukung pembangunan nasional. Ide dan penemuan baru ini adalah Hak Kekayaan Intelektual (HKI) yang perlu dipatenkan. HKI dapat dideskripsikan sebagai hak atas sebuah penciptaan sebuah karya atau orang lain yang bekerja membuahkan hasil dari kemampuan intelektualnya, wajar bila memperoleh imbalan baik berupa materi maupun bukan materi seperti adanya rasa aman kerena dilindungi dan diakui atas hasil kerjanya[2].

HKI terbagi menjadi dua kategori, yaitu hak cipta dan hak kekayaan industri. Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan hak kekayaan industri terdiri dari hak paten, merek, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, rahasia dagang dan varietas tanaman[3].

Di Indonesia apresiasi terhadap HKI masih rendah, sehingga terkadang masih ada yang menganggap HKI tidak dibutuhkan. Padahal kenyataannya HKI berguna untuk melindungi peneliti dan perekayasa dari kemungkinan penggunaan hak miliknya tanpa izin. Oleh karena itu penting bagi peneliti dan perekaya untuk mematenkan penemuannya agar memiliki perlindungan hukum dan manfaat ekonomi, karena setiap 1 % kenaikan jumlah paten bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 0.06 %. HKI telah mendapat perlindungan hukum melalui UU No. 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta, dimana hak cipta merupakan kekayaan intelektual yang memerlukan peningkatan pelindungan dan jaminan kepastian hukum bagi pencipta, pemegang Hak Cipta, dan pemilik Hak Terkait. Setidaknya ada empat faktor yang menyebabkan rendahnya penggunaan paten HKI, yaitu: 1) Diseminasi peraturan perundangan yang belum tuntas; 2) Prosedur pendaftaran yang panjang dan kompleks; 3) biaya registrasi yang mahal; dan 4) lemahnya penegakan hukum bagi pelanggaran HKI.

Menurut survei Pusat Hak Cipta Intelektual Dunia (Global Intellectual Property Center/GIPC), Indonesia dinilai masih lemah dalam melakukan perlindungan kekayaan intelektual. Dari 38 negara yang disurvei, Indonesia berada di posisi 33 dengan indeks IP 8,59.  Meski memiliki IP framework, Indonesia tidak memiliki masa perpanjangan paten atau peraturan akan perlindungan data, serta memiliki tingkat pembajakan kekayaan intelektual sangat tinggi. Berdasarkan data Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareksrim Polri dalam kurun 2011 – 2016 tercatat ada 616 perkara (274 perkara merek, 16 perkara desain industri, 7 perkara paten dan 3 perkara rahasia dagang)[4].

Berdasarkan data diatas, maka diperlukan peningkatan penerapan HKI, karena akan memberikan perlindungan atas hak cipta dan untuk mendukung serta memberikan penghargaan atas buah kreativitas, menumbuhkan inovasi-inovasi baru dan hak keekonomian yang besar yang pada akhirnya dapat menjadi suatu katalis bagi pertumbuhan perekonomian suatu negara[5].
         
Peningkatan Kualitas SDM

Peningkatan kualitas SDM merupakan bentuk pengembangan kemampuan seperti teori yang disampaikan oleh Bambang Wahjudi Kegiatan-kegiatan dalam ruang lingkup pengembangan sumber daya manusia (development of personnel) ini bertujuan untuk meningkatkan dan mengembangkan kemampuan sumber daya manusia yang telah dimiliki, sehingga tidak akan tertinggal oleh perkembangan organisasi serta ilmu pengetahuan dan teknologi[6].  Dengan demikian peningkatan kualitas SDM berkaitan dengan kapasitas dan kapabilitas para peneliti dan perekayasa dalam penciptaan bidang Iptek dan siklusnya. Dalam hal ini masalah yang dihadapi adalah masih rendahnya paten HKI.

Banyaknya jumlah paten yang dihasilkan oleh suatu negara berbanding lurus dengan kemajuan teknologi dan ekonomi negara tersebut. Sebaliknya, semakin kecil jumlah paten yang dihasilkan oleh suatu bangsa, maka akan semakin miskin dan terkebelakang pula negara tersebut. Berdasarkan data 2017 Kementerian Hukum dan HAM tercatat 34 ribu jumlah hak paten terdaftar. Dari jumlah itu, 95 % merupakan hak paten asing atau luar negeri. Hanya 5 % yang merupakan hak paten dalam negeri. Minimnya hak paten yang dihasilkan para akademisi termasuk didalamnya peneliti dan perekayasa menjadikan Indonesia lemah dalam penguasaan teknologi. Sekaligus menjadikan Indonesia rendah nilai daya saingnya dibandingkan negara-negara lain.

Peran Perguruan Tinggi, Akademisi, Peneliti dan Perekayasa sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing negara karena menyediakan keterampilan dan penelitian untuk mengembangkan teknologi baru. Selain itu hasil penelitian yang berkualitas merupakan wadah dari lahirnya ide-ide yang menghasilkan pengetahuan dan inovasi teknologi dan cerminan kualitas SDM Indonesia. Seharusnya Lembaga Riset dan Perguruan Tinggi dapat memanfaatkan UU Nomor 13 Tahun 2016 tentang Hak Paten, perundang-undangan ini mengatur perlindungan terhadap hak paten dan nilai manfaat ekonomi bagi pemegang hak paten.

Kualitas SDM peneliti dan perekayasa tidak hanya didukung oleh pelaku penelitian, tetapi juga lingkungan dan regulasi yang terkait dengan penelitian tersebut. Artinya, apabila kita menginginkan kualitas penelitian di Indonesia maju, kita tidak bisa melakukan secara sektoral tetapi menyeluruh karena banyak hal yang saling terkait dalam upaya peningkatan kualitas SDM.  Kualitas SDM peneliti dikaitkan dengan paten HKI sangat dipengaruhi oleh kualitas dan kuantitas peneliti dan perekayasa, kesejahteraan yang diterima, fasilitas yang diberikan kepada peneliti dan perekayasa, rendahnya jumlah publikasi, beban mengajar yang harus ditanggung bagi peneliti dan perekayasa yang berstatus dosen, efektivitas kelembagaan, dan menajemen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) serta tentunya anggaran dana yang disediakan untuk kegiatan riset.

Langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk meningkatkan kualitas SDM peneliti dan perekayasa dan penerapan paten HKI adalah sebagai berikut: 1) Stabilitas regulasi yang mendukung dunia riset bidang Iptek; 2) Penyederhanaan prosedur paten HKI dan sosialisasinya yang intensif; 3) Dukungan insentif dari pemerintah ataupun swasta untuk kegiatan riset dari mulai penelitian, pendaftaran paten dan publikasi; 4) Penyederhanaan administrasi hibah penelitian apabila dana penelitian bersumber dari luar negeri; 5) Pemberian hibah khusus untuk peneliti muda (Early Career Research Grant) agar para peneliti muda juga mendapat kesempatan yang sama dibandingkan peneliti senior; 6) Pembentukan pengembangan komunitas peneliti regional dan internasional untuk merangsang kegiatan penelitian; dan 7) penegakan hukum yang tegas bagi pelanggaran HKI.

Peningkatan kualitas SDM peneliti dan perekayasa diyakini akan berpengaruh terhadap produktivitas SDM dan lembaga riset dalam menghasilkan inovasi teknologi yang unggul dan kompetitif dan mendorong meningkatnya paten HKI.

Permasalahan

Mengingat jumlah Perguruan Tinggi dan Akademisi yang cukup banyak, seharusnya menghasilkan jumlah paten HKI yang banyak dan dapat mendorong perekonomian nasional, karena setiap 1 % kenaikan jumlah paten bisa meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 0.06 %. Dihadapkan dengan pembangunan ekonomi berlandaskan pengetahuan maka menjadi penting penerapan paten pada HKI. Maka permasalahannya adalah bagaimana mengoptimalkan penerapan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) peneliti dan perekayasa guna meningkatkan kualitas SDM ?. Permasalahan inilah yang perlu dijawab dengan mengetahui faktor-faktor penyebab dari rendahnya paten HKI, rendahnya kualitas SDM sebagai solusi untuk meningkatkan kualitas SDM.



[1] Tim Pokja Iptek, Materi Pokok Bidang Studi Iptek, 2018, Lemhannas RI: hal. 2
[2] Hery Firmansyah, 2011, Perlindungan Hukum Terhadap Merek, Pustaka Yustisia, Yogyakarta: hal. 7
[3] Kemendag RI, Hak Kekayaan Intelektual. http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/contents/99-hak-kekayaan-intelektual. 
[4] Bisnis.com. Ini Dia Tren Kasus Pelanggaran HKI.  http : //kabar24.bisnis.com /read/20171011 /16/697954/ini-dia-tren-kasus-pelanggaran- hki
[5] Endang Purwaningsih, 2006, Paten sebagai Konstruksi Hukum Perlindungan Terhadap Invensi Bidang Teknologi dan Industri, Jurnal Hukum Pro Justitia Vol. 24 No. 2 April 2006 FH Unpar Bandung: hal. 129-135
[6] Wahjudi, Bambang, 1996, Manajemen Sumber Daya Manusia, Penerbit Sulita, Bandung: hal. 15

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas perhatian anda, silahkan tinggalkan pesan dan kesan anda