Bangsa yang unggul,
berperadaban maju.
Manakala bangsa itu
memiliki penghormatan terhadap rule of law
dan juga mengakui
serta menghormati yang disebut dengan property rights
Susilo Bambang
Yudhoyono (SBY)
Penerapan Hak Kekayaan
Intelektual (HKI) Peneliti dan Perekayasa
Globalisasi telah menghadirkan paradigma baru, yaitu pengetahuan saat ini menjadi landasan dalam
pembangunan ekonomi (knowledge based
economy). Kemajuan
sebuah negara tidak lagi ditentukan oleh berapa besarnya sumber kekayaan alam
(SKA) yang dimiliki (comparative
advantage), namun ditentukan oleh kemampuan negara untuk bersaing dengan
memanfaatkan Iptek dan inovasi untuk menghasilkan nilai tambah bagi SKA yang
dimilikinya (competitive advantage)[1].
Dengan demikian maka Iptek harus bisa menghasilkan
ide-ide baru yang inovatif dan penemuan-penemuan baru guna mendukung
pembangunan nasional. Ide dan penemuan baru ini adalah Hak Kekayaan Intelektual
(HKI) yang perlu dipatenkan. HKI dapat dideskripsikan sebagai hak atas sebuah penciptaan sebuah karya atau orang lain yang bekerja
membuahkan hasil dari kemampuan intelektualnya, wajar bila memperoleh imbalan
baik berupa materi maupun bukan materi seperti adanya rasa aman kerena dilindungi
dan diakui atas hasil kerjanya[2].
HKI terbagi menjadi dua kategori, yaitu hak cipta dan
hak kekayaan industri. Hak cipta adalah hak eksklusif bagi pencipta atau
penerima hak untuk mengumumkan atau memperbanyak ciptaannya atau memberikan
izin untuk itu dengan tidak mengurangi pembatasan-pembatasan menurut peraturan
perundang-undangan yang berlaku. Sedangkan hak kekayaan industri terdiri dari
hak paten, merek, desain industri, desain tata letak sirkuit terpadu, rahasia
dagang dan varietas tanaman[3].
Di Indonesia apresiasi terhadap HKI masih rendah, sehingga
terkadang masih ada yang menganggap HKI tidak dibutuhkan. Padahal kenyataannya HKI berguna untuk melindungi
peneliti dan
perekayasa dari kemungkinan penggunaan hak miliknya tanpa izin. Oleh karena itu penting
bagi peneliti dan perekaya untuk mematenkan penemuannya
agar
memiliki perlindungan hukum dan manfaat ekonomi, karena setiap 1 % kenaikan jumlah paten bisa
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 0.06 %. HKI telah mendapat
perlindungan hukum melalui UU No. 28 Tahun 2014 tentang
Hak Cipta, dimana hak cipta merupakan kekayaan intelektual yang memerlukan peningkatan pelindungan
dan jaminan kepastian hukum bagi pencipta, pemegang Hak Cipta, dan pemilik Hak
Terkait. Setidaknya ada empat
faktor yang menyebabkan rendahnya penggunaan paten HKI, yaitu: 1) Diseminasi peraturan perundangan yang belum tuntas; 2) Prosedur pendaftaran yang
panjang dan kompleks; 3) biaya registrasi yang
mahal; dan 4) lemahnya penegakan
hukum bagi pelanggaran HKI.
Menurut survei Pusat Hak Cipta Intelektual Dunia
(Global Intellectual Property Center/GIPC),
Indonesia dinilai masih lemah dalam melakukan perlindungan kekayaan intelektual. Dari 38 negara yang
disurvei, Indonesia berada di posisi 33 dengan indeks IP 8,59. Meski memiliki IP framework, Indonesia tidak memiliki masa
perpanjangan paten atau peraturan akan perlindungan data, serta memiliki
tingkat pembajakan kekayaan intelektual sangat tinggi. Berdasarkan data
Direktorat Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareksrim Polri dalam kurun 2011 –
2016 tercatat ada 616 perkara (274 perkara merek, 16 perkara desain industri, 7
perkara paten dan 3 perkara rahasia dagang)[4].
Berdasarkan data diatas, maka diperlukan peningkatan penerapan
HKI, karena akan memberikan perlindungan atas hak cipta dan untuk mendukung serta
memberikan penghargaan atas buah kreativitas, menumbuhkan inovasi-inovasi baru dan hak keekonomian
yang besar yang pada akhirnya dapat menjadi suatu katalis bagi pertumbuhan perekonomian
suatu negara[5].
Peningkatan Kualitas
SDM
Peningkatan kualitas SDM merupakan bentuk pengembangan
kemampuan seperti teori yang disampaikan oleh Bambang Wahjudi “Kegiatan-kegiatan dalam ruang lingkup pengembangan sumber daya manusia
(development of personnel) ini bertujuan untuk meningkatkan dan
mengembangkan kemampuan sumber daya manusia yang telah dimiliki, sehingga tidak
akan tertinggal oleh perkembangan organisasi serta ilmu pengetahuan dan
teknologi”[6]. Dengan demikian peningkatan kualitas SDM berkaitan
dengan kapasitas dan kapabilitas para peneliti dan perekayasa dalam penciptaan bidang Iptek dan siklusnya.
Dalam hal ini masalah yang dihadapi adalah masih rendahnya paten HKI.
Banyaknya jumlah paten yang dihasilkan oleh suatu
negara berbanding lurus dengan kemajuan teknologi dan ekonomi negara tersebut.
Sebaliknya, semakin kecil jumlah paten yang dihasilkan oleh suatu bangsa, maka
akan semakin miskin dan terkebelakang pula negara tersebut. Berdasarkan data 2017 Kementerian Hukum dan HAM tercatat 34 ribu jumlah hak
paten terdaftar. Dari jumlah itu, 95 % merupakan hak paten asing atau luar negeri. Hanya 5 % yang merupakan hak paten
dalam negeri. Minimnya
hak paten yang dihasilkan para akademisi termasuk didalamnya peneliti dan perekayasa menjadikan Indonesia
lemah dalam penguasaan teknologi. Sekaligus menjadikan Indonesia rendah nilai
daya saingnya dibandingkan negara-negara lain.
Peran Perguruan Tinggi, Akademisi, Peneliti dan Perekayasa
sangat penting dalam meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan daya saing negara
karena menyediakan keterampilan dan penelitian untuk mengembangkan teknologi
baru. Selain itu hasil penelitian yang berkualitas merupakan wadah dari
lahirnya ide-ide yang menghasilkan pengetahuan dan inovasi teknologi dan
cerminan kualitas SDM Indonesia. Seharusnya Lembaga Riset dan Perguruan Tinggi
dapat memanfaatkan UU Nomor 13 Tahun 2016 tentang Hak Paten, perundang-undangan
ini mengatur perlindungan terhadap hak paten dan nilai manfaat ekonomi bagi
pemegang hak paten.
Kualitas SDM peneliti dan perekayasa tidak hanya
didukung oleh pelaku penelitian, tetapi juga lingkungan dan regulasi yang terkait dengan penelitian tersebut.
Artinya, apabila kita menginginkan kualitas penelitian di Indonesia maju, kita
tidak bisa melakukan secara sektoral tetapi menyeluruh karena banyak hal yang saling
terkait dalam upaya peningkatan kualitas SDM.
Kualitas SDM peneliti dikaitkan dengan paten HKI sangat dipengaruhi oleh
kualitas dan kuantitas peneliti dan perekayasa, kesejahteraan yang diterima, fasilitas
yang diberikan kepada peneliti dan perekayasa, rendahnya jumlah publikasi,
beban mengajar yang harus ditanggung bagi peneliti dan perekayasa yang
berstatus dosen, efektivitas kelembagaan, dan menajemen Hak Kekayaan Intelektual (HKI) serta
tentunya anggaran dana yang disediakan untuk kegiatan riset.
Langkah-langkah yang dapat ditempuh untuk meningkatkan
kualitas SDM peneliti dan perekayasa dan penerapan paten HKI adalah sebagai
berikut: 1) Stabilitas regulasi yang mendukung dunia riset bidang Iptek; 2)
Penyederhanaan prosedur paten HKI dan sosialisasinya yang intensif; 3) Dukungan
insentif dari pemerintah ataupun swasta untuk kegiatan riset dari mulai
penelitian, pendaftaran paten dan publikasi; 4) Penyederhanaan administrasi
hibah penelitian apabila dana penelitian bersumber dari luar negeri; 5)
Pemberian hibah khusus untuk peneliti muda (Early
Career Research Grant) agar para peneliti muda juga mendapat kesempatan
yang sama dibandingkan peneliti senior; 6) Pembentukan pengembangan komunitas
peneliti regional dan internasional untuk merangsang kegiatan penelitian; dan 7)
penegakan hukum yang tegas bagi pelanggaran HKI.
Peningkatan kualitas SDM peneliti dan perekayasa diyakini akan berpengaruh
terhadap produktivitas SDM dan lembaga riset dalam menghasilkan inovasi teknologi yang unggul dan
kompetitif
dan mendorong meningkatnya paten HKI.
Permasalahan
Mengingat jumlah Perguruan Tinggi dan Akademisi yang
cukup banyak, seharusnya menghasilkan jumlah paten HKI yang banyak dan dapat
mendorong perekonomian nasional, karena setiap 1 % kenaikan jumlah paten bisa
meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional sebesar 0.06 %. Dihadapkan dengan pembangunan
ekonomi berlandaskan pengetahuan maka menjadi penting penerapan paten pada HKI.
Maka permasalahannya adalah bagaimana mengoptimalkan
penerapan Hak Kekayaan Intelektual (HKI) peneliti dan perekayasa guna
meningkatkan kualitas SDM ?. Permasalahan inilah yang perlu dijawab dengan
mengetahui faktor-faktor penyebab dari rendahnya paten HKI, rendahnya kualitas
SDM sebagai solusi untuk meningkatkan kualitas SDM.
[3] Kemendag RI, Hak
Kekayaan Intelektual.
http://djpen.kemendag.go.id/app_frontend/contents/99-hak-kekayaan-intelektual.
[4] Bisnis.com. Ini Dia
Tren Kasus Pelanggaran HKI. http : //kabar24.bisnis.com /read/20171011 /16/697954/ini-dia-tren-kasus-pelanggaran- hki.
[5] Endang Purwaningsih, 2006, Paten
sebagai Konstruksi Hukum Perlindungan Terhadap Invensi Bidang Teknologi dan
Industri,
Jurnal Hukum Pro Justitia Vol. 24 No. 2 April 2006 FH Unpar Bandung: hal. 129-135
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas perhatian anda, silahkan tinggalkan pesan dan kesan anda