14.5.18

MEWUJUDKAN KEAMANAN SIBER MENJAWAB TANTANGAN GLOBALISASI




Di ASEAN kita perlu memastikan 
kerangka kerja sama
 di bidang keamanan siber 
juga memuat pelindungan data pribadi.
Untuk itu kerja sama siber merupakan keharusan

(Presiden Joko Widodo)
Rapat Pleno KTT Ke-32 ASEAN di The Istana Singapura



Pendahuluan:
Globalisasi adalah sebuah fenomena yang tidak bisa dihindari oleh semua bangsa dan negara di dunia.  Globalisasi telah membawa pengaruh pada keterhubungan dan keterpengaruhan hidup diantara bangsa-bangsa, dimana globalisasi telah menhadirkan isu-isu kompleks dan berbagai ancaman  utama mulai dari bahaya nuklir hingga terorisme global, ketidaksetaraan gender, kejahatan dunia maya, serta dampak perubahan iklim parah berupa badai dan banjir di beberapa belahan dunia.[1]  Demikian pula halnya dengan Indonesia, salah satu ancaman utama yang sedang dihadapi adalah ancaman dunia siber yang dipengaruhi oleh kemajuan teknologi dan informasi. 
Kemajuan teknologi dan informasi dewasa ini bagaikan pedang bermata dua, disatu sisi dunia maya/siber merupakan sebuah kebutuhan bagi kehidupan manusia dan menjadi penghubung komunikasi manusia satu dengan yang lain tanpa dibatasai jauhnya jarak, namun disisi lain terdapat sisi negatif yang ditimbulkannya, dari mulai yang ringan seperti efek ketergantungan sampai dengan yang berat berkaitan dengan sektor keamanan suatu negara, berupa ketegangan antar negara-negara dan mengganggu stabilitas keamanan serta menimbulkan dampak sosial, ekonomi, dan lingkungan bahkan bisa mengganggu hubungan antar negara.
Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) mencatat sepanjang tahun 2017 dihadapkan dengan populasi penduduk Indonesia yang mencapai 262 juta orang, lebih dari 50 persen atau sekitar 143 juta orang telah terhubung jaringan internet.[2]  Jumlah ini menempatkan Indonesia diperingkat ke lima pengguna internet dunia dengan total angka 3,8 miliar (RRT 738,5 juta, India 462,1 juta, US 286,9 juta, Brasil 139,1 juta dan Indonesia 132,7 juta).[3]  Namun demikian jumlah yang besar tersebut juga perlu menjadi perhatian dihadapkan dengan Ketahanan Nasional, karena sifatnya yang maya tersebut menjadikan serangan siber tidak mudah dideteksi apalagi kecepatan dan luasnya sebaran serta dampak yang ditimbulkannya sangat signifikan dan mengerikan.
Permasalahannya: Bagaimana mewujudkan ketahanan di bidang siber  menghadapi tantangan globalisasi.

Pembahasan
a.     Ancaman Siber.
Informasi, media dan dunia internet dewasa ini sangat erat hubungannya dengan kehidupan sehari-hari, dengan semakin berubahnya dunia akibat pengaruh lingkungan strategis mengakibatkan timbul jenis kejahatan baru, yaitu kejahatan siber (cybercrime). Dalam hukum siber, cybercrime didefinisikan sebagai tindak pidana apa saja yang dilakukan dengan memakai komputer (hardware dan software) sebagai sarana atau alat, komputer sebagai objek baik untuk memperoleh keuntungan atau tidak, dengan merugikan pihak lain.[4]   
Jenis dan pelanggaran kejahatan siber sangat beragam sebagai akibat dari penerapan teknologi.  Berdasarkan kegiatan yang dilakukannya kejahatan siber meliputi akses illegal, konten illegal, penyebaran virus, spionase siber, sabotase, pemerasan, penggunaan kartu (carding), hacking dan cracker, siber terorisme, dll.
 Dalam perkembangannya serangan siber bukan hanya menyerang sekor pribadi atau swasta, bahkan sudah ada bukti kejahatan siber juga menarget dan menyerang unit-unit vital negara secara efektif dan masif. Contoh kejahatan yang terkenal karena efek dahsyatnya adalah Ransomware Wannacry.  
WannaCry adalah sebuah serangan siber yang menyerang seluruh dunia pada bulan Mei 2017 yang mengakibatkan data vital suatu jaringan komputer terekripsi, dan meminta tebusan menggunakan Bitcoin untuk mengembalikan data yang telah dienkripsi.  
Di Indonesia WannaCry menyerang RS Dharmais dan RS Harapan Kita yang menyebabkan data pasien dalam jaringan komputer tidak bisa diakses. Contoh lain serangan siber adalah; peretasan terhadap Komisi Pemilihan Umum (Februari 2017); peretasan terhadap Telkomsel (April 2017); situs Dewan Pers Indonesia dan Kejaksaan Agung (Mei 2017) yang dampaknya merugikan.  
Peretasan situs KPU medio Februari 2017 yang saat itu tengah sibuk dalam penghitungan suara Pilkada DKI sempat menjadi isu nasional karena menyangkut kredibilitas KPU.  Jika hasil penghitungan final KPU nantinya berbeda dengan hasil hitung cepat (quick count) bisa berakibat penolakan salah satu pihak yang mengarah ketidak puasan massa dan stabilitas politik nasional, untungnya hal ini segera dapat diatasi.
Dari beberapa contoh diatas dapat dilihat dampak yang ditimbulkan oleh serangan siber bisa sangat cepat, meluas, masif, strategis dan mempengaruhi stabilitas nasional suatu negara sehingga membutuhkan penanganan yang serius dan terkoordinir oleh stake holder terkait.

b.     Tingkatkan Ketahanan Nasional di bidang Siber.
Berkaca dari serangan siber yang begitu sangat masif, Indonesia Security Incident Response Team on Internet Infrastructure (ID-SIRTII) mencatat sejak Januari hingga Juli 2017 terdapat 177,3 juta serangan siber yang masuk ke Indonesia, artinya setiap hari terjadi 836.200 serangan siber[5].  Maka pada Januari 2018 pemerintah telah meresmikan Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). Menurut pemerintah, badan ini didirikan untuk memperkuat pertahanan siber Indonesia mencegah serangan-serangan siber yang dilakukan oleh pihak luar.
Pembentukan BSSN merupakan salah satu bentuk aplikasi Ketahanan Nasional, dimana dalam menyusun suatu Ketahanan Nasional sangat dibutuhkan adanya informasi, data dan sumber yang menyangkut asta gatra (geografi, sumber kekayaan alam (SKA), demografi, ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya, serta pertahanan dan keamanan).  
Ketahanan Nasional di bidang siber diwujudkan dalam bentuk Keamanan Siber, sedangkan keamanan siber bertujuan untuk menangkal cyber crime yang menyerang sektor pribadi, swasta dan negara maka ada tiga aktor utama yang bertanggung jawab untuk meningkatkan Ketahanan Nasional di bidang siber, yaitu pemerintah, aktor non negara dan individu.
Pemerintah telah membentuk BSSN, namun bukan berarti tugas pemerintah telah selesai sampai disitu, masih diperlukan adanya penguatan peran dan fungsi BSSN dihadapkan dengan perkembangan lingkungan strategik yang demikian dinamis, apalagi perkembangan teknologi berbanding terbalik dengan pranata hukum yang mengaturnya. 
Teknologi informasi dalam hitungan tahun dapat berkembang sedemikian pesatnya, sedangkan hukum yang mengaturnya seolah-olah jalan ditempat.  Apalagi saat ini disamping BSSN masih terdapat badan siber lain (Satuan Siber Polri, BIN dan TNI) yang terlebih dulu terbentuk, sehingga tentunya perlu adanya sinergitas agar tugas dan fungsinya bisa saling menunjang dan tidak berbenturan di lapangan.
Aktor non negara juga berperan penting dalam peningkatan Ketahanan Nasional, karena keamanan siber terbentuk dari adanya kerja sama teknis dan keamanan internal, sistem yang tangguh dan teruji yang memiliki pola responsif dan yang paling penting terjalinnya sharing informasi.  Untuk itu aktor non negara yang dalam hal ini bisa dari sektor swasta, perbankan, akademisi dan lain-lain perlu untuk selalu membangun awareness, dengan cara mengadopsi perubahan teknologi dan membuat SOP dengan standar keamanan yang tinggi. Karena seringkali model pengembangan dan manufaktur teknologi yang tersedia seringkali tidak cukup mempertimbangkan kemungkinan resiko, atau kecepatan peningkatan ancaman modern yang dihadapi.
Peran individu juga tidak kalah penting, kesadaran publik akan rentannya mereka dari serangan kejahatan siber perlu dibangun dan ditingkatkan. Kesadaran ini diarahkan untuk timbulnya prilaku individu yang dapat mengurangi kegiatan-kegiatan beresiko yang berhubungan dengan kejahatan dunia maya. Baik yang bisa terjadi karena kealpaan, ketidak tahuan, keingintahuan, ikut-ikutan ataupun kegiatan dunia maya yang dilakukan secara sadar tapi individu tidak mengerti akan dampak yang dihasilkan dari tindakannya tersebut bisa merugikan orang lain. Disinilah peran pemerintah dan swasta hadir untuk ikut serta memberikan pendidikan siber kepada publik agar keamanan siber bisa terwujud dalam rangka peningkatan Ketahanan Nasional.

Penutup.
a.     Simpulan.
Globalisasi telah membawa perubahan mendasar diberbagai kehidupan masyarakat, salah satunya pada bidang teknologi informasi dimana telah terjadi arus informasi yang tidak bisa dibendung.  Disatu sisi penggunaan teknologi informasi adalah kebutuhan hidup tapi disisi lain dapat berdampak merugikan bukan hanya untuk pribadi tapi juga terhadap keamanan negara.  Sehingga diperlukan langkah konkrit berupa pengenalan ancaman kejahatan siber dan peran serta pemerintah, aktor non negara dan individu untuk mewujudkan keamanan siber guna meningkatkan Ketahanan Nasional.

b.     Saran.
Mengingat keamanan siber merupakan tanggung jawab bersama, maka perlu peran Pemerintah untuk memperkuat regulasi yang ada agar tidak ketinggalan dengan perkembangan teknologi informasi, memperkuat peran dan fungsi BSSN dan memberikan edukasi kepada publik agar timbul kesadaran menggunakan internet secara baik dan bertanggung jawab.


[1] http://kabar24.bisnis.com/read/20170918/19/691059/pbb-usung-8-isu-dalam-sidang-umum
[2] https://tekno.kompas.com/read/2018/02/22/16453177/berapa-jumlah-pengguna-internet-indonesia
[3] http://zonautara.com/blog/2018/01/30/data-indonesia-peringkat-kelima-pengguna-internet-dunia/
[4] Andi Hamzah, Aspek-Aspek Pidana di bidang Komputer, Jakarta: Sinar Grafika, 1987
 [5] https://nasional.kompas.com/read/2017/11/21/20480051/keamanan-siber-indonesia-tak-lebih-baik-dibandingkan-malaysia-dan-singapura

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas perhatian anda, silahkan tinggalkan pesan dan kesan anda