19.7.18

MENGHADAPI ERA REVOLUSI INDUSTRI KE – 4



Saat ini dunia tengah memasuki era Revolusi Industri ke-4. Era ini menimbulkan peluang sekaligus tantangan bagi Indonesia. Revolusi Industri ke-4 adalah era teknologi digital, semua serba digital dan otomatisasi.  Pengaruhnya adalah terhadap karakter dunia kerja, dimana teknologi banyak menghilangkan jenis pekerjaan, namun pada saat yang sama teknologi digital juga menghadirkan jenis pekerjaan baru. Disinilah perlunya pemetaan angkatan kerja dan pengintegrasian antara Revolusi Industri Ke-4 dengan Lembaga Pendidikan Vokasi dalam rangka peningkatan kualitas SDM agar mampu bersaing dan mengisi kebutuhan lapangan pekerjaan yang tersedia.


Era Revolusi Industri Ke-4

Perubahan Karakter Pekerjaan
Revolusi Industri merupakan suatu keniscayaan yang tidak dapat dihindari oleh semua bangsa. Revolusi Industri Ke-1 dengan karakteristik mesin uap, Revolusi Industri ke-2 pada tenaga listrik dan selanjutnya perubahan teknologi analog menjadi digital yang menjadi ciri Revolusi Industri Ke-3 telah kita lalui.  Sekarang saatnya Revolusi Industri Ke-4 yang bercirikan digitalisasi, optimalisasi dan kustomisasi produksi, otomasi dan adopsi, human machine interaction, value added services and businesses, automatic data exchange and communication, serta penggunaan teknologi internet, menjadikan semuanya hampir tanpa batas (borderless) dan tanpa batas (unlimited).

Revolusi Industri selalu berdampingan dengan munculnya ekonomi baru, yang berarti juga munculnya sektor-sektor pekerjaan baru.  Namun pada Revolusi Industri Ke-4 ada kekhawatiran dengan adanya kemajuan Iptek dan penggunaan mesin yang lebih dominan pada sebagian besar bidang pekerjaan, maka dampaknya adalah hilangnya beberapa jenis pekerjaan yang semula diawaki oleh manusia tergantikan oleh mesin.

Kekhawatiran ini ada betulnya, karena digitalisasi, otomasi dan teknologi internet merupakan suatu keahlian atau keterampilan yang dibutuhkan dalam rangka efisiensi produksi, dalam artian memangkas tenaga kerja dan waktu tetapi produksi dapat lebih meningkat. Disinilah timbulnya perubahan dalam karakter pekerjaan. Jenis-jenis pekerjaan yang berbasiskan mesin, digital dan Iptek membutuhkan SDM yang mempunyai keahlian atau keterampilan sesuai kebutuhan yang di keahlian, sehingga hanya dapat diisi oleh SDM yang ahli atau terampil. Berdasarkan temuan McKinsey, perusahaan konsultan manajemen multinasional, sebanyak 52,6 juta lapangan pekerjaan terancam tergantikan otomatisasi. Jumlah 52,6 juta itu setara dengan 52% angkatan kerja Indonesia atau separuh angkatan kerja bisa digantikan otomasitisasi.[1]  Jenis-jenis pekerjaan yana akan hilang meliputi: ahli las, staf akuntan, operator mesin, supir truk dan ahli mesin. Padahal jumlah supir truk di Indonesia ada sekitar 6 juta.[2]

Namun  digitalisasi, otomasi dan teknologi internet yang merupakan karakter Revolusi Industri Ke-4 tidak hanya menghilangkan beberapa jenis pekerjaan, tapi juga dapat menumbuhkan jenis pekerjaan baru.  Diperkirakan akan ada 50% jenis pekerjaan yang ada saat ini terhapus, namun disisi lain akan menumbuhkan 65% jenis pekerjaan baru.[3]  Jenis-jenis pekerjaan baru yang muncul berkaitan dengan Internet of Things (IoT), seperti: pengkodean (coding), analisa data (artificial intelligence), statistik. Bidang e-commerce dibutuhkan  call center, customer service, dll.[4] Dalam setiap revolusi industri pasti terkait dengan SDM, karena SDM menjadi faktor pokok dalam setiap kegiatan industri dan sektor lain, dengan demikian tumbuhnya jenis pekerjaan baru juga tetap membutuhkan keahlian dan keterampilan sesuai dengan karakter pekerjaan baru tersebut.


Tantangan dalam memetakan angkatan kerja

Revolusi Industri ke-4 menimbulkan tantangan dalam hal menyiapkan dan memetakan SDM yang berkualitas dalam bentuk tenaga kerja. Tenaga kerja adalah setiap orang yang mampu melakukan pekerjaan guna menghasilkan barang dan atau jasa baik untuk memenuhi kebutuhan sendiri maupun untuk masyarakat . Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan jumlah angkatan kerja Indonesia pada Februari 2017 sebanyak 131,55 juta.[5] Dari jumlah tersebut, 60% dari total tenaga kerja hanya lulusan sekolah dasar dan sekolah menengah pertama, hal ini menunjukkan masih sangat rendahnya kualitas tenaga kerja kita.[6]  Merujuk riset  McKinsey Global Institute, Indonesia akan menjadi negara ekonomi terbesar ke-7 di dunia pada tahun 2030 dengan kebutuhan 113 juta tenaga kerja terampil. Padahal, Badan Pusat Statistik menyebutkan, pada tahun 2015 Indonesia baru memiliki 56 juta tenaga kerja terampil. Dengan demikian, hingga tahun 2030, tiap tahun dibutuhkan 3.7 juta tenaga terampil baru,[7] sedangkan karakteristik pekerjaan dari tahun ke tahun akan semakin dinamis berkembang sesuai dengan perkembangan Iptek, sehingga keterampilan (skill) yang dibutuhkan akan juga terus berkembang dan bervariasi.

Berkaitan dengan pemetaan ini, tentunya sangat diperlukan adanya Road Map dalam menghadapi Revolusi Industri Ke-4.  Dalam hal ini pemerintah telah mencanangkan Making Indonesia 4.0 sebagai salah satu agenda nasional yang bersifat lintas sektoral untuk mempercepat perkembangan industri manufaktur.  Terdapat 5 sektor, yaitu makanan minuman, elektronik, otomotif, tekstil dan kimia. Dari Road Map dan hasil pemetaan didapatkan hasil pekerjaan-pekerjaan seperti pemeliharaan dan instalasi, mediasi, medis, analis data, manajer sistem informasi, konselor vokasi, analis dampak lingkungan akan bertumbuh. Khususnya periode antara tahun 2021 hingga tahun 2025. Sementara periode selanjutnya, yakni antara tahun 2026 hingga tahun 2030, jenis pekerjaan perancang, pemograman kecerdasan buatan, perancang dan pengendali mesin otomasi, perancang sofware dan game online akan terus bertumbuh dan dibutuhkan.[8]

Tantangan yang muncul dalam penyiapan dan pemetaan SDM adalah antisipasi terhadap perubahan iklim bisnis dan industri, perubahan jabatan dan kebutuhan ketrampilan. Maka berkaitan dengan  SDM yang perlu dilaksanakan adalah peningkatan kualitas SDM, kuantitas SDM yang kompeten serta sesuai kebutuhan industri dan meratanya sebaran SDM yang berkualitas, terutama di daerah-daerah.[9]

Pertama, peningkatan kualitas SDM. Revolusi Industri Ke-4 membutuhkan SDM yang ahli dan terampil, maka harus bisa dipastikan kualitas dari SDM sudah sesuai kebutuhan pasar kerja serta sesuai dengan industri yang berbasis teknologi digital.

Kedua, kuantitas SDM yang kompeten serta sesuai kebutuhan industri. Kuantitas sangat diperlukan dalam menjawab kebutuhan industri.  Seperti dijelaskan sebelumnya dalam mencapai Indonesia kekuatan ekonomi ke-7 dunia pada 2030, dibutuhkan 3.7 juta tenaga terampil setiap tahunnya.  Dari sini sudah jelas yang dibutuhkan bukan hanya jumlah tapi juga kualitas sesuai kompetensi yang dibutuhkan.

Ketiga, meratanya sebaran SDM yang berkualitas, terutama di daerah-daerah. Hal ini diperlukan agar pembangunan perekonomian nasional tidak hanya terfokus di Jawa, tetapi merata di seluruh wilayah Indonesia, sehingga dibutuhkan penyebaran SDM di seluruh daerah dan wilayah Indonesia.

Dari tantangan dan pemetaan angkatan kerja, maka dibutuhkan tindak lanjut berupa kesiapan Lembaga Pendidikan dalam  menyiapkan SDM yang berkualitas sesuai tuntutan Revolusi Industri Ke-4 agar jangan sampai lulusannya menganggur tidak dapat pekerjaan karena gagal mengantisipasi revolusi industri.

Integrasi Industri 4.0 dengan Lemdik Vokasi

Lembaga Pendidikan di Indonesia harus mengantisipasi semakin pesatnya perkembangan teknologi yang terjadi dalam era Revolusi Industri Ke-4. Kurikulum dan metode pendidikan pun harus menyesuaikan dengan iklim bisnis dan industri yang semakin kompetitif dan mengikuti perkembangan teknologi dan informasi.

Dalam hal ini maka tindakan integrasi menjadi salah satu solusi yang dapat dilakukan. Integrasi antara Industri 4.0 dengan Lembaga Pendidikan diharapkan dapat mengembangkan strategi transformasi industri. Dengan mempertimbangkan perkembangan sektor ketenagakerjaan. Transformasi industri dikatakan berhasil jika tenaga kerja yang tersedia juga kompeten.

Pendekatan dalam integrasi ini dengan melihat pendidikan dan pelatihan kejuruan merupakan kebutuhan bagi industri sehingga peningkatan dan pengembangan individu dapat dilakukan di industri (Zaib & Harun, 2014). Berdasar teori tersebut, pendidikan kejuruan berpeluang untuk menjawab tantangan industri 4.0

Salah satu lembaga pendidikan yang berperan adalah Lembaga Pendidikan Vokasi, karena pendidikan vokasi lebih mengutamakan menyiapkan tenaga kerja terampil baik untuk lulusan jenjang pendidikan menengah (SMK) maupun pendidikan tinggi (Diploma). Sifatnya yang harus menyesuaikan dengan kebutuhan di dunia kerja menyebabkan sifat pendidikan vokasi yang lebih lentur dan harus cepat beradaptasi terhadap perubahan. Sifat-sifat ini sesuai dengan kebutuhan Industri 4.0 yang membutuhkan tenaga kerja yang terampil.

Integrasi dilakukan melalui penataan kelembagaan vokasi, dimana program studi yang ada tidak perlu diganti dengan yang baru akan tetapi lebih pada menyesuaikan sesuatu yang baru kedalam program studi yang sudah ada, meningkatkan kinerja pendidikan vokasi pada level yang lebih tinggi dengan menerapkan model pembelajaran problem solving dan berpikir kesisteman, serta keterhubungan dengan pihak industri untuk lebih mengetahui macam, jenis pekerjaan, kompetensi yang dibutuhkan serta jumlah yang SDM dibutuhkan sesuai dengan kebutuhan lapangan kerja.[10]

Disamping secara kelembagaan, integrasi dilakukan dengan melaksanakan gerakan literasi baru sebagai penguat bahkan menggeser gerakan literasi lama. Gerakan literasi baru yang dimaksudkan terfokus pada tiga literasi utama yaitu, pertama, literasi digital, kedua, literasi teknologi, dan ketiga, literasi manusia (Aoun:2017). Tiga keterampilan ini diprediksi menjadi keterampilan yang sangat dibutuhkan di masa depan atau di era industri 4.0[11]

Literasi digital diarahkan pada tujuan peningkatan kemampuan membaca, menganalisis, dan menggunakan informasi di dunia digital (Big Data).  Sedangkan literasi teknologi bertujuan untuk memberikan pemahaman
pada cara kerja mesin dan aplikasi teknologi, dan literasi manusia diarahkan pada peningkatan kemampuan berkomunikasi dan penguasaan ilmu desain (Aoun:2017). Literasi baru yang diberikan diharapkan menciptakan lulusan yang kompetitif dengan menyempurnakan gerakan literasi lama yang hanya fokus pada peningkatan kemampuan membaca, menulis, dan matematika.[12]

Adaptasi gerakan literasi ini diharapkan dapat dijadikan sebagai langkah integrasi antara Industri 4.0 dengan lembaga pendidikan, dengan melakukan penyesuaian kurikulum dan sistem pembelajaran sebagai respon terhadap era industri 4.0.

Simpulan

Dari uraian di atas dapat ditegaskan bahwa Revolusi Industri Ke-4 akan mempengaruhi SDM Indonesia. Industri 4.0 banyak membawa perubahan dalam kehidupan manusia. Revolusi Industri ke-4 secara fundamental akan mengubah cara beraktivitas manusia dan memberikan pengaruh yang besar terhadap SDM dan tenaga kerja Indonesia. Dampak efektifitas dan efisiensi sumber daya dan biaya produksi menjadi tidak bisa dihindari, perubahan karakter kerja disamping menghilangkan beberapa jenis pekerjaan baru, juga berpeluang menciptakan  beberapa jenis pekerjaan baru pula.

Berkaca dari perjalanan revolusi industri sebelumnya, yaitu Revolusi Industri Ke-1 s.d Ke-3, kunci pokoknya adalah kesiapan SDM, karena SDM menjadi faktor pokok dalam setiap kegiatan industri dan sektor lain. Karena kemajuan Iptek yang menghasilkan mesin dengan segala kecanggihannya tetap memerlukan personel dalam mengoperasikannya, walaupun memang personel tersebut harus mempunyai keahlian dan keterampilan sesuai dengan kompetensi dari bidang pekerjaan tersebut.

Maka menjadi hal yang penting dan utama untuk melakukan langkah-langkah antisipasi dengan memetakan angkatan kerja Indonesia, dengan melihat dan menyesuaikan kebutuhan dari Industri 4.0.  Berkaitan dengan hal tersebut maka kesiapan dari lembaga pendidikan sebagai sektor yang mendukung dalam menyiapkan dan menghasilkan tenaga ahli yang terampil perlu juga dibenahi baik secara kelembagaan dan langkah intergrasi antara Industri 4.0 dengan Lembaga Vokasi. Sehingga keluaran dari Lembaga Vokasi benar-benar tenaga ahli dan terampil sesuai dengan yang dibutuhkan oleh Industri 4.0.


[1] http://www.pikiran-rakyat.com/nasional/2018/03/23/masuki-revolusi-industri-beberapa-pekerjaan-akan-hilang-421746.  
[2] https://radarlampung.co.id/revolusi-industri-4-0-beberapa-jenis-pekerjaan-bakal-hilang/
[3] http://mediaindonesia.com/read/detail/155389-revolusi-industri-40-ciptakan-jenis-pekerjaan-baru. 
[4] https://www.liputan6.com/bisnis/read/3459976/ini-deretan-pekerjaan-paling-dibutuhkan-pada-era-revolusi-industri-40.
[5]   https://bisnis.tempo.co/read/872547/angkatan-kerja-februari-2017-meningkat-sebanyak-13155-juta. 
[6]   https://www.wartaekonomi.co.id/read128271/menaker-kualitas-tenaga-kerja-ri-masih-rendah.html.  
[7] Ibid
[8] Ibid, Radar Lampung
[9] https://infonawacita.com/revolusi-industri-4-0-di-depan-mata-menaker-bocorkan-antisipasinya/
[10] Moch Bruri Triyono, Tantangan Revolusi Industri Ke 4(i4.0) bagi pendidikan vokasi Seminar Nasional Vokasi dan Teknologi (SEMNASVOKTEK), Denpasar-Bali, 28 Oktober 2017
[11] Prof. Dr. H. Muhammad Yahya, M.Kes., M.Eng., Era Industri 4.0: Tantangan dan Peluang Perkembangan Pendidikan Kejuruan Indonesia, Orasi Ilmiah Professor bidang Ilmu Pendidikan Kejuruan Universitas Negeri Makassar, 14 Maret 2018
[12] Ibid

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas perhatian anda, silahkan tinggalkan pesan dan kesan anda