23.7.18

PENINGKATAN KUALITAS SUMBER DAYA MANUSIA MENGHADAPI ERA REVOLUSI INDUSTRI KE-4




            Peningkatan Kualitas Sumber Daya Manusia

Sumber Daya Manusia merupakan penentu yang sangat penting bagi keefektifan berjalannya kegiatan di dalam organisasi, sedemikian pentingnya peran SDM maka kualitas SDM harus senantiasa dijaga, dipelihara, bahkan ditingkatkan demi tercapainya tujuan dari organisasi. Menurut Sonny Sumarsono “SDM adalah menyangkut manusia yang mampu bekerja untuk memberikan jasa atau usaha kerja dalam suatu proses produksi[1]. Dengan demikian mampu bekerja berarti mampu melakukan kegiatan yang mempunyai kegiatan ekonomis, yaitu bahwa kegiatan tersebut menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan atau masyarakat.

SDM sangat erat hubungannya dengan tenaga kerja, dimana tenaga kerja adalah seluruh penduduk yang dianggap mempunyai potensi untuk bekerja secara produktif[2]. Kualitas tenaga kerja dapat ditingkatkan melalui latihan dan pendidikan. Berkaitan dengan latihan, peningkatan kualitas tenaga kerja dilakukan melalui Balai Latihan Ketenagakerjaan (BLK).  Berdasarkan data tahun 2017 ada 301 BLK yang tersebar di seluruh Indonesi. Sebanyak 17 BLK merupakan milik pemerintah pusat atau disebut BLK Unit Pelaksanaan Teknis Pusat (UPTP). Selebihnya adalah milik Pemerintah Daerah Provinsi dan Kabupaten/Kota atau dikenal sebagai BLK Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD)[3]. Namun kondisi BLK banyak yang terkesan tidak terurus, hal tersebut dapat dilihat dari peralatan seperti mesin-mesin pelatihan sudah out of date dan tidak lengkap[4]. Hal ini terjadi karena BLK belum menjadi prioritas pembangunan pemerintah daerah dan kondisi internal BLK sendiri yang diisi oleh personel yang tidak memiliki latarbelakang mengenai BLK.  Kondisi demikian menyebabkan peran BLK tidak optimal, padahal peran BLK sangat penting dalam menyiapkan tenaga kerja yang kompeten dan berdaya saing tinggi serta tersertifikasi sehingga cepat diserap industri.

Dibidang pendidikan, peningkatan kualitas tenaga kerja dilakukan melalui pendidikan vokasi yang bertujuan mempersiapkan peserta didik untuk memiliki pekerjaan dengan keahlian terapan tertentu maksimal setara dengan program sarjana[5]. Kondisi saat ini Pendidikan vokasi di Indonesia hanya sekitar 16% serta jumlah guru/tenaga pendidik vokasi belum cukup karena lembaga pendidik dan tenaga kependidikan (LPTK) belum banyak menyiapkan tenaga guru vokasi[6]. Padahal kebutuhan pasar tenaga kerja yang membutuhkan keterampilan sangat banyak dan tidak bisa diisi secara baik oleh lulusan SMK atau Politeknik.

Saat ini dunia tengah memasuki era Revolusi Industri ke-4. Ini merupakan tantangan bagi tenaga kerja Indonesia. Revolusi Industri ke-4 adalah era teknologi digital, semua serba digital dan otomatisasi.  Pengaruhnya adalah terhadap karakter dunia kerja, dimana teknologi banyak menghilangkan jenis pekerjaan, namun pada saat yang sama teknologi digital juga menghadirkan jenis pekerjaan baru. Disinilah letak pentingnya peningkatan kualitas SDM melalui peningkatan keterampilan (skill) dalam menghadapi era Revolusi Industri ke-4.


            Era Revolusi Industri ke-4

Era Revolusi Industri ke-4 atau Revolusi Industri 4.0, menjadikan teknologi informasi sebagai basis dalam kehidupan manusia. Segala hal menjadi tanpa batas (borderless) dengan penggunaan daya komputasi dan data yang tidak terbatas (unlimited), karena dipengaruhi oleh perkembangan internet dan teknologi digital yang masif sebagai tulang punggung pergerakan dan konektivitas manusia dan mesin. Era ini juga akan mendisrupsi berbagai aktivitas manusia, termasuk di dalamnya bidang ilmu pengetahuan dan teknologi (Iptek) serta pendidikan tinggi[7]. 

Revolusi Industri ke-4 menimbulkan tantangan dalam hal menyiapkan dan memetakan SDM yang berkualitas dalam bentuk tenaga kerja. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat[8]. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah angkatan kerja Indonesia pada Februari 2017 sebanyak 131,55 juta[9]. Dari jumlah tersebut, 60% dari total tenaga kerja hanya lulusan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, hal ini menunjukkan masih sangat rendahnya kualitas tenaga kerja kita[10].  Merujuk riset  McKinsey Global Institute, Indonesia akan menjadi negara ekonomi terbesar ke-7 di dunia pada tahun 2030 dengan kebutuhan 113 juta tenaga kerja terampil. Padahal, Badan Pusat Statistik menyebutkan, pada tahun 2015 Indonesia baru memiliki 56 juta tenaga kerja terampil. Dengan demikian, hingga tahun 2030, tiap tahun dibutuhkan 3.7 juta tenaga terampil baru[11], sedangkan karakteristik pekerjaan dari tahun ke tahun akan semakin dinamis berkembang sesuai dengan perkembangan Iptek, sehingga keterampilan (skill) yang dibutuhkan akan juga terus berkembang dan bervariasi.

Berkaca dari tantangan era Revolusi Industri ke-4 dan perkembangan Iptek, maka diperlukan peningkatan SDM yang berkualitas yang melibatkan pemerintah, swasta dan individu.

Pemerintah dibidang pelatihan keterampilan (skill) memaksimalkan peran BLK dengan konsep Pelatihan Berbasis Kompetensi (PBK), menjadikan BLK sebagai prioritas dalam pembangunan SDM, menyelenggarakan pelatihan keterampilan yang tidak memungut biaya dalam rangka menyiapkan secara masif tenaga kerja. Pada sektor regulasi dan kebijakan pemerintah menyusun dan melaksanakan program-program yang  mendukung tercapainya sistem ketenagakerjaan yang ideal dan menjurus sesuai kebutuhan industri. Pada bidang pendidikan memperbanyak kuantitas lulusan pendidikan vokasi melalui penambahan jumlah sekolah/lembaga pendidikan, dan meningkatkan kualitas dengan mendorong penguatan kompetensi guru/tenaga pendidik serta perbaikan kurikulum.

Pihak Swasta melakukan kerja sama dengan lembaga pendidikan dalam rangka memberikan kesempatan magang kepada peserta didik (calon tenaga kerja) dan mendirikan vocational training untuk meningkatkan kualitas tenaga kerja yang sudah ada.

Individu melakukan peningkatan kemampuan dan kualitas dalam hal bahasa, keterampilan, serta wawasan. Hal ini dilakukan dalam rangka adaptasi terhadap karakteristik pekerjaan yang ditimbulkan oleh Revolusi Industri, seperti lingkungan pekerjaan, prosedur, fasilitas, dll.


[1] Ekonomi Manajemen Sumber Daya Manusia dan Ketenagakerjaan, Sonny Sumarsono, Graha Ilmu, Yogyakarta, 2003, hal. 4
[2] Materi Pokok Bidang Studi Demografi, Lemhannas RI, 2018, hal. 39
[3] https://nasional.kompas.com/read/2017/07/21/22421521/melalui-balai-latihan-kerja-kemnaker-harap-indonesia-tak-kalah-saing.
[4] http://nasional.republika.co.id/berita/nasional/umum/13/02/20/miikdo-kondisi-balai-latihan-kerja-memprihatinkan.
[5] UU No. 20 Tahun 2003 tentang Sisdiknas, Pasal 15
[6] http://mediaindonesia.com/read/detail/42777-kembangkan-pendidikan-vokasi-pemerintah-harus-siapkan-guru.
[7] https://www.ristekdikti.go.id/pengembangan-iptek-dan-pendidikan-tinggi-di-era-revolusi-industri-4-0/.
[8] UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan, Bab I pasal 1 ayat 2
[9] https://bisnis.tempo.co/read/872547/angkatan-kerja-februari-2017-meningkat-sebanyak-13155-juta.
[10] https://www.wartaekonomi.co.id/read128271/menaker-kualitas-tenaga-kerja-ri-masih-rendah.html.
[11] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas perhatian anda, silahkan tinggalkan pesan dan kesan anda