Sumber Daya Pangan
yang Berdaulat dan Mandiri
Pangan merupakan suatu kebutuhan dasar dan utama bagi manusia untuk dapat
mempertahankan hidup, oleh karena itu kecukupan pangan bagi setiap orang pada
setiap waktu merupakan hak azazi yang harus dipenuhi.[1] Kebutuhan
pangan peduduk dunia terus meningkat seiring dengan makin bertambahnya penduduk
dunia. Penduduk dunia berjumlah sekitar 7 milyar orang dan pada 2045 diprediksi
akan mencapai 9 miliar atau hampir 10 miliar orang. Sementara itu penduduk
Indonesia kini sudah berjumlah 265 juta orang, pada urutan ke 4 setelah
Amerika, India dan China, dan diperkirakan pada tahun 2035 akan menembus angka
300 juta jiwa.[2] Kondisi demikian membutuhkan kesadaran bagi
kita untuk dapat mengelola sumber daya pangan, agar dapat memenuhi kebutuhan
pangan secara berdaulat dan mandiri.
Kedaulatan pangan (food
sovereignty) didefinisikan sebagai hak setiap orang, masyarakat, dan negara
untuk menentukan kebijakan pangan sendiri dengan memprioritaskan produk pangan
lokal untuk kebutuhan sendiri, serta melarang praktik perdagangan pangan dengan
cara dumping.[3] Berdasarkan pengertian tersebut maka menjadi
hak berdaulat suatu negara untuk menentukan dan mengendalikan sistem produksi,
distribusi, dan konsumsi pangan sendiri, sesuai dengan kondisi ekologis,
sosial, ekonomi, dan budaya lokal, serta bebas dari campur tangan negara lain.
Kedaulatan pangan Indonesia erat kaitannya dengan potensi pangan dan
ketahanan pangan nasional. Potensi pangan kita sangat besar, berdasarkan data
Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian, Indonesia memiliki 77 jenis
tanaman pangan sumber karbohidrsat, 75 jenis sumber minyak atau lemak, 26 jenis
kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, serta 110 jenis
rempah dan bumbu.[4]
Data Badan Pusat Statistik (BPS), tahun 2017 Indonesia mengimpor gandum
11,4 juta ton. Volumenya meningkat 9% dibandingkan dengan realisasi 2016 yang
sebesar 10,53 juta ton, sedangkan impor beras 257 ribu ton, turun 80 persen dibanding
tahun sebelumnya mencapai 1,28 juta ton. World
Food Program (WFP) tahun 2015 mencatat 15 persen dari 398 kabupaten di
Indonesia dinilai rentan akan kerawanan pangan, sebagian besar kecamatan yang
dikategorikan rawan pangan berada di Papua.[5]
Berdasarkan data-data diatas, dilihat dari besarnya ketergantungan pada
impor gandum dan beras, serta adanya indentifikasi beberapa daerah rentan akan
pangan, dapat dikatakan potensi pangan yang besar belum dikelola dengan baik,
bahkan terkesan diabaikan yang mengakibatkan Indonesia belum berdaulat dan
mandiri. Kondisi demikian akan
berpengaruh terhadap upaya mewujudkan masyarakat Indonesia yang mandiri, maju,
adil dan makmur melalui percepatan pembangunan di segala bidang dengan struktur
perekonomian yang kokoh berlandaskan keunggulan kompetitif, yang merupakan pembangunan
keunggulan kompetitif perekonomian sesuai dengan RPJM IV(2020-2024).
Pembangunan Kompetitif Perekonomian
Era global menghadirkan berbagai tantangan dalam pembangunan
nasional, sehingga dibutuhkan kreativitas, inovasi
dan penguasaan teknologi
dalam memanfaatkan peluang yang
ada. Demikian pula halnya dalam pembangunan ekonomi, agar pembangunan
perekonomian mempunyai daya saing, maka dibutuhkan nilai kompetitif, yang
diwujudkan dalam bentuk kesatuan antara kreativitas dan inovasi serta ditunjang
Iptek agar dapat mencapai keberhasilan pembangunan ekonomi nasional.
Pembangunan ekonomi erat hubungannya dengan sektor pangan. Undang-Undang
tentang Pangan mengamanatkan bahwa “penyelenggaraan
pangan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan dasar manusia yang memberikan manfaat
secara adil, merata, dan berkelanjutan berdasarkan kedaulatan pangan,
kemandirian pangan, dan ketahanan pangan nasional”.[6] Dari
amanat tersebut jelas sekali bahwa pangan mempunyai posisi penting dalam
pembangunan nasional, yaitu sebagai pilar utama yang berperan dalam menjaga
stabilitas ekonomi, sosial dan politik.
Maka menjadi penting pembangunan perekonomian Indonesia diarahkan untuk
mendukung terwujudnya ketahanan pangan. Dengan demikian mewujudkan kedaulatan,
kemandirian dan ketahanan pangan merupakan hal mendasar yang sangat besar arti
dan manfaatnya dalam mendukung pembangunan kompetitif perekonomian.
Pengelolaan sumber daya pangan agar terwujud ketahanan pangan harus
memperhatikan faktor-faktor yang mempengaruhinya, yaitu lahan, infrastruktur
dan teknologi dan SDM. Pengelolaan lahan yang benar akan berdampak pada
produksi, persoalannya adalah lahan pertanian sebagai salah satu penghasil
pangan makin berkurang, sehingga sangat diperlukan penambahan lahan. Untuk itu
diperlukan langkah konkrit berupa penegakan aturan sesuai Undang-Undang Agraria
secara konsisten, percepatan proses sertifikasi lahan pertanian, rencana tata
ruang yang melindungi lahan pertanian produktif dan subur.
Infrastruktur berperan penting dalam memperkokoh sektor pangan, karena
infrastruktur akan menjamin kelancaran distribusi produk pangan. Pada sektor
pertanian irigasi dan waduk merupakan hal yang patut menjadi perhatian, karenanya
pemerintah melakukan realokasi subsidi BBM untuk membiayai infrastruktur berupa
pembangunan 25 waduk baru dan irigasi untuk 1 juta hektar sawah.[7] Disamping pembangunan waduk dan irigasi
pemerintah juga patut memperhatikan aksesbilitas jalan yang akan memudahkan perolehan
sarana produksi.
Teknologi dan dan kualitas SDM juga harus dikelola dengan baik agar
dapat mendukung pencapaian ketahanan pangan.
Penguasaan teknologi pertanian, pemasaran dan standar kualitas yang
rendah merupakan cerminan kualitas petani saat ini. Karenanya pemberdayaan
petani menjadi sangat penting melalui pelatihan, penyuluhan dan bantuan
teknis. Langkah ini perlu juga didukung
oleh kalangan akademis dalam bentuk penelitian dan pengembangan agar tercipta
teknologi unggulan disektor pangan.
Dengan tercapainya ketahanan pangan melalui pengelolaan sumber daya
pangan dapat menggerakkan roda perekonomian baik ditingkat pusat maupun daerah,
namun yang tetap perlu diperhatikan adalah produk-produk pangan harus mempunyai
keunggulan kompetitif agar mampu bersaing.
[1] M. Ismet, Tantangan
Mewujudkan Kebijakan Pangan Nasional yang Kuat, Majalah Pangan
Nomor Vol. 16 No.48 Januari 2007
[2] Materi Pokok Bidang Studi Sumber Kekayaan Alam, Lemhannas RI, 2018,
hal.113
[7] http://www.bkn.go.id/wp-content/uploads/2016/03/2-TAHUN-JOKOWI-JK-UPDATE-17-OKT-2016-KSP.pdf.
Top Free Football Betting Sites in Korea in 2021
BalasHapusTop Free Football Betting Sites in Korea · 1xBet · BetWay · BetDa.com · 1xBet · BetDa.com · 1xbet.com · 1xbet.com 1xbet login · BetDa.com · 1xBet.com.