26.6.18

PENERAPAN SISMENAS DALAM PEMILU GUNA MENDUKUNG PEMILIHAN PEMIMPIN NASIONAL


 Sismennas merupakan sistem manajemen 
yang diterapkan dalam organisasi negara. 
Negara dipandang sebagai suatu organisasi 
yang besar dan komplek, 
harus dikelola dengan pendekatan kesisteman



Pendahuluan
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah negara berdaulat yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945.  Seiring dengan waktu telah banyak sistem penyelenggaraan pemerintahan yang diterapkan dalam rangka mencapai tujuan nasionalnya sesuai dengan amanat UUD NRI 1945.  Untuk mencapai tujuan nasional tersebut diperlukan suatu cara atau upaya yang sistematis dan sistemik yang harus dijalankan oleh penyelenggara negara dengan mewujudkan pemerintahan yang baik, bersih dan bertanggung jawab (good governance).

Berkaitan dengan good governance maka penyelenggaraan pemerintahan yang dijalankan oleh Indonesia adalah sistem pemerintahan demokrasi, dimana Indonesia menerapkan konsep pembagian kekuasaan (distribution of power).  Pembagian kekuasaan yang dimaksud adalah pembagian kekuasaan antara Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif namun ketiga lembaga tersebut tetap mempunyai kerjasama dan saling mengawasi satu sama lainnya (cheks and balances), sesuai tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing.

Dalam demokrasi para pengelola dan penyelenggara pemerintahan dipilih dengan mekanisme Pemilihan Umum (Pemilu) baik Pilpres, Pilkada, maupun Pileg setiap lima tahun sekali. Indonesia telah beberapa kali menyelenggarakan Pemilu, terakhir pada 2014 yang disebut sebagai tahunnya pesta demokrasi, karena untuk pertama kali hajatan politik Pilpres dan Pileg dilaksanakan bersama.  Namun dari sisi kualitas tujuan pesta demokrasi belum sepenuhnya terpenuhi karena masih tingginya angka Golput (pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya) 24,89 %, bahkan tertinggi dari pemilu-pemilu sebelumnya (1999, 2004 dan 2009)[1].

Padahal tujuan Pemilu adalah memilih para pemimpin nasional yang akan menjadi pengelola dan penyelenggara pemerintahan.  Sedangkan keberhasilan pemilu bisa diukur dari; (1) aturan pemilu, (2) pemilih, (3) parpol dan elit politik, (4) penyelenggaraan pemilu, dan (5) peradilan yang kredibel dan independen[2].  Sehingga apabila kita salah dalam memilih pemimpin nasional melalui Pemilu, maka dampaknya akan ditanggung selama lima tahun kedepan, sampai ada penyelenggaraan Pemilu yang berikutnya.
Permasalahannya: bagaimana menerapkan Sismenas dalam Pemilu guna menghasilkan pemimpin nasional yang berkualitas.


Pembahasan

a.         Pemilih yang cerdas.
Pemilu sebagai bentuk timbal balik antara pemilih dan kontestan diharapkan dapat menghasilkan pemimpin nasional yang berkualitas dan amanah. Pemimpin yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menciptakan daya saing bangsa agar terwujud masyarakat yang adil makmur dan sejahtera.

Dalam ilmu politik ada beberapa kategori/tipikal pemilih; (1) memilih karena berdasarkan kesamaan golongan, suku, agama atau status sosial, (2) memilih berdasarkan kesamaan ideologi, visi dan pandangan serta pada afiliasi partai politik, (3) memilih karena berdasarkan pramagtisme politik, dan (4) memilih karena berdasarkan program yang relevan dan terukur serta rekam jejak kontestan yang berintegritas dan paham pada persoalan bangsa[3].

Untuk itu diperlukan pemilih yang cerdas, memilih dengan menggunakan akal sehat dan hati nurani. Pemilih yang cerdas dipengaruhi oleh tingkat pendidikan dan tingkat kesejahteraan yang baik. Terbukti negara-negara seperti Bulgaria dan Albania sempat gagal menerapkan demokrasi[4]. Dengan kondisi pemilih yang terdidik dan sejahtera menjadikan mereka pemilih yang tidak mudah tergoda oleh praktik money politic. Demokrasi yang sehat memerlukan kecerdasan dan rasionalitas

Pemilih yang cerdas dalam melaksanakan hak pilihnya akan mempertimbangkan; (1) Menggali rekam jejak calon pemimpin. Pemilih harus benar-benar mengetahui kondisi sebenarnya dari kontestan. (2) Rajin mencari informasi dan mempelajari program dan visi yang ditawarkan. Visi dari kontestan harus relevan dan sesuai dengan kebutuhan rakyat yang dapat diterjemahkan kedalam visi, bukan sekedar mengumbar janji, dan (3) Mengedepankan rasionalitas. Memilih pemimpin berdasarkan penilaian yang objektif dan komprehensif tanpa dipengaruhi oleh tekanan pihak lain, tidak berdasarkan suku, daerah, agama dan tidak dipengaruh oleh faktor hadiah/uang[5].

Dengan menjadi pemilih yang cerdas, maka momentum pemilu dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam memilih pemimpin nasional dan tidak sekedar memenuhi hak sebagai warga negara yang baik dan bertanggung jawab.


b.        Penerapan Sismenas dalam penyelenggaraan Pemilu.
Pemilu merupakan salah satu tolok ukur yang penting untuk menilai keberhasilan demokrasi di suatu negara. Semakin baik penyelenggaraan Pemilu menunjukkan semakin baik pula pelaksanaaan demokrasi di suatu negara.  Penyelenggaraan Pemilu sebagai bagian dari pembangunan nasional memerlukan keterpaduan tata nilai, struktur, dan proses. Keterpaduan tersebut merupakan himpunan usaha untuk mencapai efisiensi, daya guna, dan hasil guna sebesar mungkin dalam penggunaan sumber dana dan daya nasional guna mewujudkan tujuan nasional[6]. Karena keterpaduan yang dimaksud adalah Sismenas, maka diperlukan penerapan Sismenas dalam penyelenggaraan Pemilu.

Dalam penyelenggaraan Pemilu maka penerapan Sismenas diarahkan dalam bentuk siklus kegiatan perumusan kebijaksanaan (policy formulation), pelaksanaan kebijaksanaan (policy implementation), dan penilaian hasil kebijaksanaan (policy evaluation) terhadap keberhasilan penyelenggaraan Pemilu.  Unsur-unsur yang terlibat didalamnya adalah: (1) Negara sebagai organisasi kekuasaan, (2) Bangsa Indonesia sebagai pemilik negara, (3) Pemerintah sebagai manajer atau penguasa, dan (4) Masyarakat sebagai pemilih adalah penunjang dan pemakai.  Sedangkan prosesnya sendiri merupakan siklus pengambilan keputusan yang diawali dari arus masuk (input)-Tata Pengambilan Keputusan Berkewenangan (TPKB)-arus keluar (output)-kemanfaatan (outcome) secara berlanjut dan berkesinambungan.

Proses arus masuk (input)  dan keluar (output)  mempunyai peran yang penting, karena memerlukan aspirasi yang berasal dari masyarakat, dan tanggapan dari pemerintah atas aspirasi yang berkembang. Dari sinilah seharusnya sudah diketahui bagaimana keinginan masyarakat atas figur calon pemimpin yang akan dipilih, siapa Parpol yang mengusungnya dan bagaimana aturan yang akan diterapkan.  Apabila hal-hal tersebut sudah memenuhi ekspetasi dari masyarakat selaku pemilih, maka animo dan pelaksanaan Pemilu yang melibatkan pemilih bisa lebih maksimal sehingga tingkat keberhasilan Pemilu lebih besar dan kredibel.

Keberhasilan Pemilu yang ditandai dengan keikutsertaan yang tinggi dari pemilih, penyelenggaraan yang bersih, kredibel dan damai serta menghasilkan pemimpin nasional yang diinginkan nantinya ditandai dengan para pengelola dan penyelenggara pemerintahan yang kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang dihasilkan benar-benar bisa diterapkan, konflik dan perselisihan yang timbul dapat diselesaikan dan program serta kegiatan pembangunan nasional dapat berjalan dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.


Penutup
a.     Simpulan.
Indonesia sebagai negara demokrasi menerapkan konsep pembagian kekuasaan dengan membentuk badan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif yang merupakan pemimpin nasional dalam mengelola dan menyelenggarakan pemerintahan.  Para pemimpin nasional dipilih melalui Pemilu yang diselenggarakan lima tahun sekali.  Agar pemilu berhasil dan dapat menghasilkan pemimpin nasional seperti yang diharapkan dibutuhkan pemilih yang cerdas serta didukung penerapan Sismenas dalam penyelenggaraan Pemilu.

b.     Saran.
Untuk mewujudkan keberhasilan Pemilu sebagai implementasi pesta demokrasi, maka Pemerintah selaku regulator diharapkan dapat mengeluarkan regulasi Pemilu yang aspiratif dan menyelenggarakan pendidikan politik kepada masyarakat agar dapat menjadi pemilih yang cerdas.


[1] https://www.jakartabeat.net/kolom/konten/catatan-dari-tahun-politik-retrospeksi-pemilu-2014?lang=id
[2] http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/index.php?page=web.Berita&id=9817#.WtsYdohuZPZ
[3] Ramlan Surbakti. Partai, Pemilih dan Demokrasi. Yogyakarta : Pustaka Pelajar
[4] https://www.wilsoncenter.org/publication/149-why-some-succeed-and-others-fail-eight-years-transition-eastern-europe
[5] https://pilkada.jpnn.com/news/ciri-ciri-pemilih-cerdas-menurut-tjahjo-kumolo
[6] Bahan Ajar Bidang Studi Sistem Manajemen Nasional, 2018, hal.8

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas perhatian anda, silahkan tinggalkan pesan dan kesan anda