Pendahuluan:
Globalisasi adalah sebuah fenomena yang
tidak bisa dihindari oleh semua bangsa dan negara di dunia, dimana globalisasi
telah menjadikan individu, kelompok bahkan suatu negara mempunyai suatu keterhubungan
dan ketergantungan satu sama lainnya.
Dalam proses interaksi antar bangsa, didalam globalisasi terkandung dua
dimensi, yaitu dimensi ruang dan waktu, dimana dimensi ruang makin dipersempit
dan waktu makin dipersingkat. Dengan
makin sempitnya ruang dan singkatnya waktu maka globalisasi akan mempengaruhi
berbagai sektor kehidupan seperti idiologi, politik, ekonomi, sosial budaya,
pertahanan dan keamanan, dll. Berkaitan dengan idiologi dan sosial budaya sebagai
faktor dari nasionalisme, maka pengaruh globalisasi dapat menggerus nilai-nilai
nasionalisme bangsa, apalagi apabila ada faktor pendorongnya yaitu
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Derasnya arus informasi yang masuk ke
Indonesia akibat pesatnya
perkembangan Iptek bisa berdampak positif maupun negatif. Sisi
positifnya antara lain; pemerintahan harus dijalankan secara terbuka dan
demokratis; timbulnya pasar
internasional dan kesempatan kerja; etos kerja yang tinggi; disiplin; dll. Sisi negatifnya-pun tidak kalah
banyak, terutama apabila dihadapkan dengan nasionalisme bangsa, yaitu;
munculnya paham liberalisme yang bisa menggerus nilai-nilai luhur Pancasila;
tergerusnya identitas diri sebagai bangsa; kesenjangan sosial yang semakin
tinggi; sikap apatisme dan individualisme yang semakin tinggi; dll. Sisi negatif ini apabila kita biarkan dan
tidak disikapi dengan benar dapat berpengaruh pada melemahnya daya saing
bangsa.
Setelah 72 tahun Indonesia merdeka
konteks nasionalisme Indonesia mengalami pergeseran makna, dari sisi politik sistem
pemerintahan belum mampu mewujudkan cita-cita masyarakat adil, makmur dan
sejahtera. Dari sisi sosial budaya, generasi muda lebih familiar dengan budaya
dari luar daripada budaya sendiri[1]. Kondisi
nasionalisme yang semacam ini secara tidak langsung mempunyai hubungan dengan
kinerja dan kondisi pemerintahan. Transparency
International merilis indeks persepsi korupsi negara-negara di dunia tahun
2017 dengan menggunakan skala 0-100. Nilai 0 artinya paling korup, sedangkan
nilai 100 berarti paling bersih. Indonesia ada di peringkat ke-96 dengan nilai
37[2]. Menyikapi hal ini maka diperlukan kewaspadaan
yang tinggi, agar pergeseran nasionalisme tidak mengganggu identitas bangsa
yang akhirnya berdampak pada daya saing. Berkaitan dengan nasionalisme dan daya
saing bangsa,
kewasapadaan yang dimaksud adalah Kewaspadaan
Nasional.
Permasalahannya: bagaimana membangun nasionalisme melalui inovasi
di bidang Iptek guna menunjang daya saing bangsa.
Pembahasan
a.
Hubungan Nasionalisme dengan Iptek
Lebih dari satu abad kita
memperingati Hari Kebangkitan Nasional.
Tanggal 20 Mei 1908 merupakan tonggak sejarah kebangkitan bangsa yang
dilandasi rasa nasionalisme tinggi untuk mewujudkan Indonesia merdeka. Sejarah mencatat naik turunnya semangat
nasionalisme bangsa dari mulai pergerakan kemerdekaan, perjuangan merebut
kemerdekaan, mengisi kemerdekaan sampai dengan sekarang era reformasi. Kemajuan Iptek telah mempengaruhi
nasionalisme seperti rasa cinta tanah air, rela berkorban, bangga berbangsa dan
bertanah air, dll dari masa ke masa.
Semangat nasionalisme di era
Reformasi tidak lagi dititikberatkan pada upaya meraih kemerdekaan, melainkan
mempertahankan dan mengisi kemerdekaan dengan berbagai karya nyata. Untuk dapat berkarya dan mempunyai daya saing
tentunya harus didukung dengan Iptek. Iptek
mempunyai peran penting dan signifikan
dalam mencerdaskan kehidupan bangsa dan mempertebal jiwa nasionalisme. Iptek
dengan segala kemudahannya dapat mendorong manusia menjadi insan yang terdidik,
intelektual dan nasionalis. Jika rakyat
Indonesia pandai dan cerdas, maka kemiskinan dapat ditekan dan bangsa Indonesia
dapat tampil lebih maju dan mampu bersaing dengan bangsa-bangsa lain di dunia. Hal ini telah terbukti, pemuda-pemuda yang
terdidik pada era kebangkitan telah melahirkan kesadaran untuk menjadi bangsa
yang merdeka.
Di
era globalisasi daya saing menjadi salah satu faktor penentu keberhasilan
pembangunan dalam rangka mencapai tujuan nasional. World Economic Forum (WEF) menggunakan 12 pilar untuk mengukur daya
saing yang menjadi penentu dari pertumbuhan jangka panjang dan faktor esensial
dalam pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan. 12 pilar tersebut diantaranya
adalah Insitusi, Infrastruktur, Lingkungan Makroekonomi, Kesehatan dan
Pendidikan Primer, Pendidikan Tinggi dan Pelatihan Peterampilan, Efisiensi Pasar Barang, Efisiensi Pasar Tenaga Kerja, Pengembangan Pasar Finansial, Kesiapan Teknologi,
Besaran pasar, Kepuasan Berbisnis
dan Inovasi[3].
Dari 12 pilar diatas, kita mengambil
Teknologi dan Inovasi sebagai prasyarat menciptakan daya saing bangsa. Hal ini
didasari atas laporan tentang tingkat daya saing negara-negara di dunia
2017-2018 (Global Competitiveness Index).
Dari 137 negara, Indonesia menempati peringkat 36, namun dibidang kesiapan
teknologi Indonesia masih terbilang buruk berada pada peringkat 80 dunia[4]. Berkaca
dari hal ini maka sudah sewajarnya apabila kita menerapkan Iptek
yang inovatif dengan tujuan membentuk
karakter bangsa yang menjunjung tinggi nasionalisme yang dapat meningkatkan
kemandirian dan produktivitas kerja, diiringi peningkatan taraf pendidikan dan
pendapatan masyarakat di masa depan sehingga mampu bersaing dan sejajar dengan
bangsa-bangsa lainnya di dunia.
Agar
perkembangan Iptek bisa sejalan dengan nasionalisme, maka perlu dikemas
penerapan Iptek yang inovatif dihadapkan dengan era kekinian dengan menerapkan nilai-nilai cinta tanah air, rela
berkorban, bangga berbangsa dan bernegara, dll. Dengan demikian
perlu dibangun suatu paradigma dalam menerapkan Iptek, yaitu Iptek sebagai; (1)
alat atau berupa produk teknologi yang bisa digunakan dalam pembangunan nasionalisme;
(2) bagian dari materi yang bisa dijadikan isi dalam pembangunan nasionalisme; dan (3) program aplikasi atau alat bantu untuk
manajemen yang efektif dan efisien dalam pembangunan nasionalisme.
Pertama, Iptek sebagai alat atau
berupa produk teknologi yang bisa digunakan dalam pembangunan nasionalisme.
Kata
kuncinya adalah bangga menggunakan produk dalam negeri. Langkah inovatifnya bisa
dengan mengekspresikan nasionalisme melalui karya nyata. Sekecil apapun karya
yang dihasilkan, namun apabila memuat konten nasionalisme maka karya tersebut
sudah merupakan kontribusi positif.
Kedua, Iptek sebagai bagian
dari materi yang bisa dijadikan isi dalam pembangunan nasionalisme. Saat ini
adalah era digital sehingga membaca buku secara fisik terasa membosankan dan
dianggap tidak mengikuti trend yang
sedang berkembang, sehingga langkah inovatif yang bisa dilaksanakan adalah
mendigitalisasikan literatur, sejarah perjuangan bangsa, budaya dan tulisan
lainnya.
Ketiga, Iptek sebagai program
aplikasi atau alat bantu untuk manajemen yang efektif dan efisien dalam
pembangunan nasionalisme. Dalam hal ini yang bisa diterapkan adalah
membudayakan menggunakan Aplikasi atau E-Commerce
Indonesia. Ada cukup banyak aplikasi buatan anak bangsa yang tidak kalah
berkualitas dan sudah menjadi populer di beberapa negara, seperti Gojek, Mivo, Ba Be, Tokopedia, Blibli, Traveloka, dll[5].
Tindak lanjutnya adalah bagaimana pemangku kepentingan dan pihak yang terkait
mengemas aplikasi tersebut untuk bisa diselipkan konten yang berisi wawasan
kebangsaan, pembangunan karakter dan isu nasionalisme.
b.
Implementasi
Kewaspadaan Nasional
Globalisasi
melahirkan pemahaman baru menyangkut keamanan, dimana keamanan erat sekali
hubungannya dengan ancaman. Ancaman utama yang mengemuka saat ini mulai dari
bahaya nuklir hingga terorisme global, ketidaksetaraan gender, kejahatan dunia
maya (cyber crime), serta dampak
perubahan iklim parah berupa badai dan banjir di beberapa belahan dunia[6].
Untuk menghadapi ancaman tersebut maka perlu dilakukan tindakan kewaspadaan
berupa Kewaspadaan Nasional yang merupakan suatu sikap dalam hubungannya dengan
nasionalisme yang dibangun dari rasa peduli dan rasa tanggung jawab serta
perhatian seseorang warga negara terhadap kelangsungan kehidupan bermasyarakat,
berbangsa dan bernegara dari suatu potensi ancaman[7].
Mengingat
Kewaspadaan Nasional bertolak dari keyakinan ideologis dan nasionalisme yang
kukuh serta perlu didukung oleh usaha-usaha pemantauan sejak dini dan terus
menerus terhadap berbagai implikasi dari situasi serta kondisi yang berkembang
baik dari dalam maupun luar negeri, maka di bidang Iptek yang erat kaitannya
dengan nilai-nilai
nasionalilsme, informasi yang datang dari dunia maya perlu disaring dan ditelaah. Sangat perlu untuk membangun kewaspadaan
dan ketahanan di bidang siber dengan melakukan kerjasama dan kolaborasi antara
para pemangku kepentingan dan masyarakat selaku pengguna dengan mengedepankan pengelolaan
kecerdasan intelektual maupun kecerdasan emosional yang didasarkan atas
kesadaran kolektif sebagai komponen bangsa yang mengutamakan kepentingan
nasional berlandaskan semangat nasionalisme.
Pemerintah
selaku regulator dan leading sector
bertanggungjawab untuk mengeluarkan kebijakan dan regulasi yang berwawasan
kebangsaan dan membangun rasa nasionalisme. Peraturan perundangan maupun
kebijakan yang dihasilkan, harus mampu memanfaatkan Iptek sebagai sarana utama untuk membangun
watak dan karakter bangsa yang sadar akan identitas dan jati dirinya sebagai
bangsa yang majemuk dan heterogen. Disisi lain, masyarakat selaku kelompok
maupun sebagai individual pengguna Iptek, harus memiliki wawasan kebangsaan yang kuat agar mampu
melakukan penilaian obyektif terhadap manfaat setiap informasi yang diterima. Dengan penerapan ini diharapkan nasionalisme terbentuk, kewaspadaan
masyarakat dan bangsa dapat terbangun dan pada akhirnya mewujudkan Kewaspadaan
Nasional yang diharapkan.
Penutup.
a.
Simpulan.
Globalisasi
mengakibatkan semakin sempitnya ruang dan singkatnya waktu yang akan
mempengaruhi berbagai sektor kehidupan.
Pengaruh globalisasi akan makin cepat apabila adanya faktor pendukung
utamanya, yaitu perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Pengaruh kemajuan ilmu pengetahuan dan
teknologi sangatlah besar terhadap perkembangan nasionalisme, sehingga
diperlukan langkah-langkah inovatif dalam penerapan Iptek. Namun demikian penerapan tersebut juga
harus memperhatikan potensi ancaman yang mengikutinya, sehingga diperlukan
langkah dan tindakan kewaspadaan dengan mengimplementasikan Kewaspadaan
Nasional.
b.
Saran.
Melihat
adanya kaitan yang erat antara Iptek dengan nasionalisme, maka Pemerintah
selaku regulator harus mampu merumuskan peraturan perundangan maupun kebijakan
yang mencerminkan kewaspadaan dibidang Iptek dan para pemangku kepentingan
mendorong terciptanya inovasi kreatif dalam pemanfaatan dan pengelolaan Iptek yang
mengandung konten nasionalisme.
[1]
http://mediaindonesia.com/read/detail/52521-nasionalisme-indonesia-dulu-dan-kini
[2]
https://news.detik.com/berita/d-3879592/indeks-persepsi-korupsi-2017-indonesia-peringkat-ke-96
[3]
https://www.goodnewsfromindonesia.id/2017/10/04/tingkat-daya-saing-negara-negara-dunia-tahun-2017-2018-indonesia-naik-peringkat
[4]
Ibid
[5]
https://www.liputan6.com/tekno/read/3019362/3-aplikasi-karya-anak-bangsa-yang-mendunia
[6]
http://kabar24.bisnis.com/read/20170918/19/691059/pbb-usung-8-isu-dalam-sidang-umum
[7]
Bahan Ajar Bidang Studi Kewaspadaan Nasional,
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Terimakasih atas perhatian anda, silahkan tinggalkan pesan dan kesan anda