Sismennas merupakan sistem manajemen
yang diterapkan dalam organisasi negara.
Negara dipandang sebagai suatu organisasi
yang besar dan komplek,
harus dikelola
dengan pendekatan kesisteman
Pendahuluan
Negara Kesatuan Republik Indonesia adalah
negara berdaulat yang diproklamasikan pada 17 Agustus 1945. Seiring dengan waktu telah banyak sistem penyelenggaraan
pemerintahan yang diterapkan dalam rangka mencapai tujuan nasionalnya sesuai
dengan amanat UUD NRI 1945. Untuk
mencapai tujuan nasional tersebut diperlukan suatu cara atau upaya yang sistematis
dan sistemik yang harus dijalankan oleh penyelenggara negara dengan mewujudkan
pemerintahan yang baik, bersih dan bertanggung jawab (good governance).
Berkaitan dengan good governance
maka penyelenggaraan
pemerintahan yang dijalankan oleh Indonesia adalah sistem pemerintahan
demokrasi, dimana Indonesia menerapkan konsep pembagian kekuasaan (distribution of power). Pembagian kekuasaan yang dimaksud adalah
pembagian kekuasaan antara Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif namun ketiga
lembaga tersebut tetap mempunyai kerjasama dan saling mengawasi satu sama
lainnya (cheks and balances), sesuai
tugas, fungsi dan kewenangan masing-masing.
Dalam demokrasi para pengelola dan
penyelenggara pemerintahan dipilih dengan mekanisme Pemilihan Umum (Pemilu) baik
Pilpres, Pilkada, maupun Pileg setiap lima tahun sekali. Indonesia telah
beberapa kali menyelenggarakan Pemilu, terakhir pada 2014 yang disebut sebagai
tahunnya pesta demokrasi, karena untuk pertama kali hajatan politik Pilpres dan Pileg
dilaksanakan bersama. Namun dari sisi
kualitas tujuan pesta demokrasi belum sepenuhnya terpenuhi karena masih
tingginya angka Golput (pemilih yang tidak menggunakan hak pilihnya) 24,89 %,
bahkan tertinggi dari pemilu-pemilu sebelumnya (1999, 2004 dan 2009)[1].
Padahal tujuan Pemilu adalah memilih para
pemimpin nasional yang akan menjadi pengelola dan penyelenggara
pemerintahan. Sedangkan keberhasilan
pemilu bisa diukur dari; (1) aturan pemilu, (2) pemilih, (3) parpol dan elit
politik, (4) penyelenggaraan pemilu, dan (5) peradilan yang kredibel dan
independen[2]. Sehingga apabila kita salah dalam memilih
pemimpin nasional melalui Pemilu, maka dampaknya akan ditanggung selama lima tahun kedepan,
sampai ada penyelenggaraan
Pemilu yang berikutnya.
Permasalahannya:
bagaimana menerapkan Sismenas dalam Pemilu guna menghasilkan pemimpin
nasional yang berkualitas.
Pembahasan
a.
Pemilih
yang cerdas.
Pemilu sebagai bentuk timbal balik antara
pemilih dan kontestan diharapkan dapat menghasilkan pemimpin nasional yang berkualitas
dan amanah. Pemimpin yang dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat, menciptakan
daya saing bangsa agar terwujud masyarakat yang adil makmur dan sejahtera.
Dalam ilmu politik ada beberapa
kategori/tipikal pemilih; (1) memilih karena berdasarkan kesamaan golongan, suku,
agama atau status sosial, (2) memilih berdasarkan kesamaan ideologi, visi dan
pandangan serta pada afiliasi partai politik, (3) memilih karena berdasarkan
pramagtisme politik, dan (4) memilih karena berdasarkan program yang relevan
dan terukur serta rekam jejak kontestan yang berintegritas dan paham pada
persoalan bangsa[3].
Untuk itu diperlukan pemilih yang cerdas,
memilih dengan menggunakan akal sehat dan hati nurani. Pemilih yang cerdas
dipengaruhi oleh
tingkat pendidikan dan tingkat kesejahteraan yang baik. Terbukti negara-negara seperti Bulgaria dan Albania sempat gagal menerapkan
demokrasi[4]. Dengan kondisi pemilih
yang terdidik dan sejahtera menjadikan mereka pemilih yang tidak mudah tergoda
oleh praktik money politic.
Demokrasi yang sehat memerlukan kecerdasan dan rasionalitas
Pemilih yang cerdas dalam melaksanakan hak
pilihnya akan mempertimbangkan; (1) Menggali rekam jejak calon pemimpin.
Pemilih harus benar-benar mengetahui kondisi sebenarnya dari kontestan. (2)
Rajin mencari informasi dan mempelajari program dan visi yang ditawarkan. Visi
dari kontestan harus relevan dan sesuai dengan kebutuhan rakyat yang dapat
diterjemahkan kedalam visi, bukan sekedar mengumbar janji, dan (3)
Mengedepankan rasionalitas. Memilih pemimpin berdasarkan penilaian yang
objektif dan komprehensif tanpa dipengaruhi oleh tekanan pihak lain, tidak
berdasarkan suku, daerah, agama dan tidak dipengaruh oleh faktor hadiah/uang[5].
Dengan menjadi pemilih yang cerdas, maka
momentum pemilu dapat dimanfaatkan sebaik-baiknya dalam memilih pemimpin
nasional dan tidak sekedar memenuhi hak sebagai warga negara yang baik dan
bertanggung jawab.
b.
Penerapan
Sismenas dalam penyelenggaraan Pemilu.
Pemilu
merupakan salah satu tolok ukur yang penting untuk menilai keberhasilan
demokrasi di suatu negara. Semakin baik penyelenggaraan Pemilu menunjukkan
semakin baik pula pelaksanaaan demokrasi di suatu negara. Penyelenggaraan Pemilu sebagai bagian dari
pembangunan nasional memerlukan keterpaduan tata nilai, struktur, dan proses.
Keterpaduan tersebut merupakan himpunan usaha untuk mencapai efisiensi, daya
guna, dan hasil guna sebesar mungkin dalam penggunaan sumber dana dan daya
nasional guna mewujudkan tujuan nasional[6].
Karena keterpaduan yang dimaksud adalah Sismenas, maka diperlukan penerapan Sismenas
dalam penyelenggaraan
Pemilu.
Dalam
penyelenggaraan Pemilu maka penerapan Sismenas diarahkan dalam bentuk siklus
kegiatan perumusan kebijaksanaan (policy
formulation), pelaksanaan kebijaksanaan (policy implementation), dan penilaian hasil kebijaksanaan (policy evaluation) terhadap keberhasilan
penyelenggaraan Pemilu. Unsur-unsur yang
terlibat didalamnya adalah: (1) Negara sebagai organisasi kekuasaan, (2) Bangsa
Indonesia sebagai pemilik negara, (3) Pemerintah sebagai manajer atau penguasa,
dan (4) Masyarakat sebagai pemilih adalah penunjang dan pemakai. Sedangkan prosesnya sendiri merupakan siklus
pengambilan keputusan yang diawali dari arus masuk (input)-Tata Pengambilan Keputusan Berkewenangan (TPKB)-arus keluar
(output)-kemanfaatan (outcome) secara berlanjut dan
berkesinambungan.
Proses
arus masuk (input) dan keluar (output) mempunyai peran yang
penting, karena memerlukan aspirasi yang berasal dari masyarakat, dan tanggapan
dari pemerintah atas aspirasi yang berkembang. Dari sinilah seharusnya sudah
diketahui bagaimana keinginan masyarakat atas figur calon pemimpin yang akan
dipilih, siapa Parpol yang mengusungnya dan bagaimana aturan yang akan
diterapkan. Apabila hal-hal tersebut
sudah memenuhi ekspetasi dari masyarakat selaku pemilih, maka animo dan
pelaksanaan Pemilu yang melibatkan pemilih bisa lebih maksimal sehingga tingkat
keberhasilan Pemilu lebih besar dan kredibel.
Keberhasilan
Pemilu yang ditandai dengan keikutsertaan yang tinggi dari pemilih,
penyelenggaraan yang bersih, kredibel dan damai serta menghasilkan pemimpin
nasional yang diinginkan nantinya ditandai dengan para pengelola dan
penyelenggara pemerintahan yang kebijakan dan peraturan perundang-undangan yang
dihasilkan benar-benar bisa diterapkan, konflik dan perselisihan yang timbul
dapat diselesaikan dan program serta kegiatan pembangunan nasional dapat
berjalan dalam rangka mewujudkan tujuan nasional.
Penutup
a.
Simpulan.
Indonesia
sebagai negara demokrasi menerapkan konsep pembagian kekuasaan dengan membentuk
badan Legislatif, Eksekutif dan Yudikatif yang merupakan pemimpin nasional
dalam mengelola dan menyelenggarakan pemerintahan. Para pemimpin nasional dipilih melalui Pemilu
yang diselenggarakan lima tahun sekali.
Agar pemilu berhasil dan dapat menghasilkan pemimpin nasional seperti
yang diharapkan dibutuhkan pemilih yang cerdas serta didukung penerapan
Sismenas dalam penyelenggaraan Pemilu.
b.
Saran.
Untuk
mewujudkan keberhasilan Pemilu sebagai implementasi pesta demokrasi, maka
Pemerintah selaku regulator diharapkan dapat mengeluarkan regulasi Pemilu yang
aspiratif dan menyelenggarakan pendidikan politik kepada masyarakat agar dapat
menjadi pemilih yang cerdas.
[1] https://www.jakartabeat.net/kolom/konten/catatan-dari-tahun-politik-retrospeksi-pemilu-2014?lang=id
[4] https://www.wilsoncenter.org/publication/149-why-some-succeed-and-others-fail-eight-years-transition-eastern-europe