1.9.09

TERORISME, part three

TERORISME ADALAH COMMON ENEMY ATAU STATE ENEMY,
SUDAHKAH ?


……. bahwa pemberantasan terorisme didasarkan pada komitmen nasional dan internasional dengan membentuk peraturan perundang-undangan nasional yang mengacu pada konvensi internasional dan peraturan perundang-undangan yang berkaitan dengan terorisme;



Terorisme musuh bersama ?


Slogan ini makin marak digembar-gemborkan diberbagai media pasca bomb JW Mariot dan Ritz Carlton medio Juli 2009. Ya masyarakat Indonesia kembali terhentak setelah hampir 4 tahun lebih kita aman tenteram jauh dari aksi terorisme, terutama dalam bentuk bomb di sarana keramaian.



Pasca peristiwa Juli 2009 itu, ulasan tentang terorisme dan bagaimana serta siapa yang patut menanganinya kembali marak dibicarakan oleh khalayak ramai, pembicaraan tersebut bisa mengambil tempat di warung kopi, seminar sampai dengan forum diskusi terbuka di salah satu TV swasta nasional.



Sekali lagi kita diributkan dan meributkan penafsiran yang berbeda tentang UU yang mengawaki pemberantasan terorisme, bagaimana legalitas Polisi menangani terorisme berlandaskan UU No. 15 tahun 2003 tentang Terorisme dan upaya turut sertanya TNI mengatasi terorisme sesuai dengan amanat UU No. 34 tahun 2004 tentang TNI.



Bahkan sampai dengan hari inipun baik dimedia cetak maupun media elektronik masih timbul perdebatan panjang tentang legalitas keterlibatan TNI dalam pemberantasan terorisme. Tentang perlu tidaknya PP atau hanya sekedar perintah lisan saja pelibatan TNI, dan nampaknya debat ini masih akan panjang sebelum adanya pernyataan resmi dari pemerintah sebagai otoritas sipil sebagai pemegang amanat demokrasi saat ini.




Namun sebenarnya sadarkah kita tentang perlunya sikap dasar dalam makna pemberantasan terorisme di Indonesia ini. Tanpa menampikkan tentang perlu tidaknya pelibatan TNI dalam pemberantasan terorisme, sebenarnya hal yang paling mendasar dalam pemberantasan terorisme adalah perlunya kesadaran kita bersama dalam hal ini seluruh komponen bangsa, seluruh warga negara Indonesia tentang sikap dasar kita terhadap terorisme.



Apa itu sikap dasar dan seberapa pentingnya dalam pemberantasan terorisme.


Sikap dasar yang dimaksud dalam hal ini adalah adanya kesamaan cara pandang dan kesamaan sikap dari seluruh warga negara Indonesia tentang terorisme dan dimana kita meletakkan terorisme dengan segala aksi terornya yang brutal tersebut dalam sendi hidup dan kehidupan berbangsa di Indonesia.


Sementara ini (sepertinya) kata-kata terorisme adalah musuh bersama, barulah merupakan semacam slogan belaka dan belum ditindak lanjuti dengan implementasi nyata dalam kehidupan berbangsa dan bernegara oleh sebagian kalangan ataupun komponen bangsa yang lain.


Hal ini terlihat nyata dari sikap dan sudut pandang mereka yang berbeda dalam menempatkan terorisme dan pelaku aksi terorisme tersebut. Di negeri kita tercinta ini, masih ada sebagain kalangan terutama dari kalangan radikal Islam yang pada akhirnya sepertinya mengamini tindakan terorisme untuk melakukan jihad dalam rangka melawan kapitalisme barat.


Bagi kalangan ini, terorisme adalah hasil dari buah kezaliman yang dilakukan oleh kapitalisme barat terhadap Islam di belahan dunia lain, sehingga memunculkan simpati mereka atas perjuangan pelaku teror tersebut, walaupun cara-cara mereka melakukan tindakan brutal yang tidak berperi kemanusiaan yang mengatas namakan Jihad.


Padahal di Islam sendiri pengertian Jihad yang dimaksud jauh daripada itu, pengertian dari kalangan radikal Islam inilah yang kemudian makin memberikan stigma negatif Islam dikalangan dunia barat. Dan parahnya lagi pemikiran semacam ini juga diadopsi oleh sebagian kalangan di Indonesia, hal inilah kemudian yang menjadikan terorisme masih saja bisa tumbuh subur di Indonesia negara Islam terbesar didunia.


Terorisme akan selalu tumbuh subur dan berkembang di Indonesia selama mereka masih mendapat simpati dan dukungan dari kalangan tersebut. Hal inilah yang pada akhirnya menjadi kendala terbesar bangsa ini untuk memberantas terorisme sampai ke akar-akarnya, karena mereka masih akan bisa masuk dan berkembang serta dilindungi oleh sementara kalangan tersebut.



Bertolak dari pemikiran ini, maka menjadi sangat penting saat ini dalam mengatasi dan memberantas terorisme di Indonesia diperlukan adanya satu sikap dan tindakan nyata untuk menempatkan terorisme menjadi musuh bersama.



Untuk dapat menjadikan terorisme benar-benar musuh bersama memerlukan suatu kesadaran yang tinggi dari seluruh komponen bangsa ini, bukan hanya sekedar masyarakat biasa, terutama kesadaran dari para tokoh masyarakat, tokoh agama, ulama bahkan sampai ke politisi negara.


Kenapa dikatakan demikian, karena ternyata sampai saat ini masih ada saja tokoh agama dan ulama yang membela para pelaku aksi terorisme, contoh nyata adalah para pelaku aksi terorisme bom JW Marriot dan Ritz Carlton medio Juli 2009, penguburan mereka disambut dengan meriah dengan spanduk yang menyatakan mereka adalah pahlawan Islam, pahlawan Jihad.


Bahkan seorang pimpinan MPR pun menunjukkan simpatinya dengan mengunjungi langsung ruang tahanan pelaku bomb Bali, bukankah ini merupakan bentuk pembelaan dan pembenaran tersendiri bagi mereka, bahwa tindakan mereka benar dan ada yang mendukungnya.



Kendala semacam inilah yang harus kita lawan, kalau saja rakyat kita bersatu dan didukung oleh para tokoh agama, kaum ulama dan politisinya, maka InsyaAllah dengan menyatakan terorisme adalah benar-benar musuh bersama akan menjadikan para pelaku terorisme sukar bergerak di Indonesia yang pada akhirnya mereka akan tidak mungkin tumbuh dan berkembang di Indonesia.



Kalau hal ini sudah terjadi, maka tindakan pemberantasan terorisme akan semakin mudah dilaksanakan di Indonesia.


Bahkan kalau memungkinkan…. Kalau sikap dasar kita sudah terbentuk bahwa terorisme adalah musuh bersama, sikap tersebut dapat ditingkatkan dengan menjadikan terorisme adalah musuh negara. Ya sudah waktunya terorisme menjadi musuh negara (state enemy) bukan lagi musuh bersama (common enemy)


Dengan menjadikan terorisme adalah musuh negara atau “ state enemy “ maka akan tercipta suatu kesinergisan dari seluruh aparatur negara yang akan didukung oleh khalayak dan mendapatkan legalitas dari lembaga legislatif yang ada.


Dengan kesadaran adanya “state enemy” akan memudahkan dan menyadarkan para pembuat UU untuk langsung bertindak dan melindungi segala tindakan aparat penegak hukum baik Polisi maupun TNI untuk memberantas terorisme. Diharapkan mereka tidak akan terjebak lagi dalam diskusi dan debat yang berlarut tentang perlu atau tidaknya TNI terlibat dan perlu atau tidaknya UU atau PP yang mewadahi pelibatan aparatur lain selain Polisi.



Pernyataan terorisme sebagai musuh negara inilah yang akan menjadi dasar hukum bagi seluruh komponen bangsa untuk saling bahu membahu, saling mengisi dan bekerjasama memberantas terorisme.


Kesatuan dan persatuan yang diwujudkan dari cara pandang dan sikap perilaku dan tindakan yang sama dalam memerangi terorisme akan membawa dampak positif dalam pemberantasan terorisme. Karena pada akhirnya siapapun mereka entah aktor intelektual, otak pelaku, penyandang dana sampai dengan simpatisan terorisme akan berpikir seribu kali untuk mengembangkan jaringannya dan melakukan aksi terorisme di Indonesia.


Karena aksi mereka dari mulai pendapat, pemikiran sampai dengan tindakan akan berhadapan dengan NKRI yang didukung penuh oleh seluruh rakyatnya.



Namun dengan melihat tiupan angin politik dan pemikiran absurb sebagian kalangan radikal Islam tersebut, patut kita bertanya kepada diri sendiri, Sudahkah terorisme menjadi musuh bersama atau musuh negara ?



Majulah Indonesia, berantaslah terorisme

Salam,

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Terimakasih atas perhatian anda, silahkan tinggalkan pesan dan kesan anda